Perayaan Pernikahan

Di sebuah hotel mewah yang berkilauan di tengah kota, sebuah pesta pernikahan berlangsung dengan penuh kemeriahan. Ruangan itu dipenuhi para tamu undangan, terdiri dari tokoh-tokoh ternama dari dunia hiburan dan bisnis. Orang-orang terpandang yang mengenakan pakaian elegan, memamerkan tas-tas bermerk, perhiasan mahal, dan senyuman yang disulam dengan kecanggihan.

"Selamat, Tuan Darwin! Saya merasa sangat terhormat bisa menghadiri pernikahan yang begitu meriah ini," ucap seorang pria paruh baya, matanya bersinar mengagumi kemewahan acara itu.

"Ah, Tuan Riko terlalu berlebihan. Silakan nikmati jamuannya," balas Darwin dengan senyum lebar yang seakan terpahat di wajahnya. Di sampingnya, Liliana, pengantin wanita, tersenyum anggun sambil menyapa tamu-tamu yang datang, menikmati hari bahagianya yang dipenuhi pujian.

Musik romantis mengalun lembut di ruangan itu, memperkuat suasana penuh keanggunan. Para tamu tampak larut, berbincang dengan senyum lebar, berbagi cerita dan tawa. Hingga akhirnya, seorang perempuan muda naik ke panggung dengan gitar di tangan. Suara Intan menggema, membawakan lagu "Karena Cinta" yang penuh kehangatan, mengundang lirikan dari tamu-tamu yang tak familiar dengan bahasa yang ia nyanyikan, namun terpesona oleh ketulusan suara itu.

Setelah lagu usai, Intan turun dari panggung. Langkahnya mantap menuju Darwin dan Liliana, yang saat itu sedang berbincang dengan beberapa tamu.

“Selamat, Tante. Yang kau inginkan sudah kau dapatkan.” Intan mengulurkan tangannya kepada Liliana, suaranya tenang namun sarat makna.

“Terima kasih, Intan, atas kedatanganmu,” balas Liliana, tersenyum tipis, meski sorot matanya menunjukkan sedikit kebingungan dan kewaspadaan.

"Selamat, Tuan Darwin." Intan mengulurkan tangan kepada ayahnya tanpa embel-embel "Ayah" dalam ucapannya, nada suaranya terkesan formal namun dingin.

“Maaf, aku tak bisa membawa hadiah mewah untuk pernikahan kalian,” lanjutnya, tersenyum hambar. Matanya melirik tumpukan hadiah mewah di samping panggung. Berlian, lukisan, bahkan beberapa barang antik berharga fantastis yang diberikan oleh teman-teman dekat Darwin.

“Tapi, hadiah yang kubawa ini mungkin yang paling kalian inginkan,” tambahnya, matanya menatap tajam ke arah Darwin dan Liliana, tatapannya penuh arti.

“Sekali lagi, selamat, Tante Liliana. Kau sudah resmi menjadi Nyonya Darwin, istri satu-satunya milik Tuan Darwin.” Ucapan itu mengambang di udara, membuat Liliana sedikit mengerutkan kening, bingung akan makna di balik kalimat Intan. Namun Darwin, yang lebih memahami arah perkataan putrinya, hanya tersenyum puas.

“Tentu saja, Intan. Ayah akan tetap bertanggung jawab padamu, asalkan kau bersedia meninggalkan Windana dan tinggal bersama kami,” ucap Darwin, senyum di wajahnya makin mengembang, seolah-olah ia menawarkan sebuah kesepakatan yang tak bisa ditolak.

Intan menghela napas, lalu tersenyum mengejek. “Tawaran yang menarik. Tapi sayang sekali, tetap bersama Windana, dalam keadaan apa pun, jauh lebih menarik bagi kami.”

Ia mengucapkan kata-kata itu tanpa ragu, menatap Darwin dan Liliana dengan tatapan tajam. “Sekali lagi, aku mengucapkan selamat. Aku juga mewakili Bunda dan kedua kakakku, yang tentu tidak akan hadir.”

Tanpa menunggu reaksi dari keduanya, Intan berbalik dan mulai melangkah menjauh dari pasangan pengantin itu. Namun, sebelum ia benar-benar pergi, ia berhenti dan menoleh kembali, suaranya sedikit lebih keras, cukup untuk menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.

