Balapan

Intan duduk termenung di bangku taman, memandang orang-orang yang berlalu lalang di hadapannya. Wajahnya tampak tenggelam dalam bayang-bayang pemikiran yang berat.

"Apakah semua akan baik-baik saja?" gumamnya perlahan, sebuah monolog yang hanya didengar oleh dirinya sendiri. Rasa cemas dan kebingungan bercampur jadi satu.

Sejak dirinya terlibat dalam urusan keluarga barunya, segalanya semakin rumit. Apa yang awalnya tampak sederhana kini berubah menjadi beban yang terus menghimpitnya. Meski begitu, hatinya berbisik bahwa ia harus bertahan.

Intan awalnya berniat langsung ke sekolah setelah bertemu Devano, tetapi waktu tidak lagi di pihaknya. Jika ia tetap memaksakan diri, ia pasti akan terlambat dan mendapat hukuman lagi. "Apa aku harus terlibat sejauh ini?" pikirnya sambil menatap foto-foto dan berkas-berkas yang baru saja dikirimkan oleh "L" beberapa waktu lalu. Nama itu terlintas dengan misterius di pikirannya, membuat rasa ingin tahunya semakin kuat, meskipun ia tahu risiko besar yang menyertainya.

"Sudahlah, aku harus segera bertindak. Lagipula, bukankah aku sudah terlanjur masuk terlalu dalam?" ujarnya sambil bangkit dari bangku taman. Dalam hatinya, Intan tahu bahwa semakin ia melangkah, semakin sulit baginya untuk mundur.

Intan melangkah cepat menuju butik terdekat, mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian yang lebih kasual namun tetap elegan. Berjalan-jalan dengan seragam SMA di tempat umum membuatnya merasa tak nyaman, terutama saat perhatian orang-orang mulai tertuju padanya.

Setelah berganti pakaian, Intan bergegas menuju sebuah kafe modern yang sering ia datangi. Kafe itu memiliki nuansa kekinian dengan area indoor yang cozy serta outdoor yang berpanorama indah. Letaknya yang strategis membuat kafe tersebut selalu ramai, memberikan kesan dinamis yang mampu menyembunyikan kehadirannya di sana.

Begitu tiba, Intan segera memilih tempat di sudut ruangan, jauh dari pusat perhatian namun cukup terbuka untuk mengamati. Pandangannya luas, tanpa ada halangan untuk mengawasi gerak-gerik setiap orang yang masuk. Ia mengangkat tangan dan memanggil seorang pelayan.

"Kak, pesan satu latte dan roti bakar, ya," ucapnya, tersenyum samar pada pelayan yang mencatat pesanan dengan cekatan.

"Baik, mohon tunggu sebentar," balas pelayan tersebut sambil berlalu.

Intan membuka notebook kecilnya dan menulis beberapa catatan penting. Belum beberapa menit berlalu, sosok yang ia tunggu akhirnya muncul. Jantungnya berdegup cepat, namun ia berusaha keras menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang. Orang yang menjadi target pengawasannya melangkah masuk ke kafe dengan santai, seperti tidak menyadari bahwa dirinya sedang diawasi.

Intan mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan semangat yang tiba-tiba muncul. Ia merasa sedang berada di persimpangan; setiap keputusan yang diambilnya saat ini bisa berakhir baik atau justru membawanya ke masalah yang lebih besar.

Orang itu memesan sesuatu di meja kasir, lalu memilih duduk tidak jauh darinya, dengan posisi yang memungkinkan Intan untuk mengamati tanpa harus terlihat mencolok. Seperti deja vu, pemandangan yang kemarin ia lihat kini kembali terulang di depan matanya. Ia tahu bahwa semua ini adalah bagian dari permainan besar yang tak sepenuhnya ia pahami. Dan meski tidak tahu bagaimana akhirnya, Intan merasa ada sesuatu yang menariknya untuk tetap terlibat, entah sampai kapan.

