Siapa ya aku ini? Aku adalah Gadis Antagonis.
Kau selalu curang Nadla, aku iri padamu. Bagaimana kamu bisa mengatakannya dengan mudah? Apa yang ada pada matamu itu? Apa yang kau lihat dariku?
"Prontagonis,"
"Oh, ya,"
Seisi kelas memandang heran diriku. Terutama Zoya, mukanya membelalak sangat seperti baru saja melihat kuntilanak.
Aku memandang balik wajah-wajah penerus bangsa Indonesia ini, pandangan serupa terkejutnya.
"Maaf."
"Sekalipun engkau adalah sang Prontagonis, jangan gunakan kekuatanmu dengan sembarangan. Hak Istimewa Prontagonis tidak boleh digunakan untuk main-main. Dengarkan, seperti yang lain." Bu Hanum membalikkan halaman buku.
"Maaf," ucapku lembut.
Ya, aku saat ini sedang di kelas. Realita kembali pada kelas bahasa Indonesia Bu Hanum. Bu Hanum di depan tengah menjelaskan unsur intrinsik pada cerpen berjudul Robohnya Surai Kami. Aku saja yang kegeeran, mengira beliau memanggilku.
"Ada apa Ay? Tumben kepala lagi keluyuran."
"Hanya kurang tidur," ucapku dusta.
"Bener? boong banget."
"Aku berkata jujur." bisikku, berharap Bu Hanum tak menyadari kepalaku masih tak ada di kelas.
Sally menerawang wajahku, bak peramal menerawang masa depan. Sepanjang pelajaran tatapannya masih tertuju padaku. Dia tak salah, aku memang sedang keluyuran. Kepalaku pergi mencari rencana agar Ekspedisi Sisi Lain Jilid Satu berjalan lancar. Walau begitu yang aku khawatirkan adalah nilai ujian.
Bel istriahat berdering. Anak-anak berhambur keluar kelas, meluncur memenuhi kantin, Koperasi, dan gerobak-gerobak mamang penjual aneka rupa jajanan. Kami, Klub Karuta berkumpul di lantai lima gedung sekolah.
"Tumben gak konek, tapi gak apa kok. Bukan masalah besar, soalnya watashi sendiri sering gak konek kek gitu."
"Jangan samakan Prontagonis dengan dirimu."
"Endra, lo di pihak mana sih?"
"Di pihak yang tidak ada dirimu."
"Setuju."
"Antara juga? oh my god!"
Zoya memekik, kedua tangan ditaruh di pipi. Alay sekali anak yang satu ini. Mahendra, di sisi lain kelakuannya sama menyebalkannya juga. Mereka mirip seperti tokoh utama di film gepeng genre harem.
Sally memandang rendah si Konyol Zoya.
"Bagaimana nilai-nilai kalian?" Aku bersua.
"Aman kok, gue udah bisa dapet nilai 40!"
"Ya ampun Zoya, lu remed nilai segitu mah." Sally terkekeh.
"Memangnya elu dapat berapa Sel?"
"Di atas elu kok, lebih bagus lah pokoknya," kata Sally bangga, senyuman manis terbit. Aku merasa bahwa Sally sebetulnya dapat nilai ukuran sepatu juga. "Gue dapet 47."
"Sama aja remedial cok!"
"Yang penting bukan rangking terakhir."
Tepat ketika Sally melipat tangan, aku mendengar detap langkah kaki yang mendekat. Melaju cepat mendekati kami. Dalangnya mencuat dari lobang tangga. Dua orang, Gadis Antagonis dan Dewi Pemarah. Mata gadis bertuding begitu berkaca-kaca.
"Berita buruk."
"Kenapa?"
"Bantuin aku!" Dia memeluk Sally yang mana Kanjeng Ratu membalikkan pelukan beruangnya.
"Anje, Villain Marvel ini kenapa?"
Jawabannya ada pada selembaran yang dibawakan oleh Anje. Kertas ulangan Matematika. "Ini." Anje menunjukkan angka merah yang dilingkari di kanan atas kertas, 10.
"Anjir, kok bisa dapet segitu? Gue aja gak pernah dapet nilai sekecil itu."
"Anje, Mahendra, Sherlyna bantu aku!" Nadla memohon ampunan. "Antara, bantuin dong!"
"Peluang nilaimu naik bila belajar denganku adalah 10%. Tidak berguna, cari saja guru yang lain."
"Kejam!" Nadla mengalihkan pandang ke arah Mahendra dan Anje. "Bantu aku, tolong."
"Nilai gue masih di bawah KKM. Gue banyak ikut remed juga."
Mahendra memelas. "Hampir semua dapet merah. Cuma Antara seorang yang aman. Sepertinya rencana ekspedisi kita sangat suram ke depannya."
"Aku juga nilai pas-pasan kok. Bukan pada Matematika, melainkan Kewirausahaan dan Seni Budaya," ucap Antara getir.
"Yang bener? Gawat kalau begini caranya." Mahendra menggaruk belakang kepala, tertawa pongah.
Ini yang aku takutkan. Jika mendapatkan nilai merah sewaktu UAS, akan bahaya. Pilih remedial atau tidak naik kelas, hanya dua. Sangat memprihatinkan, mirip-mirip lima kembar dalam anime harem itu.
Aku mengerutkan dahi. Kurasakan tatapan asing ditujukan ke arahku.
"Oh ya, lu dapat berapa emang Sekretaris?" tanya Zoya. Matanya penuh kecurigaan. "Aku mencium niat busuk dari ekspresi ente!"
"Pak Anton bilang ujian tengah semester mapel Fisika hanya dua orang yang tidak remedial dalam satu angkatan." Antara memperbaiki kacamatanya yang turun. "Aku dan?"
