"Dia memilih tempat yang tidak terlalu buruk" batin Intan menduduki kursi yang berada di sudut kelas, menatap kagum keluar jendela yang menampakkan lapangan basket yang luas.
"Harus mengulang kembali masa sekolah yang menyebalkan, membuatku muak saja saat mengingat masa itu kembali" guman Intan pelan menikmati hangatnya sinar matahari pagi yang menelisik masuk melalu jendela kaca di sampingnya.
"Intan! bisa tolong tetap fokus pada penjelasan saya. Jika menurutmu ini membosankan, jangan mengganggu konsentrasi yang lain" kata guru perempuan yang tengah menjelaskan materi fisika. Salah satu pelajaran yang tidak pernah mampu menarik minat Intan.
Teguran yang mampu membuat pandangan intan kembali teralihkan. Menyadari tatapan dari semua penghuni kelas itu kini menatapnya dengan tajam.
"Maaf bu!" ucap Intan kembali menatap ke arah papan tulis. Berharap guru itu segera melanjutkan penjelasannya yang tertunda tanpa memperpanjang masalah tersebut.
"Haduh! Sampai mana tadi penjelasannya. Makanya lain kalau ada yang menjelaskan jangan di potong begini. Jadi terhambatkan penjelasannya" cercah bu sri yang berusaha mengingat kembali bagian terakhir yang ia jelaskan dari sekian banyaknya coretan di whiteboard tersebut.
"Baiklah untuk gambar bentang ini setelah menghitung reaksi vertikal dan reaksi horizontalnya. Maka sekarang kita hitung reaksi perletakan di setiap batangnya" jelas bu sri kembali melanjutkan dengan penuh konsentrasi mengajarkan materi fisika yang dia bawakan.
"Maaf bu, Bukankah kita juga perlu mengontrol jumlah reaksinya untuk memastikan ketepatan perhitungan sebelumnya" kata Intan dengan penuh penekanan namun berakhir dengan penyesalan ketika menyadari perkataan spontan. Dia ikut merasa heran dengan kecerdasan raga asli yang tiba - tiba muncul mengendalikan dirinya.
"Intan keluar dari kelas sekarang, dari tadi kerjamu hanya mengganggu saja" Bentak bu sri yang mulai geram dengan kehadiran intan.
"tapi bu..." ucap intan berusaha membela dirinya.
"keluar atau tak perlu lagi mengikuti pelajaran saya selama satu semester!" pinta bu sri semakin mempertegas perkataannya.
"Baiklah bu! Maaf!" ucap Intan segera beranjak meninggalkan ruang tersebut, tidak ingin lagi berlama-lama di tenpat yang bisa membuat dirinya kehilangan kendali.
"Tahu begini, mungkin akan lebih baik seandainya menemani Irzam daripada datang ke tempat ini" monolog Intan mengingat Irzam yang tak sengaja ia temui di halte bus pagi tadi. anak berumur 8 tahun yang cukup dekat dengan dirinya saat masih menjadi Aster.
"Hei... kembalikan!" pinta pria yang mungkin lebih pendek beberapa centimeter dari Abraham yang terus berjinjit, mengangkat tinggi - tinggi baju olahraga. Menjadi sebuah hiburan bagi mereka yang melihat tanpa berniat membantu.
"Ambil sendiri dong, hahaha" kata Abraham disertai tawa mengejeknya yang semakin riuh dengan tawa dan cacian beberapa pria yang berteman baik dengan Abraham.
"Pengecut" ujar Intan dengan lantang, membuat Abraham segera mencari sumber suara.
"Maksud loe apaan, bicara seperti itu sama sepupu loe sendiri!" kini bukan Abraham yang bersuara melainkan Deki yang merasa momen menyenangkannya terganggu dengan kehadiran Intan.
"Hanya laki-laki pengecut yang berani bertingkah ketika mereka beramai-ramai. Bisanya cuma keroyokan," ucap Intan lantang, mengibarkan bendera perang terhadap kakak kandungnya sendiri.
"kurang kerjaan banget sih loe, tiba - tiba datang ngajak ribut?" ucap Deki, kembali menanggapi Intan yang masih terlihat santai, meski beberapa siswa memperhatikannya dengan tatapan mengejek.
"Lawan gue main basket. Kalau lo menang, gue akan penuhi tiga permintaan lo, dan sebaliknya," jelas Intan sambil mendekat ke arah Deki. Di ingatannya, Deki adalah salah satu anggota tim basket di sekolah mereka yang baru bergabung beberapa bulan.
"Kenapa? Nggak berani lawan gue?" tantang Intan lagi, membuat Deki semakin panas, apalagi sekarang mereka menjadi pusat perhatian beberapa siswa di sekitar mereka.
"Oke gue turutin mau loe, tapi saat loe kalah nanti jangan mohon - mohon sama Bram biar lepas dari gue" Ucap Deki memandang remeh Intan setelah menatap sekilas pada Abraham yang hanya terdiam menyaksikan perdebatan itu.
