"Selamat datang kembali nona" ucap seorang pria paruh bayah yang mungkin usianya sudah masuk kepala 5, menyambut kedatangan Intan bersama Windana.
"Bagaimana keadaan nona, Apa sudah lebih baik?" tanya Reval kembali mengikuti langkah majikannya ke dalam rumah.
"Sudah lebih baik, Pak" jawab Intan mengamati sekilas wajah Reval, wajah yang sedikit familiar di dalam ingatannya.
"Apa yang aku pikirkan? Bukankah itu hal yang mustahil!" batin Intan menggelengkan kecil kepalanya, membantah beberapa potong ingatan yang bermunculan.
Saat tersadar kembali beberapa hari yang lalu Aster menyadari jiwanya tidak lagi berada di dalam raganya. Kini dia berada dalam raga gadis yang pernah dia selamatkan dari beberapa pria bajingan. Tepat di hari dirinya mengantar barang untuk terakhir kalinya. Aster juga tidak menduga bahwa hari itu adalah hari terakhirnya menjadi Aster.
"Istirahatlah sayang, Bunda akan ke bawah mempersiapkan makan malam untuk menyambut kepulangan ayahmu nanti" ucap Windana mengusap lembut kepala Intan yang terbaring di atas tempat tidur.
"Baiklah bunda" kata Intan dengan senyum kakunya, masih tidak menyangka kejadian aneh yang terjadi padanya.
"Ahh... aku bahkan sudah berani memanggil wanita ini dengan panggilan bunda" batin Intan menatap Windana. Ada perasaan aneh yang menyeruak di dalam dirinya, menciptakan suasana canggung bagi Intan. Tidak pernah terbayang untuk memiliki seorang malaikat yang menjelma menjadi sosok ibu dalam hidupnya. Perempuan yang akan melindunginya, menyayanginya serta memberikan rasa aman.
"Kurasa kehidupannya cukup memprihatinkan" monolog Intan menatap barang - barang pemilik asli raga itu, mengamati setiap bagian dari ruangan yang lebih dominan berwarna merah dan sedikit warna merah mudah.
3 jam lamanya Intan menggeledah dan memeriksa kamar tersebut. Mencoba mencari beberapa benda yang mungkin akan berguna untuk dirinya kelak. Diawali dari meja belajar, yang di isi beberapa buku pelajaran dan buku bacaan pengembangan diri.
"Apa dia kesepian dalam hidupnya?" tanya intan mendapati beberapa buku yang membahas kesehatan mental serta pengembangan diri.
Berlanjut ke lemari besar yang mengambil banyak ruang. Terlihat di sana beberapa baju yang masih baru mungkin tidak pernah tersentuh dan dibiarkan begitu saja memenuhi ruang.
"Kehidupannya mungkin sangat sederhana" monolog Intan kembali menutup lemari besar itu, tidak memiliki minat dengan pakaian yang terkesan feminim dan glamor.
"Kamarnya cukup nyaman tapi sangat suram" monolog intan kembali memindai seluruh sudut ruangan tersebut. Tidak banyak hiasan dinding maupun benda - benda yang bisa menambah kesan indah.
"Aku butuh berkeliling sebentar" ucap Intan berjalan keluar dari kamarnya yang berada di lantai 2 mansion besar itu.
"Nona apa yang anda lakukan di sini? Apa anda membutuhkan sesuatu?" tanya salah satu pelayan yang tengah membersihkan pajangan porselen dengan corak pemandangan pedesaan dan beberapa tulisan mandarin yang menghiasinya.
"Aku hanya berkeliling sebentar" jawab Intan menghentikan langkahnya, mengamati ruangan yang cukup mewah nan klasik itu.
"Apa perlu saya temani nona" pinta pelayan perempuan itu kembali dengan senyum tipisnya. seluruh pelayan di rumah itu sudah mengetahui tentang kecelakaan yang menimpa Intan. Dan berita tentang Intan yang menderita amnesia ringan.
"Baiklah, kurasa itu cukup baik daripada aku tersesat nantinya" ucap Intan dengan senang hati mengiyakan perkataan pelayan tersebut.
Sepanjang langkah mereka, pelayan itu dengan teliti menjelaskan dan membicarakan sedikit tentang ruangan dan menceritakan sedikit keluarga Hagara. Berharap hal itu bisa membantu nona mudanya memulihkan kembali ingatannya.
"Nona anda sebaiknya segera turun, nyonya dan yang lainnya sudah menunggu di meja makan" ucap pelayan pria menghampiri Intan yang masih termenung di temani pelayan wanita.
...****************...
"Bagaimana perjalanannya, ayah?" tanya Windana membuka percakapan, berusaha mencairkan suasana yang kaku di antara mereka.
"Biasa saja" jawab Darwin drngan nada malas, tidak ingin membahas banyak hal mengenai perjalanan bisnisnya yang dirasa cukup mengurus tenaganya.