"Mas, bisa nggak sih rencana pernikahan kita dipercepat?" suara lembut Liliana terdengar mengandung nada mendesak, namun tetap tenang. Intan mengerutkan kening, mengingat kembali perlakuan Darwin kepada Windana sangat berbeda jauh dengan perlakuannya pada Wanita simpanannya.

Darwin tampak menarik napas dalam-dalam, mencoba memahami keinginan kekasihnya. "Sabar, sayang. Masih banyak kerjaan yang harus aku selesaikan di kantor," jelasnya dengan nada pelan, berusaha membuat Liliana memahami kondisinya.

"Apanya yang susah, Mas? Kita bisa pakai jasa WO. Kita tinggal datang dan semuanya beres," balas Liliana dengan mata berkilat penuh keyakinan. Rasa kesalnya semakin tampak, tetapi ia masih berusaha terlihat manis. Bagi Liliana, rencana pernikahan ini tak boleh lagi ditunda-tunda.

Namun, ada kekhawatiran lain yang melintas di wajah Liliana, dan Intan dapat melihatnya dengan jelas. Liliana menghela napas, lalu berkata dengan nada yang lebih serius, "Aku nggak mau perutku membesar duluan sebelum kita menikah. Entah apa yang akan dikatakan orang-orang tentang anak kita nanti, Mas."

Perkataan Liliana membuat Intan tertegun. Pernikahan ini ternyata bukan hanya sekadar tentang cinta, tapi juga tentang rahasia yang lebih dalam. Liliana berbicara dengan nada tegas, seolah tak ingin ada yang berani menentang keinginannya. Intan merasa perutnya melilit mendengar percakapan itu. Betapa mudahnya bagi wanita itu untuk mengabaikan kenyataan bahwa ayahnya masih memiliki keluarga lain.

Darwin terlihat menyerah pada desakan kekasihnya. Dengan nada lelah namun penuh kepastian, dia berkata, "Baiklah, sayang. Bagaimana kalau bulan depan? Kita bisa mulai rencananya."

Liliana menatap Darwin, matanya berbinar penuh harap. "Benarkah, sayang?" tanyanya dengan wajah tak percaya, jemarinya menggenggam erat tangan Darwin seolah mencari kepastian lebih dari sekadar kata-kata. Intan memerhatikan bagaimana pandangan Liliana penuh cinta, seolah-olah Darwin adalah pusat dari segala keinginannya.

"Iya, sayang. Untuk WO-nya, kau bisa yang handle, kan?" jawab Darwin dengan senyum hangat yang membuat Liliana semakin berseri. Senyuman itu, senyum hangat yang seharusnya bisa Intan lihat di rumah, kini hanya bisa ia saksikan diberikan pada perempuan lain.

"Tentu, sayang. Kau bisa percayakan semuanya padaku," jawab Liliana mantap, seolah dunia di sekeliling mereka tak lagi berarti apa-apa. Keceriaan itu mengiris hati Intan, yang duduk menyaksikan dua orang itu dengan pandangan nanar, seolah mereka tak sadar akan luka yang mereka tinggalkan di hati keluarganya.

"Apa kau sebahagia itu setelah merebut kebahagiaan orang lain?" batin Intan dalam hati, amarahnya mendidih. Ia ingin melangkah pergi, namun merasa masih memerlukan informasi lebih. Intan menggigit bibirnya, menahan perasaan yang berkecamuk dalam dada.

Sambil terus menulis di notebook-nya, Intan sadar bahwa kisah ini bukan hanya tentang perselingkuhan ayahnya. Ini tentang pengkhianatan, kepalsuan, dan luka yang dirasakan seorang anak yang berusaha memahami betapa sulitnya dunia orang dewasa. Di tengah kafe yang ramai itu, Intan menyaksikan adegan yang baginya seolah-olah menyayat lembaran terakhir dari kepingan keluarganya.

...****************...