“Oh, dan selamat juga atas kehamilan Anda, Nyonya Darwin.” Ucapan itu meluncur dengan lembut, namun menghantam Liliana bagaikan angin dingin yang menerpa wajah. Liliana menegang, wajahnya seketika berubah pucat, menatap suaminya dengan tatapan penuh pertanyaan, seolah meminta penjelasan atas pernyataan mendadak itu.

Seorang pria lain yang melihat adegan itu mendekat, mencoba membuka pembicaraan dengan Darwin. “Sepertinya dia keluarga Anda, Tuan Darwin?” tanyanya dengan rasa penasaran yang tersirat.

“Oh, Tuan Regan. Benar, dia putri saya dari pernikahan pertama saya,” jelas Darwin, berusaha menjaga nada tenangnya, meskipun pernyataan Intan tadi sedikit mengguncang suasana.

Pria yang bernama Regan itu mengangguk, memperhatikan sekeliling dengan sorot mata tajam. “Sepertinya hanya dia satu-satunya keluarga Anda yang hadir di acara ini, ya?” katanya, mengamati dengan seksama, mencari tanda-tanda lain dari kehadiran keluarga lama Darwin.

Darwin tertawa kecil, berusaha menyembunyikan rasa tak nyaman di balik senyumannya. “Tentu saja, Tuan Regan. Kebetulan putri saya sedang sibuk, tapi saya sangat beruntung dia bisa meluangkan waktu untuk datang,” jawabnya, menambahkan senyuman hangat, seakan ingin meyakinkan bahwa segala sesuatunya baik-baik saja.

Ia melingkarkan tangannya di pinggang Liliana, menatapnya dengan kehangatan palsu yang terpancar. “Bukan begitu, sayang?” tanyanya pada Liliana, yang saat itu hanya bisa tersenyum kaku sambil mencoba mengendalikan ketegangan di wajahnya.

“Tentu, sayang. Dia anak yang berbudi luhur,” jawab Liliana, memaksakan senyum yang terasa getir, menatap Regan dengan pandangan penuh basa-basi.

...****************...

Di sisi lain, Intan melangkah keluar dari hotel, menghirup udara malam dengan penuh kepuasan, seolah baru saja melepaskan beban yang selama ini membebaninya. Ia menatap langit malam, tersenyum tipis, merasakan kemenangan kecil setelah berhasil mengguncang pesta yang dianggapnya penuh kepalsuan.

Tanpa menoleh lagi ke arah hotel, Intan berjalan menyusuri jalanan yang sepi, diiringi oleh cahaya lampu kota yang berpendar lembut. Hatinya penuh tekad untuk terus berjuang demi ibunya dan kedua kakaknya. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang kerap kali menghakimi tanpa ampun, ia sadar bahwa keluarganya adalah harta paling berharga yang dimilikinya.

...****************...

Langit malam berhiaskan bintang menambah kesan dingin halaman depan rumah itu, namun suasana di dalamnya tak seindah langit yang tampak tenang. Di pekarangan rumah, terdengar suara tamparan yang memecah keheningan. Intan terdiam, tangannya menyentuh pipi yang memerah, menatap kosong pada kakaknya yang berdiri dengan mata berkilat-kilat marah.

"Gue nggak nyangka lo seberengsek itu sekarang," ucap Abraham tajam, sorot matanya penuh kekecewaan yang dalam.

Intan tetap terdiam, berusaha menelan sakit dan rasa getir yang menggenang di hatinya. Namun, amarah Abraham terus mengalir.

“Masih berani lo pulang setelah lo nyalamin pria itu? Atau lo ke sini cuma buat ngambil barang-barang lo, trus tinggal di rumah mewahnya? Hidup bahagia tanpa kami, tanpa Bunda di dalamnya?” Suara Abraham bergetar, mencerminkan emosi yang tak terbendung. Padahal, Intanlah yang membawa surat gugatan cerai yang sudah ditandatangani oleh Windana, ibunya, untuk Darwin, ayah mereka.

"Lo pengecut," gumam Intan pelan, masih mengelus pipinya yang terasa panas dan perih.

"Ya, gue pengecut karena nampar cewek. Tapi lo lebih rendah dari itu," sahut Abraham dengan nada mengejek, matanya tak lepas menatap Intan. "Lo ninggalin Bunda di saat paling buruknya. Bener-bener nggak punya hati!"

Intan hendak menjawab, namun langkah cepat Devano menghentikan pertengkaran mereka. Kakak tertua mereka, yang selama ini menjadi penyangga bagi keluarganya, berdiri di antara mereka berdua, tampak lelah namun tegas.

