Setelah berkendara hampir sejam, melintasi ibu kota yang mulai senggang dari kegiatan - kegiatan manusia. Aster menghentikan kendaraannya di depan sebuah toko. Tubuhnya terasa dingin karena lupa mengambil kembali jaket yang sebelumnya dia berikan pada gadis asing itu. Tulang - tulangnya terasa sakit tertusuk angin malam yang semakin dingin hawanya.
"Bu!" ucap Aster menyerahkan selembar uang 50 ribuan pada seorang wanita yang berjaga di sana.
"Darimana nak?" tanya bu Ratmi, menyerahkan sebungkus rokok berwarnah putih pada Aster dan beberapa lembar uang kembalian.
"Biasalah bu, dari pelabuhan" jawab Aster dengan nada santai. Aster sudah cukup akrab dengan bu Ratmi, selain Rumah mereka yang dekat, Bu ratmi juga sudah bersahabat lama dengan mendiang ibu Aster.
"nak, berhentilah melakukannya. Jangan ikut - ikutan dengan pria bajingan itu" pinta bu ratmi setelah menghela nafasnya dalam - dalam. Raut wajahnya jelas menggambarkan kekhawatiran akan keselamatan Aster.
"ah ibu bisa saja, bagaimana mungkin aku bisa berhenti. Sedangkan pria bajingan itu saja berstatus sebagai ayahku" kata Aster setelah menyulut rokok dengan korek api yang menggantung dengan tali. Korek api yang sengaja disediakan bu ratmi.
"nak! ibu percaya kamu pasti bisa berhenti melakukannya, sebelum kamu terjerumus semakin dalam berusahalah untuk berhenti. pelan - pelan saja, kamu pasti bisa melakukannya" kembali bu ratmi mengingatkan Aster untuk segera berhenti menjerumuskan dirinya ke dalam masalah yang mungkin lebih besar nantinya.
"kalaupun aku bisa berhenti, tetapi itu tidak akan mampu menutup semua kesalahan tang sudah kuperbuat bu, aku sudah menghancurkan banyak kehidupan dengan barang - barang itu" jelas Aster sambil menatap lurus ke arah jalanan di depan toko. Sesekali mengesap dalam - dalam asap rokok yang bertengger di tangannya.
ninu.... Ninu... Ninu....
"itu polisi, cepatlah masuk ke sini nak!" ucap bu ratmi semakin khawatir mendengar sirene dari beberapa mobil polisi mendekat. khawatir jika mereka datang untuk menangkap Aster.
Namun dugaannya salah, beberapa Mobil itu terus melaju meninggalkan toko kelontong tersebut.
"tidak perlu takut bu! Semua akan baik - baik saja. Bukankah setiap manusia pasti akan mendapat hukuman dari semua perbuatan jahatnya. Begitupun dengan Aku yang tidak akan bisa menghindar lebih lama" kata Aster menatap sendu pada iringan mobil polisi tersebut yang menuju ke arah rumahnya.
"aku pulang dulu bu, sudah larut malam" ucap Aster beranjak kembali menyalakan motornya, mengikuti arah menghilangnya iringan mobil polisi tersebut.
"pak... Bapak.. Pak.." teriak bu ratmi mencari keberadaan suaminya, berlarian ke arah bagian dalam toko.
"ada apa bu?" tanya pria yang seumuran dengan ayahnya Aster, mendekat ke arah istrinya yang tampak cemas.
"pak! kita harus ke rumah Aster sekarang. Ibu merasakan sesuatu yang kurang baik akan terjadi di sana. tadi ibu melihat beberapa mobil polisi menuju ke sana dan aster juga menuju ke sana bapak" jelas bu ratmi yang terus menarik lengan suaminya untuk mengikuti langkahnya. Tanpa memedulikan lagi toko kelontongnya yang belum dia tutup pintu teralisnya.
"bu pelan - pelan saja. Aster pasti akan baik - baik saja" ucap pak kario menenangkan istrinya yang sesekali mengusap air matanya. Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah dengan aster, Namun mereka memiliki hubungan yang cukup baik dengan mendiang ibu Aster.
Saat mereka tiba di depan pekarangan rumah tersebut. beberapa warga sudah mulai berkumpul di sana, beberapa orang sedang berbincang dengan aparat polisi.
Sedangkan Aster yang tertembak beberapa kali, luruh di atas tanah tanpa seorang yang peduli. Bu ratmi berlarian menghampiri tubuh Aster yang sudah tidak banyak bergerak lagi. segera membawa kepala aster ke dalam pangkuannya, menghiraukan larangan beberapa warga dan polisi yang berjaga di sana.
"nak bangunlah, buka matamu. Jangan tinggalkan ibu seperti ini, Kau bilang semuanya akan baik - baik saja bukan" ujar bu ratmi sesekali menepuk - nepuk pelan pipi Aster yang kian teras dingin, berharap mata yang terpejam rapat itu lekas terbuka.