"Loe tenang saja, seperti sebelum - sebelumnya gue nggak akan memohon bahkan mengganggu Bram, sepupu gue itu" ucap intan sarkas dengan penekanan penuh pada akhir kalimatnya. Membuat Abraham memicingkan matanya menatap intan yang kini keberanian menantang kelompok mereka.
"Pinjam" ucap Intan mengambil celana olahraga yang berada dalam genggaman reza, anak laki-laki yang sering menjadi bahan ejekan Abraham.
Setelah mengganti rok dengan celana olahraga, Intan kembali melangkah menuju lapangan basket di mana beberapa siswa menanti kedatangannya untuk dipermalukan. Bukankah Intan hanya siswi biasa, bahkan dia tidak begitu ahli dalam pelajaran olahraga.
"Apa kau siap?" tanya Deki menyambut kedatangan Intan dengan senyum simpulnya, hasil dari pertandingan itu sangat jelas terlihat. Namun dirinya juga tidak ingin melewatkan hal yang menarik itu.
"Tentu, aku sudah sangat siap. Sudah saatnya menggerakkan otot - otot yang sedikit kaku" batin Intan tidak berniat menanggapi ocehan Deki. Intan sangat paham dengan kemampuannya, meski mungkin tidak sehebat dulu.
"5 shoot ku kira cukup" kata Deki kembali yang segera disetujui Intan dengan anggukan pasti.
Setelah peluit berbunyi, Deki melemparkan bola kepada Intan, membiarkannya memulai permainan yang biasa mereka mainkan. Hanya dalam tiga menit, Deki berhasil mencetak poin pertamanya. Pada menit ketujuh, ia kembali memasukkan bola ke dalam ring dengan mudah. Lalu, di menit kedua belas, Deki kembali mencetak poin, kali ini tanpa hambatan berarti. Senyumnya semakin lebar, yakin bahwa kemenangan sudah berada di tangannya.
"Ups, sepertinya kau hanya sedang mempermalukan dirimu sendiri," ejek Deki di telinga Intan. Namun, Intan hanya tersenyum mendengar ejekan itu, tampak tenang tanpa sedikit pun terganggu.
Di menit keenam belas, Intan akhirnya berhasil memasukkan bola pertamanya. Tiga menit kemudian, ia mencetak poin lagi. Di menit kedua puluh satu, Intan kembali menambah angka dengan mudah. Tak berhenti sampai di situ, di menit kedua puluh empat, Intan mencetak poin lagi dengan gerakan lincah, membuat Deki mengeras rahangnya, mulai kehilangan kesabaran.
"Apa sejak awal kau cuma mempermainkanku?" ucap Deki dengan nada tak suka.
"Ah, awalnya tadi ototku masih butuh pemanasan, jadi kubiarkan kau mencetak poin tiga kali dulu," jawab Intan dengan senyum mengejek, sambil menggiring bola dan menghindari upaya Deki untuk merebutnya.
"Tapi, kuakui ejekanmu tadi cukup membuatku puas," lanjut Intan, terus bergerak lincah, menghindari Deki yang masih berusaha merebut bola. Akhirnya, dengan langkah cepat, Intan melompat tinggi, melemparkan bola ke arah ring yang berada cukup jauh darinya.
"Bagaimana rasanya terbang di atas kesombongan, lalu dihantam oleh dahan pohon yang bahkan tak melakukan apa-apa?" ucap Intan, sambil tersenyum ketika bola basket yang dilemparkannya masuk dengan mulus ke dalam ring. Para siswa yang menyaksikan pertandingan itu tampak takjub, bercampur dengan rasa geli melihat ekspresi Deki.
"Boleh aku minum?" tanya Intan, menghampiri Reza yang terkekeh kecil. Reza, yang sedari tadi berdiri di sudut lapangan sambil membawa sebotol air mineral, merasa lega karena hasil pertandingan itu.
"Jadi, sudah puas dengan kekalahanmu?" tanya Intan sambil melirik ke arah Deki, yang kini mendekatinya bersama beberapa temannya, wajahnya tampak tidak senang.
"Katakan, apa maumu?" tanya Deki to the point, wajahnya masam.
"Pergi ke koperasi sekolah, belikan seragam olahraga baru untuknya!" perintah Intan sambil menunjuk Deki dengan dagunya. Permintaan sederhana yang membuat Deki dan teman-temannya melongo dibuatnya.
"Kenapa? Bukankah kalian akan melanjutkan pelajaran olahraga?" lanjut Intan sambil meneguk air mineral dari botol di tangannya.
"Apa lagi?" Deki kembali bertanya, kali ini dengan nada lelah.
"Kurasa itu saja untuk sekarang. Nanti, kalau ada yang lain, akan kukatakan," jawab Intan santai, lalu beranjak meninggalkan mereka yang masih terdiam kebingungan. Tanpa ia sadari, beberapa teman sekelasnya menyaksikan pertandingan itu dari balik jendela kelas yang berhadapan langsung dengan lapangan basket.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Dian Soedarminto
joosss
2024-03-29
0
Noorjamilah Sulaiman
mantap
2024-03-06
0
Dede Mila
mulai perubahan...☝️☝️☝️☝️💪🤭
2024-02-22
0