Intan menatap layar ponselnya, ragu-ragu sebelum akhirnya mengangkat panggilan dari Deki.

"Kenapa kau menghubungiku malam-malam begini?" tanyanya dengan nada dingin, namun di dalam hatinya ada sedikit rasa khawatir mengingat Abraham yang belum juga kembali.

"Apa kau bisa ke klub Bulan Biru sekarang?" suara Deki terdengar panik, meskipun tertelan oleh dentuman musik yang kencang di latar belakang. Intan bisa mendengar getaran ketakutan dalam suaranya.

Intan mengerutkan kening, merasa aneh dengan permintaan itu. "Untuk apa aku ke sana? Lagipula, kau tahu kan kita di bawah umur? Tempat seperti itu bukan buat kita."

Deki terdengar menghela napas, berusaha menahan rasa cemasnya. "Br... Bram dalam bahaya. Dia menantang seseorang untuk balapan, tapi dia sudah mabuk. Aku nggak tahu harus menghubungi siapa lagi, sementara Devano tak pernah mengangkat teleponku."

Intan tersentak mendengar nama Abraham. "Bodoh! Oke, aku ke sana sekarang," ucapnya, segera memeriksa jam tangan yang menunjukkan pukul 11 malam. Ia meraih jaket kulitnya, lalu bergegas memanggil supir keluarga untuk mengantarnya.

Setibanya di klub, Intan menemui Deki dan beberapa temannya yang berdiri cemas di area luar. Mereka tampak khawatir dan tidak berdaya, sementara di kejauhan, Abraham terlihat dipapah oleh beberapa pria bertubuh besar.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Intan, suaranya tegas dan penuh kekhawatiran.

Deki menatap Intan dengan raut wajah penuh permohonan. "Mereka nggak akan biarkan kami pergi sebelum taruhan balapan ini selesai. Bram terlalu mabuk untuk bisa mengendarai motor, dan kami... kami nggak punya uang sebesar itu untuk mengganti taruhan."

Intan mendongak, melihat beberapa pria asing yang mulai mengelilingi mereka, tatapan mereka tajam dan menuntut. "Apa taruhannya?" tanyanya, menatap Deki dengan penuh tekad.

"Taruhannya lima puluh juta," jawab Deki pelan, matanya memelas. Meskipun mereka anak-anak orang berada, uang sebesar itu tetap di luar jangkauan mereka malam ini.

Salah seorang pria, mungkin sedikit lebih tua dari Devano, melangkah mendekat dengan seringai di wajahnya. "Jadi, kalian mau ikut balapan atau menyerahkan uangnya sekarang?"

Intan mengambil napas dalam, menatap pria itu dengan pandangan penuh tekad. "Baiklah, kami ikut," jawabnya mantap, membuat semua yang ada di sana menatapnya dengan terkejut. Bahkan Deki awalnya hanya berharap Intan akan membantu membayar uang taruhan, tetapi sepertinya mereka salah menduga.

"Baik, balapannya di alun-alun kota," jawab pria itu, menantang sambil tersenyum meremehkan.

Intan melangkah mendekati Abraham, yang masih setengah tak sadar, lalu mengambil kunci motor sport dari saku jaketnya. "Pria bodoh! Keadaan sudah rumit begini, kau malah menambah masalah," ucapnya dengan nada tajam. Ia menampar Abraham sekali, membuat teman-temannya terkejut.

"Pak, tolong bawa dia pulang, jangan biarkan Bunda tahu soal ini," ucap Intan pada supirnya. "Aku akan pulang sendiri nanti."

Setelah mengatur keberangkatan Abraham, Intan menatap teman-temannya. "Yang lain, ikut aku," perintahnya dengan nada tegas, lalu berjalan ke arah parkiran, naik ke atas motor sport Abraham. Beberapa pria lawan balapan mereka sudah mendahului menuju alun-alun kota, dan Intan serta teman-temannya mengikuti dari belakang.