"bangun nak, ibu mohon" pinta bu ratmi terus mempererat dekapannya, tidak ingin melepaskan tubuh Aster meski beberapa polisi berusaha memisahkan mereka.
"heumm... Ma..af..bu" kata Aster berusaha menggunakan semua kekuatannya untuk mengatakan dua kata itu. Setelahnya Aster kembali menutup matanya dengan rapat.
"nak bangunlah!, bagaimana ibu bisa menepati janjiku pada ibumu, jika kau pergi sekarang" isak bu ratmi dengan histeris. Mendapati tidak ada lagi pergerakan dari tubuh ringkih itu.
"bu tenanglah" ucap pak kario menghampiri istrinya, memastikan denyut nadi aster melalui pergelangan tangan kanannya, tubuh yang masih berada dalam pelukan istrinya.
"sudahlah bu! ikhlaskan Aster pergi, jangan memberatkan langkahnya menuju alam baka bu" ucap pak kario yang menyadari bahwa Aster sudah berpulang pada sang pencipta.
Mungkin beberapa tembakan mengenai organ vital Aster yang menyebabkannya tidak dapat bertahan hingga bantuan medis sampai di sana.
beberapa warga yang menyaksikan dari awal kejadian menyatakan bahwa Aster tertembak karena berusaha menyelamatkan ayahnya. Sedangkan pria itu kini menghilang tanpa peduli dengan keadaan Aster yang terdesak oleh beberapa polisi yang bersenjata.
Saat sang fajar datang menyapa yang menandakan hari baru, Tampak beberapa warga menyibukkan diri dengan menyiapkan pemakaman untuk Aster. setelah melewati beberapa tahap penyelidikan jasad Aster diperbolehkan untuk dimakamkan oleh keluarganya.
"bu! yang sabar yah, meski kami juga sedih dengan kejadiaan yang menimpa aster. Namun kita harus bisa ikhlas bu" ucap bu RT menemani bu ratmi yang masih setia memandangi raga aster yang siap untuk dikebumikan.
"dia anak yang baik. Mengapa harus mengalami kemalangan ini?" ucap bu ratmi kembali menumpahkan air matanya. Rasanya tidak ikhlas membiarkan anak itu pergi dalam keadaan seperti itu, sedangkan sang ayah yang kerabat satu - satunya malah menghilang setelah menjadikan anaknya sebagai tameng.
"iya bu kami juga tahu aster melakukan semua ini karena perintah ayahnya. Tapi kita tidak bisa berbuat apa - apa kecuali mendoakan dan mengikhlaskan kepergiannya" ucap bu RT kembali mengusap pelan pundak bu ratmi yang masih tidak bisa menerima kepergian aster.
...****************...
"a..da a..pa.. ka...kak me..min...ta..ku ke...ma..ri?" tanya intan dengan cemas menghampiri pria yang meminta menemuinya melalui pesan singkat yang baru intan terima.
Saat pria itu berbalik intan kembali dikejutkan dengan pria yang ada di depannya. Tanpa mengucap sepatah kata, Pria itu menarik tangan kanan intan. Menariknya dengan kuat ke beton yang menjadi pembatas balkon sekolah itu. Dengan senyuman tipis pria itu mendorong tubuh mungil intan hingga terperanjak melewati pembatas itu
"ka..mu?" tanya intan dengan suara bergetar yang semakin. Melihat pemandangan yang ada di bawahnya membuat tubuhnya kaku, dan kepalanya terasa pusing.
Pria itu segera berlari meninggalkan tempat tersebut berharap tidak ada yang melihat aksinya. Mengingat jam pelajaran yang masih berlangsung, sehingga hanya beberapa siswa yang mungkin berlalu lalang di koridor.
Intan berusaha mempertahankan tubuhnya bergelantungan dari lantai 2 gedung itu. Sekuat tenaga berusaha mempererat pegangannya pada pembatas beton, berharap dirinya tidak melayang bebas terjatuh ke bawah lapangan basket yang masih sepi.
meski ingin berteriak meminta tolong, Berharap akan ada seseorang yang datang membantunya dan menariknya ke atas. tetapi apalah daya karena ketakutannya yang berlebihan suara intan seakan tercekal di tenggorokannya.
"Tuhan jika ini memang akhir hidupku. maka jangan biarkan keluargaku menderita lagi" batin intan sesekali menatap ke bawah.
Brukkk....
Suara keras dari arah lapangan basket mengalihkan semua perhatian penghuni sekolah. Bahkan beberapa siswa berlarian menuju jendela kaca yang menghadap ke arah lapangan basket. Memastikan arah suara keras itu berasal.
"eh ada yang bunuh diri!" ujar beberapa siswa menatap tubuh intan yang tengkurap disertai darah segar yang mulai mengalir dari bagian kepalanya.
"astaga. itu siapa woi?" tanya beberapa siswa yang tidak dapat melihat wajah intan dengan jelas.
"itu si cupu ven!" ucap Clara yang mengenal intan dari kunciran rambutnya serta cardingan yang masih dikenakan intan.
