"kurasa aku semakin terlibat semakin dalam!" batin intan mengendarai motor sport berwarna merah maroon membelah jalan ibu kota yang mulai sepi.
memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang sambil merancang kembali tindakannya dalam menghadapi darwin. Tinggal sebulan rencana pernikahan mereka, maka waktu intan juga tinggal sebulan untuk merencanakan dan merealisasikannya. berharap semua sungguh - sungguh akan usai saat hari itu datang.
Karena tak fokus intan menabrak pemotor yang mendahuluinya. mereka sama - sama terbanting namun intan tak terlalu mendapat hantaman yang parah.
"ishh" rintih intan berusaha berdiri berjalan ke arah lawan kecelakaannya.
"apa kau baik - baik saja?" tanya intan membuka helm yang dikenakan orang tersebut.
"astaga, apa yang terjadi?" tanya intan kembali mendapat beberapa luka tembakan pada pria itu. Darah segar mengalir dari keningnya.
"bertahanlah aku akan membawamu ke rumah sakit!" ucap intan membantu pria yang sepertinya masih memiliki kesadarannya sedikit.
intan kembali beranjak ke arah motor merah maroon. Menyalakannya dan kembali berlari ke arah pria itu berusaha memapahnya menaiki motornya kemudian intan ikut naik. setelahnya intan mengikat pingang mereka dengan jaketnya. kemudian memacu kembali motor tersebut meninggalkan lokasi itu.
"maaf! Sepertinya kita tidak bisa ke rumah sakit" ucap intan mengambil belokan ke lorong kecil yang tampak suram dengan penerangan seadanya.
mengingat luka pria itu bukan hanya karena kecelakaan melainkan juga karena tertembak. Bisa saja pihak rumah sakit melapor polisi nanti. Itu akan semakin merepotkan intan dan keluarganya.
"terima kasih" ucap pria itu kemudian menjatuhkan tangannya yang semula berada di pinggang intan. kepalanya terjatuh di bahu intan semakin membuat intan menambah kecepatannya.
Intan menghentikan motornya di sebuah pekarangan rumah yang sederhana.
"tolong selamatkan dirinya" pintah intan memapah pria yang tubuhnya lebih besar darinya itu. Perempuan yang membuka pintu rumahnya menatap intan dengan tatapan penuh tanya.
"aku akan membayar seperti biasa jika sudah selesai nanti" ucap intan yang membuat rima tersenyum melangkah membantu intan memapah pria itu dan membawanya ke dalam salah satu kamar.
Intan membantu irma membuka jaket dan baju pria itu. Kemudian irma melakukan beberapa tindakan medis memberikan anestesi sebelum mengeluarkan sebuah peluruh yang bersarang di perut bagian bawah dan 2 peluruh di bagian dadanya.
setelah beberapa jam menunggu di kursi kayu yang menghadap ke arah pintu kamar. Akhirnya intan dapat menghela napas lega saat irma keluar dan melangkah ke arahnya.
"bagaimana keadaannya?" tanya intan dengan wajah penasarannya.
"apa kalian buronan polisi?" tanya irma tak berniat menjawab pertanyaan intan. Dia tidak ingin polisi menemukan tempat persembunyiannya setelah berhasil mengelabui polisi selama beberapa tahun.
"tidak" jawab intan dengan wajah kesalnya.
"apa kau sudah menyiapkan pembayarannya?" tanya irma kembali berjalan ke arah ruangan yang bersebelahan dengan intan.
"tentu, kau tenang saja. seperti biasa bukan" ucap intan mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.
"bagus, apa kau pernah ke sini sebelumnya?" tanya irma yang datang membawa teko berisi teh hangat dan 2 cangkir di atas nampan.
"tidak juga, seseorang pernah memberitahu tentangmu dan juga tentang bisnismu" jelas intan menyeruput teh yang di sodorkan irma padanya. Meski sebenarnya Aster sangat akrab dengan tempat ini sebelumnya. terkadang saat mengalami kecelakaan dalam misinya dia akan berlari ke sini untuk mendapat pengobatan dari irma.