Sesampainya di alun-alun, kerumunan orang tampak berkumpul, menambah intensitas suasana. Kedua motor diposisikan berhadapan. Di samping Intan, berdiri lawannya yang terlihat sangat percaya diri. Intan tetap tenang, meskipun ini adalah pertandingan yang berisiko tinggi.

Seorang gadis yang memegang sapu tangan bermotif merah dengan garis hitam berdiri di antara kedua motor. Kerumunan semakin ramai dan sorak-sorai pun terdengar. Lawannya memandang Intan sambil tersenyum miring, tampak seolah-olah sudah tahu hasil akhirnya.

"Bersiap... Satu... Dua... Tiga!" seru gadis itu sambil menjatuhkan sapu tangan, tanda balapan dimulai.

Kedua motor melesat cepat, beradu kecepatan dengan jarak yang sangat tipis. Intan berusaha tetap fokus, memperhitungkan setiap belokan dan menjaga kontrol. Ia tahu bahwa di setiap tikungan, perbedaan kecepatan akan semakin jelas, dan satu kesalahan kecil bisa membuatnya kehilangan kendali.

Mereka memasuki tikungan pertama, dan Intan bisa melihat sekilas lawannya yang tampak sangat mahir mengendalikan motornya. "Bukan lawan yang mudah," pikir Intan, tapi dia tak membiarkan pikirannya goyah. Ia tahu bahwa fokus adalah kunci.

Ketika mereka mendekati garis finish, sorak-sorai semakin ramai. Penonton berkerumun, menantikan siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Kedua motor melesat menuju garis akhir, dengan jarak yang nyaris tak terlihat.

Begitu mereka melewati garis finish, hasilnya begitu tipis sehingga mereka memutuskan untuk meninjau rekaman video salah satu penonton. Saat video diputar ulang, terlihat bahwa Intan berhasil melewati garis finish lebih dulu, hanya dengan selisih detik.

Sorakan terdengar dari arah teman-temannya. "Yes! Kita menang!" seru Deki sambil berlari menghampiri Intan yang masih bersandar pada motor.

"Tak kusangka kau sehebat itu!" ujar Wilson sambil menepuk bahu Intan, takjub dengan keberaniannya.

"Bagaimana dengan pembagiannya?" tanya Dion yang sudah tidak sabar ikut merayakan kemenangan.

Tiba-tiba, pria lawannya, Reksa, mendekat dan mengulurkan tangan, senyum tipis terukir di wajahnya. "Selamat! Kau hebat juga. Lain kali, mungkin kita bisa adu ulang?"

Intan menerima uluran tangan itu, lalu tersenyum tipis. "Tentu. Aku akan menunggu kabarmu."

Setelah beberapa perpisahan singkat, Intan menghidupkan motor dan mengenakan helmnya. "Aku harus segera pulang. Soal pembagian, kalian bisa diskusikan dengan Abraham, bagaimanapun ini motor miliknya."

Deki dan teman-temannya tersenyum, mempersilakan Intan untuk berlalu lebih dulu. "Sampai jumpa di sekolah besok!" seru mereka, melambaikan tangan saat Intan meninggalkan tempat itu dengan motor yang mengeluarkan deru menggelegar. Di sepanjang jalan pulang, Intan merasakan adrenalin yang perlahan-lahan mereda. Meskipun tubuhnya lelah, ada perasaan lega karena berhasil menyelamatkan Abraham sekaligus meluapkan perasaannya yang mengganggu hatinya setelah mendengar percakapan di Kafe.

Terpopuler

Comments

Nova Junita

Nova Junita

Ya juga yaaaa. Knp gak ada yg bingung dengan perubahan si intan ya???

2024-08-21

0

Dian Soedarminto

Dian Soedarminto

keluarga unik

2024-03-30

0

Firdaicha Icha

Firdaicha Icha

iya.. tidak ada kaget2nya.. heran2nya keluarga n teman sekolahnya.