"Apa yang kalian ributin lagi?” tanya Devano, nadanya penuh kesabaran yang hampir terkikis. Dia tahu betapa keras kepala adik-adiknya, namun situasi ini lebih sulit dari biasanya.

"Sudahlah, jangan bertengkar terus. Bunda pasti makin terpuruk kalau tau kalian terus berantem begini,” tambahnya sambil memijat kening yang terasa berdenyut hebat, kepalanya penuh dengan beban masalah yang bertumpuk. “Kita nggak bisa terus begini. Kita harus kuat buat Bunda.”

"Tapi, Kak, aku nggak salah! Intan itu jelas-jelas udah mengkhianati kita! Dia lebih milih ayah!” ucap Abraham dengan nada penuh pembelaan, melirik Intan dengan sorot yang penuh kecurigaan. Menurutnya, tindakan Intan yang menghadiri pernikahan Darwin sama saja dengan menerima keadaan dan membiarkan Bunda terluka.

Intan menghela napas panjang. “Kak, aku capek,” ucapnya lirih pada Devano, menghindari tatapan Abraham yang masih menyala-nyala. "Aku masuk duluan." Tanpa penjelasan lebih lanjut, Intan berbalik dan berjalan menuju pintu, membiarkan perasaannya yang terombang-ambing tanpa perlu pembelaan.

Devano mengangguk, mengerti bahwa Intan butuh waktu untuk menyendiri. "Istirahatlah, besok pasti akan lebih sibuk dari hari ini," katanya lembut, matanya masih mengawasi Intan sampai gadis itu menghilang di balik pintu.

Namun, Abraham tak puas. “Kak Anno, apa yang kau lakukan?” tanyanya kecewa, melihat sikap kakaknya yang malah membiarkan Intan pergi begitu saja tanpa memberikan penjelasan pada mereka.

Devano menghela napas, menatap adiknya dengan sabar. "Bram, jangan ganggu Intan. Dia sudah berusaha banyak buat nyelamatin kita,” ucapnya pelan, sorot matanya penuh pengertian.

“Nyelamatin?” tanya Abraham, bingung.

Devano mengangguk, menepuk bahu adiknya. “Iya, dia yang berusaha keras selama ini untuk melindungi kita dari keserakahan Ayah. Sementara kita sibuk menyalahkannya, dia yang di belakang layar bekerja keras buat mempertahankan hak kita.”

Abraham terdiam, kata-kata Devano mulai menggerus amarah yang tadi memenuhi hatinya. "Apa maksud Kakak?”

“Intan sudah menyusun banyak rencana, Bram. Hari ini seorang pengacara hebat datang ke rumah untuk menyampaikan persiapan Intan yang dia atur diam-diam buat kita,” jelas Devano, suaranya rendah namun mantap. “Dia nggak tinggal diam, Bram. Justru dia mengorbankan perasaannya untuk menghadapi semua ini sendiri.”

Abraham perlahan menundukkan kepalanya, rasa bersalah merayapi pikirannya. Tiba-tiba, semua amarahnya tadi terasa tak beralasan.

“Besok, lo bakal ngerti semuanya. Sekarang, istirahatlah,” ujar Devano lembut, kembali menepuk bahu Abraham. Meskipun masih menyisakan kegundahan, Abraham mulai merasa tenang, hatinya sedikit lebih ringan.

“Bukankah besok semuanya akan jadi milik Ayah?” gumam Abraham, meski suaranya mulai melemah. Di lubuk hatinya, dia sudah pasrah, siap untuk kehilangan segalanya rumah, kemewahan, bahkan mungkin kenangan akan keluarga yang utuh.

Devano tersenyum tipis. “Tenang saja. Kita nggak akan kehilangan apapun yang berharga. Kita cuma kehilangan satu hal: sosok Ayah yang sebenarnya nggak lagi ada buat kita,” jawabnya dengan nada hangat yang penuh keyakinan. Dia tahu betapa dalam kekhawatiran adiknya, namun besok, semua akan berubah.

...****************...

Di kamar, Intan merenung di dalam bathtub, air hangat mengelilinginya, mencoba melepaskan ketegangan yang menjerat otot-ototnya. Sejak hari-hari penuh konflik ini dimulai, pikirannya tak pernah benar-benar tenang. Di balik rencananya yang matang, tetap ada kekhawatiran yang sulit dia hilangkan.