"seberapa banyak yang orang itu katakan" ucap irman dengan tatapan tajamnya. Dia tak ingin dirinya terekspos ke dunia luar sedikitpun.
"tenang saja orang itu juga sudah tiada dan mungkin hanya padaku dia menceritakan tentangmu. Karena dia tak punya teman maupun keluarga" jelas intan kembali menyeruput teh itu untuk menghangarkan tubuhnya.
"baguslah" ucap irma tersenyum ke arah intan. Senyum yang seakan menyatakan agar intan tak mengumbar tentang dirinya.
"apa kau butuh air hangat?" tanya irma menatap lutut dan lengan intan yang sedikit memar
"tidak perlu, aku tidak punya banyak uang untuk membayar mu" ucap intan kembali mengambil ponselnya yang tergeletak di sudut meja.
"sudah ku transfer" kata intan menunjukkan bukti transfer yang terpampang jelas di layarnya.
"oh kau cukup bermurah hati rupanya" ujar irma menatap nominal di sana. Nominal yang mungkin akan membuat intan sedikit berhemat beberapa minggu bahkan sampai dia berhasil menjatuhkan darwin nanti.
"baiklah aku akan istirahat, kau tunggu saja hingga pria itu kembali sadar dan jangan menggangguku" jelas irma melangkah ke kamar lainnya meninggalkan intan yang masih menikmati teh dihadapannya.
...****************...
Drttt drttt drttt
dering ponsel intan yang membangunkan intan dari tidurnya.
"hmm, kenapa?" tanya intan setelah panggilan tersambung sesekali meregangkan otot - ototnya yang terasa kaku karena tidur di atas kursi kayu panjang yang tak beralaskan apapun.
"aku menginap di rumah temanku. Mungkin sore nanti baru bisa balik" ucap intan mengucek matanya yang terasa berat untuk terbuka.
"iya aku tahu" kata intan sebelum menutup panggilan tersebut. Mengalihkan pandangannya ke arah jendela kaca yang masih tertutup rapi dengan tirainya.
"sepertinya besok akan melelah" monolog intan mengingat hari ini dirinya kembali bolos. entah hukuman apa yang akan dia dapat di sekolah besok. Intan menatap ponselnya kembali, menggeser - geser bilah layarnya. Meski terdapat beberapa pesan di sana namum dia enggan membukanya.
"apa dia belu sadar juga?" tanya intan mengalihkan pandangannya pada tempat tidur di mana seorang pria masih nyaman terbaring dalam tidurnya.
"hei! tuan cepatlah sadar. Aku harus segera kembali untuk mempersiapkan tubuhku untuk di hukum besok" ujar intan mendekat ke arah tempat tidur itu. Memindahi pria itu dari atas kepala hingga ke ujung kepalanya.
drttt drttt drttt
dering ponsel intan kembali
"apa?" tanya intan kembali melangkah ke arah kursi kayu
"kau tak perlu khawatir pada motormu, nanti juga akan ku kembalikan" ucap intan malas meladeni abraham yang hanya membuat moodnya kurang baik saja.
"dasar pria bodoh" umpat intan setelah menutup panggilan itu sepihak.
sedangkan pria itu hanya diam menutup matanya. Berusah mengamati wanita yang pertama dia lihat saaat sadarkan diri beberapa jam lalu. pria itu cukup hati - hati dalam bertindak. Dia terus pura - pura tertidur dengan terus mengamati yang dilakukan wanita itu. Dia tak bisa begitu saja percaya dengan orang luar secepat itu. Bisa saja wanita itu salah satu musuhnya yang sedang mempersiapkan strateginya untuk menghancukan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Dian Soedarminto
wow....mudah2an orang baik...bia bantu Intan untuk mslhnya😁
2024-03-30
0