2024-03-03

0

lihat semua
Episodes
1 A09S
2 Kecelakaan
3 Masa Koma
4 Ingatan
5 Keluarga yang kaku
6 5 Shoot
7 Perbuatan Curang Darwin
8 Persiapan
9 Balapan
10 Menabrak Pria Asing
11 Mulai Menemukan Kejanggalan
12 Beberapa Butir
13 Mempersiapkan Rencana Selanjutnya
14 Kekuatan dan keteguhan yang baru
15 Gugatan Cerai
16 Perayaan Pernikahan
17 Perjanjian Pranikah
18 Kejutan tak terduga
19 Balapan II
20 Pelabuhan
21 Makam Aster
22 Kejanggalan
23 Berteman
24 Makan malam
25 Permainan licik
26 Melindungi
27 Permintaan Lathan
28 Penyerangan Hacker
29 Masalah
30 Kemunculan Rendra
31 Kebenaran
32 Masalah lain
33 Lebih Serius
34 Masalah yang tersembunyi
35 Fakta di balik kecelakaan Intan
36 Tuduhan pada Abraham
37 Makan siang bersama
38 Apartemen Lathan
39 Tidak akan melepaskan lagi
40 Mencuri Bukti
41 Benang merah
42 Hanya rasa kasihan
43 Rencana Edo
44 Keyakinan Intan
45 Terlalu berambisi
46 Kepercayaan
47 Pantauan Abraham
48 Caitlyn
49 Penyadapan ponsel
50 Pengejaran Intan
51 Keyakinan yang tergoyahkan
52 Pentas Seni
53 Pentas Seni II
54 Pentas Seni III
55 Terkunci sendirian
56 Perubahan rencana
57 Caitlyn kembali
58 Pesta penyambutan
59 Langkah terakhir menghadapi Edo
60 Bersiap menghadapi Clara
61 Hari yang melelahkan
62 Persiapan pesta penyambutan
63 Tuduhan Clara pada Abraham
64 Peringatan Lathan
65 Membawa Owen
66 Perdebatan dengan Devano
67 Pekerjaan sampingan
68 Berusaha menghindari masalah kedepannya
69 Keadaan owen
70 Ajakan Riel
71 Menyiapkan rencana
72 Mempersiapkan diri
73 Beraksi bersama Riel
74 Dendam yang harus dibayarkan
75 Merasa gusar
76 Kepercayaan yang retak
77 Rumah baru
78 Rencana alat penyadap
79 Tetap menjadi saudara
80 Meretas sistem
81 Mimpi yang mencekam
82 Latihan bela diri
83 hal yang tersembunyi
84 menyusun rencana bersama Abraham
85 Balas budi
86 Berita kematian Intan
87 Hukuman untuk Caitlyn
88 Perasaan yang tertinggal
89 Makan malam berbau bisnis
90 Sosok kakak yang baik
91 Kecurigaan Abraham
92 Karyawan Magang
93 Hary
94 Potret yang hampir memudar
95 Di Bawah Langit Malam
96 Foto Keluarga Elvard
97 Penyerangan Yang Gagal
98 Peringatan
99 Misteri Maya
100 Terpilih, Terus Terluka
101 Meninggalkan Bayang-Bayang
102 Mengambil Langkah Mundur
103 Sesuatu Yang Lebih Tenang
104 Pertemuan Lathan Dengan Alea
105 Dua Dunia
106 Flash Drive
107 Menyelamatkan Abraham
108 Memulai Penyelidikan Bersama
109 Dua Video yang berbeda
110 Kerja Sama Reksa dan Baron
111 Kembali Terjebak
112 Pertaruhan Nyawa
113 Kilasan Balik
114 Merencakan Hal Besar
115 Mengambil Dokumen
116 Kejutan Besar
117 Kejutan Besar II
118 Rumah sakit (Fajar)
119 Sebuah Jawaban
120 Desa Laran
121 Malam Hari Di Pedesaan
Episodes