"ih iya tuh. Astaga! kesana yuk pengen mastiin gue" ajak veni menarik tangan clara dan risa keluar dari ruang kelas mereka.
tak tak tak tak
"bram, ke lapangan basket!" pintah reno dengan nafas yang tersenggal - senggal setelah berlarian menghampiri Abraham yang membaca buku di perpustakaan.
"kenapa loe?" tanya Abraham menatap heran reno dengan wajah dingin.
"adek loe, mati" kata reno yang membuat abraham langsung beranjak dari tempat duduknya.
"di bully lagi?" tanya abraham mempercepat langkahnya.
"nggak tahu, tiba - tiba saja gubrak. Adek loe jatuh entah dari lantai berapa?" jelas reno yang masih berusaha menstabilkan nafasnya mengikuti langkah besar abraham menuju lapangan basket.
"ih iya, tahu mungkin udah gak tahan"
"kemungkinan begitu"
"tapi dia nekat juga yah?"
"iya sampai bunuh diri segala"
"makanya mental healty itu penting"
"Ahh loe kayak paling tahu aja"
Bisik - bisik beberapa siswa yang di lewati abraham dan reno dari arah perpustakaan sepanjang koridor menuju lapangan basket.
"yang sabar yah nak, ini semua murni kecelakaan. Kami sudah menghubungi rumah sakit. Dan mereka sedang menuju ke sini" ucap salah satu guru yang menyambut kedatangan abraham. Meski abraham tidak begitu akrab dengan adiknya itu, namun banyak yang mengganggu fikirannya sekarang. Entah bagaimana dia akan menjelaskannya nanti pada semua pihak keluarganya termasuk bunda yang sangat menyayangi intan. Entah bagaimana wanita paruh bayah itu akan bereaksi setelah mengetahui kejadian ini. Entah bagaimana perempuan itu menghadapi hari - harinya setelah hari ini.
Setelah menunggu beberapa menit mobil ambulance sampai di sekolah elite tersebut. Beberapa orang turun dan memeriksa keadaan intan. Kemudian mereka dengan hati - hati memindahkan tubuh mungil itu ke atas emergency bed untuk dibawah menuju rumah sakit terdekat.
...****************...
"bagaimana keadaan adik mu? Nak" tanya Windana menghampiri abraham yang terduduk di sudut kursi tunggu.
"apa yang terjadi padanya?" tanya Windana kembali mencengkram kuat bahu pemuda yang hanya terdiam menatap sayu pada Windana.
"mengapa kau membiarkan adikmu mengalami ini?" kambali Windana bertanya sesekali mengguncang tubuh abraham dengan kuat.
"apa gunanya kau sebagai kakak bila tidak bisa menyelamatkan adikmu itu" tanya Windana melepas cengkramannya dan terduduk lemas di samping abraham.
"maaf!" itulah kata yang pertama terucap oleh abraham setelah diam membisu cukup lama.
"apa dengan maafmu bisa menyelamatkan adikmu, kemana saja kau saat adikmu dalam bahaya" cercah windana yang tidak habis pikir dengan abraham. Bahkan yang menghubungi pihak rumah sakit adalah pihak sekolah. dan yang menghubunginya pertama kali adalah kepala sekolah. Lalu di mana abraham berada. Mengapa tidak ada sekalipun tindakannya yang nyata untuk menolong adiknya itu.
Setelah hampir 7 jam akhirnya lampu merah di atas pintu itu mati. Menandakan operasi sudah selesai. selang berapa menit pintu itu dibuka oleh seorang pria yang berumur sekitaran 30 tahunan itu.
"bagaimana keadaan putri saya dok?" tanya windana menghampiri pria tersebut disusul abraham dari belakang.
"kami masih belum bisa memastikan keadaannya akan selamat atau tidak, kami hanya bisa memaksimalkan tindakan medis agar pasien bisa melewati masa kritisnya malam ini" jelas pria itu dengan wajahnya yang penuh guratan kelelahan di sana.
"saya mohon selamatkan putri saya, saya akan melakukan apapun, asalkan kalian bisa membawanya kembali" ucap windana dengan air matanya yang kembali membasahi pipi putihnya.
"kita hanya bisa berdoa agar pasien mampu melewati malam panjang ini. Hanya doa yang bisa membantunya ibu!, saya permisi" ucap pria itu meninggalkan ruang operasi dengan langkah yang lesu. Sedangkan dalam ruang operasi beberapa perawat menyelesaikan tidakan operasi kemudian memindahkan pasien ke atas bad pasien untuk dipindahkan ke ruang perawatan.
"nak bertahan yah!, bunda masih pengen ngeliat kamu lagi. Bunda mohon bertahan yah" pinta windana menatap tubuh yang tertidur kaku itu. Tidak ada pergerakan apapun darinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
R yuyun Saribanon
lah ada abangnya satu sekolah.. si adik bisa di bully . tolol
2024-10-31
0
Noorjamilah Sulaiman
Ada abg tp bego ya
2024-03-05
2