Intan teringat pada pernikahan ayahnya tadi. Meski ia hadir dengan tujuan yang jelas, tetap ada rasa perih yang merasuk, mengingat ayahnya telah memilih jalan yang meninggalkan keluarganya. Namun, lebih dari rasa sakitnya sendiri, ia bertekad melakukan apapun demi ibunya dan kakak-kakaknya. Ia ingin mengembalikan hak-hak mereka, memastikan bahwa kehidupan mereka tetap terlindungi.

Besok adalah hari yang menentukan, dan Intan tahu dirinya harus kuat. Bagaimanapun, ia siap menghadapi apa yang akan datang, yakin bahwa selama keluarganya bersama, tak ada yang tak mungkin.

Terpopuler

Comments

istrinya kim dokja♡´・ᴗ・`♡

istrinya kim dokja♡´・ᴗ・`♡

abraham nya bego, bisanya cma marah"

2024-04-28

0

Dian Soedarminto

Dian Soedarminto

lanjottt

2024-03-30

0

lihat semua
Episodes
1 A09S
2 Kecelakaan
3 Masa Koma
4 Ingatan
5 Keluarga yang kaku
6 5 Shoot
7 Perbuatan Curang Darwin
8 Persiapan
9 Balapan
10 Menabrak Pria Asing
11 Mulai Menemukan Kejanggalan
12 Beberapa Butir
13 Mempersiapkan Rencana Selanjutnya
14 Kekuatan dan keteguhan yang baru
15 Gugatan Cerai
16 Perayaan Pernikahan
17 Perjanjian Pranikah
18 Kejutan tak terduga
19 Balapan II
20 Pelabuhan
21 Makam Aster
22 Kejanggalan
23 Berteman
24 Makan malam
25 Permainan licik
26 Melindungi
27 Permintaan Lathan
28 Penyerangan Hacker
29 Masalah
30 Kemunculan Rendra
31 Kebenaran
32 Masalah lain
33 Lebih Serius
34 Masalah yang tersembunyi
35 Fakta di balik kecelakaan Intan
36 Tuduhan pada Abraham
37 Makan siang bersama
38 Apartemen Lathan
39 Tidak akan melepaskan lagi
40 Mencuri Bukti
41 Benang merah
42 Hanya rasa kasihan
43 Rencana Edo
44 Keyakinan Intan
45 Terlalu berambisi
46 Kepercayaan
47 Pantauan Abraham
48 Caitlyn
49 Penyadapan ponsel
50 Pengejaran Intan
51 Keyakinan yang tergoyahkan
52 Pentas Seni
53 Pentas Seni II
54 Pentas Seni III
55 Terkunci sendirian
56 Perubahan rencana
57 Caitlyn kembali
58 Pesta penyambutan
59 Langkah terakhir menghadapi Edo
60 Bersiap menghadapi Clara
61 Hari yang melelahkan
62 Persiapan pesta penyambutan
63 Tuduhan Clara pada Abraham
64 Peringatan Lathan
65 Membawa Owen
66 Perdebatan dengan Devano
67 Pekerjaan sampingan
68 Berusaha menghindari masalah kedepannya
69 Keadaan owen
70 Ajakan Riel
71 Menyiapkan rencana
72 Mempersiapkan diri
73 Beraksi bersama Riel
74 Dendam yang harus dibayarkan
75 Merasa gusar
76 Kepercayaan yang retak
77 Rumah baru
78 Rencana alat penyadap
79 Tetap menjadi saudara
80 Meretas sistem
81 Mimpi yang mencekam
82 Latihan bela diri
83 hal yang tersembunyi
84 menyusun rencana bersama Abraham
85 Balas budi
86 Berita kematian Intan
87 Hukuman untuk Caitlyn
88 Perasaan yang tertinggal
89 Makan malam berbau bisnis
90 Sosok kakak yang baik
91 Kecurigaan Abraham
92 Karyawan Magang
93 Hary
94 Potret yang hampir memudar
95 Di Bawah Langit Malam
96 Foto Keluarga Elvard
97 Penyerangan Yang Gagal
98 Peringatan
99 Misteri Maya
100 Terpilih, Terus Terluka
101 Meninggalkan Bayang-Bayang
102 Mengambil Langkah Mundur
103 Sesuatu Yang Lebih Tenang
104 Pertemuan Lathan Dengan Alea
105 Dua Dunia
106 Flash Drive
107 Menyelamatkan Abraham
108 Memulai Penyelidikan Bersama
109 Dua Video yang berbeda
110 Kerja Sama Reksa dan Baron
111 Kembali Terjebak
112 Pertaruhan Nyawa
113 Kilasan Balik
114 Merencakan Hal Besar
115 Mengambil Dokumen
116 Kejutan Besar
117 Kejutan Besar II
118 Rumah sakit (Fajar)
119 Sebuah Jawaban
120 Desa Laran
121 Malam Hari Di Pedesaan
Episodes