Updated 121 Episodes

1
A09S
2
Kecelakaan
3
Masa Koma
4
Ingatan
5
Keluarga yang kaku
6
5 Shoot
7
Perbuatan Curang Darwin
8
Persiapan
9
Balapan
10
Menabrak Pria Asing
11
Mulai Menemukan Kejanggalan
12
Beberapa Butir
13
Mempersiapkan Rencana Selanjutnya
14
Kekuatan dan keteguhan yang baru
15
Gugatan Cerai
16
Perayaan Pernikahan
17
Perjanjian Pranikah
18
Kejutan tak terduga
19
Balapan II
20
Pelabuhan
21
Makam Aster
22
Kejanggalan
23
Berteman
24
Makan malam
25
Permainan licik
26
Melindungi
27
Permintaan Lathan
28
Penyerangan Hacker
29
Masalah
30
Kemunculan Rendra
31
Kebenaran
32
Masalah lain
33
Lebih Serius
34
Masalah yang tersembunyi
35
Fakta di balik kecelakaan Intan
36
Tuduhan pada Abraham
37
Makan siang bersama
38
Apartemen Lathan
39
Tidak akan melepaskan lagi
40
Mencuri Bukti
41
Benang merah
42
Hanya rasa kasihan
43
Rencana Edo
44
Keyakinan Intan
45
Terlalu berambisi
46
Kepercayaan
47
Pantauan Abraham
48
Caitlyn
49
Penyadapan ponsel
50
Pengejaran Intan
51
Keyakinan yang tergoyahkan
52
Pentas Seni
53
Pentas Seni II
54
Pentas Seni III
55
Terkunci sendirian
56
Perubahan rencana
57
Caitlyn kembali
58
Pesta penyambutan
59
Langkah terakhir menghadapi Edo
60
Bersiap menghadapi Clara
61
Hari yang melelahkan
62
Persiapan pesta penyambutan
63
Tuduhan Clara pada Abraham
64
Peringatan Lathan
65
Membawa Owen
66
Perdebatan dengan Devano
67
Pekerjaan sampingan
68
Berusaha menghindari masalah kedepannya
69
Keadaan owen
70
Ajakan Riel
71
Menyiapkan rencana
72
Mempersiapkan diri
73
Beraksi bersama Riel
74
Dendam yang harus dibayarkan
75
Merasa gusar
76
Kepercayaan yang retak
77
Rumah baru
78
Rencana alat penyadap
79
Tetap menjadi saudara
80
Meretas sistem
81
Mimpi yang mencekam
82
Latihan bela diri
83
hal yang tersembunyi
84
menyusun rencana bersama Abraham
85
Balas budi
86
Berita kematian Intan
87
Hukuman untuk Caitlyn
88
Perasaan yang tertinggal
89
Makan malam berbau bisnis
90
Sosok kakak yang baik
91
Kecurigaan Abraham
92
Karyawan Magang
93
Hary
94
Potret yang hampir memudar
95
Di Bawah Langit Malam
96
Foto Keluarga Elvard
97
Penyerangan Yang Gagal
98
Peringatan
99
Misteri Maya
100
Terpilih, Terus Terluka
101
Meninggalkan Bayang-Bayang
102
Mengambil Langkah Mundur
103
Sesuatu Yang Lebih Tenang
104
Pertemuan Lathan Dengan Alea
105
Dua Dunia
106
Flash Drive
107
Menyelamatkan Abraham
108
Memulai Penyelidikan Bersama
109
Dua Video yang berbeda
110
Kerja Sama Reksa dan Baron
111
Kembali Terjebak
112
Pertaruhan Nyawa
113
Kilasan Balik
114
Merencakan Hal Besar
115
Mengambil Dokumen
116
Kejutan Besar
117
Kejutan Besar II
118
Rumah sakit (Fajar)
119
Sebuah Jawaban
120
Desa Laran
121
Malam Hari Di Pedesaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!