Setelah percakapan singkat itu, tidak ada lagi yang bersuara. Hanya suara sendok yang beradu dengan piring menghiasi ruang makan hingga makan malam itu berakhir tanpa kesan apapun.
"Kurasa mereka cukup tertekan dengan kehidupan mewah tapi terlalu dingin ini" Batin Intan berjalan kembali ke kamarnya, menyusuri setiap anak tangga dengan sesekali melirik dan memperhatikan sekitarnya.
"Baiklah! sekarang waktunya istirahat, mungkin besok aku akan membutuhkan lebih banyak tenaga di sekolah" monolog Intan menatap seragam baru yang sudah tergantung rapi di samping meja belajarnya.
"Entah seperti apa rasanya kembali ke bangku putih abu, apa rasanya masih seperti beberapa tahun lalu" kembali intan bermonolog menatap langit - langit kamarnya yang berwarna putih, mengenang masa putih abu yang penuh dengan pemberontakan dan kekerasan.
...****************...
"Silahkan nona, kita harus segera berangkat" ucap supir yang dapat Intan duga sudah memasuki kepala 3, namun masih nampak sehat bugar.
Tanpa menjawab sepatah katapun Intan segera masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan untuk dirinya. Mendudukkan dirinya pada jok belakang kemudian mengambil benda pipih yang baru diberikan Windana padanya semalam.
"Keluarga ini begitu kaku" kata Intan menatap beberapa nomor kontak yang sudah tersimpan pada ponsel barunya. Hanya beberapa nomor kontak yang bisa dihitung dengan jari.
"Baiklah, nona kita berangkat sekarang" ucap sang supir dengan senyum ramahnya setelah menyalahkan mesin mobil yang akan segera dia lajukan menembus jalanan ibu kota yang sudah mulai ramai dengan kendaraan lain.
"Bagaimana dengannya?" tanya Intan menatap ke arah pintu utama dimana Abraham sedang memperbaiki resleting tas ranselnya.
"Tuan Bram biasanya berangkat ke sekolah menggunakan motor, nona" jawab sang supir segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang meninggalkan mansion tersebut.
"ah aku hampir lupa. Bukankah hubungannya dengan adiknya tidak begitu akrab. Bahkan di sekolah mereka hanya dikenal sebagai sepupu" batin Intan mengingat kembali ingatan - ingatan kecil pemilik raga sebenarnya, merasa kasihan pada Intan yang dijauhi oleh kedua kakaknya karena suatu kejadian yang belum jelas Aster ingat.
"Pak bisa kita menepi sebentar?" tanya Intan membuat sang supir mengerutkan kening namun tetap menuruti keinginan anak majikannya itu.
"Baik nona" ucap sang supir menepikan mobil menduga Intan akan pergi ke toilet sebentar, sebelum melanjutkan perjalanan kembali.
Setelah turun dari mobil tersebut, Intan berjalan menuju penjual beberapa cemilan ringan. Sang supir yang menatap melalui kaca spion di depannya begitu heran dengan tindakan intan. Mengambil beberapa gorengan dan memberinya beberapa lembar uang pecahan seratus ribu.
"Apa bapak sudah sarapan?" tanya Intan yang sudah kembali dengan memakan donat yang ditaburi meses berwarna warni. sembari menyodorkan plastik bening yang masih terisi beberapa campuran gorengan lainnya.
"Tidak, nona saja yang makan. sepertinya anda yang lebih membutuhkannya" jawab sang supir tersenyum ramah, heran dengan sikap dan tindakan intan yang berbeda dari biasanya.
"Baiklah pak, aku tidak begitu menikmati sarapan tadi. rasanya begitu canggung, bahkan makanannya pun tidak tertelan dengan baik olehku karena tatapan ayah" jelas Intan sesekali mengunyah makanan ringan di tangannya.
"haha... Nona ada - ada saja. Tuan memang seperti itu, Tapi percayalah tuan tidak sekeras itu" jelas sang supir dengan senyum dia sering mengantar Darwin sehingga mengetahui beberapa hal tentang tuannya itu.
"Saya senang nona bisa lebih terbuka sekarang" ucap kembali sang supir yang menyadari perubahan Intan yang dahulu irit bicara, serta lebih sering murung.
"ah itu!... Entahlah pak aku juga tidak terlalu mengingat diriku yang lalu. Entah apa yang selalu menggangguku dan terus membuatku merasa sedih" jelas Intan mengingat kembali pertemuannya dengan Intan yang asli. Dia menggambarkannya dengan gadis yang penakut, cengeng dan juga gadis yang sangat rapuh.
"Tapi nona yang sekarang jauh lebih baik. Saya berharap saat nona mengingat semua, nona tidak berubah kembali seperti dulu" kata sang supir tersenyum ramah pada intan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Ajusani Dei Yanti
lanjut thorrrr kuh semangat berkarya
2024-03-13
1
aisarah silma
next
2024-02-04
0