Updated 121 Episodes

1
A09S
2
Kecelakaan
3
Masa Koma
4
Ingatan
5
Keluarga yang kaku
6
5 Shoot
7
Perbuatan Curang Darwin
8
Persiapan
9
Balapan
10
Menabrak Pria Asing
11
Mulai Menemukan Kejanggalan
12
Beberapa Butir
13
Mempersiapkan Rencana Selanjutnya
14
Kekuatan dan keteguhan yang baru
15
Gugatan Cerai
16
Perayaan Pernikahan
17
Perjanjian Pranikah
18
Kejutan tak terduga
19
Balapan II
20
Pelabuhan
21
Makam Aster
22
Kejanggalan
23
Berteman
24
Makan malam
25
Permainan licik
26
Melindungi
27
Permintaan Lathan
28
Penyerangan Hacker
29
Masalah
30
Kemunculan Rendra
31
Kebenaran
32
Masalah lain
33
Lebih Serius
34
Masalah yang tersembunyi
35
Fakta di balik kecelakaan Intan
36
Tuduhan pada Abraham
37
Makan siang bersama
38
Apartemen Lathan
39
Tidak akan melepaskan lagi
40
Mencuri Bukti
41
Benang merah
42
Hanya rasa kasihan
43
Rencana Edo
44
Keyakinan Intan
45
Terlalu berambisi
46
Kepercayaan
47
Pantauan Abraham
48
Caitlyn
49
Penyadapan ponsel
50
Pengejaran Intan
51
Keyakinan yang tergoyahkan
52
Pentas Seni
53
Pentas Seni II
54
Pentas Seni III
55
Terkunci sendirian
56
Perubahan rencana
57
Caitlyn kembali
58
Pesta penyambutan
59
Langkah terakhir menghadapi Edo
60
Bersiap menghadapi Clara
61
Hari yang melelahkan
62
Persiapan pesta penyambutan
63
Tuduhan Clara pada Abraham
64
Peringatan Lathan
65
Membawa Owen
66
Perdebatan dengan Devano
67
Pekerjaan sampingan
68
Berusaha menghindari masalah kedepannya
69
Keadaan owen
70
Ajakan Riel
71
Menyiapkan rencana
72
Mempersiapkan diri
73
Beraksi bersama Riel
74
Dendam yang harus dibayarkan
75
Merasa gusar
76
Kepercayaan yang retak
77
Rumah baru
78
Rencana alat penyadap
79
Tetap menjadi saudara
80
Meretas sistem
81
Mimpi yang mencekam
82
Latihan bela diri
83
hal yang tersembunyi
84
menyusun rencana bersama Abraham
85
Balas budi
86
Berita kematian Intan
87
Hukuman untuk Caitlyn
88
Perasaan yang tertinggal
89
Makan malam berbau bisnis
90
Sosok kakak yang baik
91
Kecurigaan Abraham
92
Karyawan Magang
93
Hary
94
Potret yang hampir memudar
95
Di Bawah Langit Malam
96
Foto Keluarga Elvard
97
Penyerangan Yang Gagal
98
Peringatan
99
Misteri Maya
100
Terpilih, Terus Terluka
101
Meninggalkan Bayang-Bayang
102
Mengambil Langkah Mundur
103
Sesuatu Yang Lebih Tenang
104
Pertemuan Lathan Dengan Alea
105
Dua Dunia
106
Flash Drive
107
Menyelamatkan Abraham
108
Memulai Penyelidikan Bersama
109
Dua Video yang berbeda
110
Kerja Sama Reksa dan Baron
111
Kembali Terjebak
112
Pertaruhan Nyawa
113
Kilasan Balik
114
Merencakan Hal Besar
115
Mengambil Dokumen
116
Kejutan Besar
117
Kejutan Besar II
118
Rumah sakit (Fajar)
119
Sebuah Jawaban
120
Desa Laran
121
Malam Hari Di Pedesaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!