"Tidak mungkin aku." Anje berguman sendiri.
"Apalagi aku!"
"Kalau Biologi aku masih mungkin, tapi mustahil untuk mapel yang satu ini." Mahendra menengadah ke langit.
"Berapa Ay?"
Sekarang semua mata tertuju padaku. Zoya membersut.
"Sembilan enam."
"Demi dewa Zeus!" Zoya membelalak, matanya hampir membulat sempurna. Dadanya tak henti-hentinya diusap. Zoya baru tersadar tatkala Anje menghantam kepalanya.
"Sudah kuduga, yang bisa mengalahkanku hanyalah Protagonis!" timpal Antara, kacamatanya berpendar biru.
"Biasa saja. Dan berhentilah bertingkah alay begitu Zoya, yang di depan layar geli melihat kelakuanmu." Aku mendapatkan tatapan tak mengenakan dari anggota klub Karuta. Mereka tersenyum simpul. "Ada apa?"
Begitulah pembaca yang budiman. Seperti inilah alasan kenapa aku menjadi guru pribadi teman-temanku. Aku membencinya tentu saja! Belakangan saja aku terlalu sibuk untuk berlatih Kendo, melatih membidik, dan masih banyak latihan bertempur yang aku lakukan. Ditambah lagi tugas mereka, sekarang harus tambah beban lagi.
Aku menghela napas dalam. Tidak ada pilihan. Hanya ini cara agar nilai kepala anak-anak Bandung ini naik sampai ke batas minimal. Aku akan mengajar mereka semampuku. Meski skill mengajarku sangat rendah. Mujur, dewi fortuna berpihak padaku.
Keheningan mengisi ruang sebesar 10×10 meter itu. Kamarku penuh akan peralatan tulis, dan buku berserakan. Tujuh orang anak SMA memenuhi kamarku ini.
Zoya menatap lamat-lamat rumus Sin(2A) \= 2sin(A)cos(A). Mukanya semuram masa depan dunia tapi tidak segelap ending Game Of Thrones.
"Ada yang tidak dimengerti?" aku bertanya padanya.
"Apaan sih ini? Kok bisa jadi gini sih? Ajaib banget jir!" Zoya menunjuk angka dua sebelum sin(A). "Sihir ini!"
Aku tersenyum kecut. "Tidak ada sihir Zoya. Ini didapatkan dari rumus identitas trigonometri Sin (A+B). Jadi Sin (2A) sejatinya adalah Sin (A+A), maka—"
"Sial! Sialan anjir! Mana bisa paham gue! Dari mana dosa ini muncul! Muncul— Penghapus!!"
Penghapus mendarat di dahi Zoya. Tapak merah membekas pada dahi Zoya.
Anje, menyeramkan sekali kalau sedang marah. "Oy Zoya, yang benar kau! Dengarkan dulu penjelasannya, fokus!"
"Si–si–si–siap Dewiku—" kini pulpen yang mendarat di wajahnya.
Tatapan dewa Shiwa itu ditujukan pada meja sebelah. "Sally!"
"Uy?" dengus malas Sally, netranya terlalu fokus membaca posting instagram.
"Turunkan ponselmu! Kembali belajar! tanganmu kulihat sedari tadi berhenti menulis!"
"Ay, Ay , Ma'am!"
Hebat, luar biasa. Aku saja yang sabahat Sally tidak bisa membuat Kanjeng Ratu berpaling dari layar ponselnya. Beliau selalu bermanja ketika ingin ponselnya kembali. Tapi dengan Anje, hal itu tak berlaku. Kanjeng Ratu malah mirip seorang pelayan yang selalu dimarah-marahi oleh manager. Mudah-mudahan esok tidak terjadi badai, Kanjeng Ratu menurunkan ponselnya adalah salah satu keajaiban dunia setelah benteng Cina.
"Endra! Berhenti modus! Gunakan otakmu untuk menjawab soal nomor 11!"
"Ah maaf, terbawa suasana," kekeh Mahendra malas, tangannya masih mengusap tangan Nadla. Anje menatap tajam Wakil Ketua. "Aku kembali bekerja my Queen!" seru Mahendra.
Anje mendengus kesal. Tatapannya berganti pada Nadla. "Dan kau Nadla, jangan mau-maunya dimainin Endra! Dia hanya cowok brengsek!"
"Siap! Koro-sensei!"
Tangan malas kini berubah menjadi tangan robot. Ya, para penghuni kamar ini takut bukan main bila sedetik saja berhenti menulis. Anje membawa penggaris besi, siap untuk membetulkan tabiat malas mereka. Berpaling, bercanda sedikit bisa mendapat tamparan sampai tapak tuh tangan Anje di pipi mereka.
Aku sangat terbantu karenanya. Asalkan kalian tahu, rupa-rupa kelakuan anggota klub Karuta sangat tidak bisa diprediksi BMKG. Jauh diluar Nayla dan tak habis fikri. Ah sial, kenapa gaya bahasanya menjadi seperti ini. Yang jelas, kalian bisa liat sendiri kelakuan Anak-anak Ken Arok ini sebelumnya.
Sesi pelajaran tambahan berakhir. Biasanya dilanjutkan oleh sesi latihan atau sesi merakit senjata. Antara yang paling bersemangat pada momen ini dan Zoya yang paling merusak suasana.
"Ini kalau dicampur ntar kek gimana jadinya?"
"Bodoh."
Ledakan membahana, suaranya mengisikan Sisi Lain. Mujurnya aku tak ada di sana waktu itu. Diam bersama tenda dan Headphone lah yang kulakukan. Sembari santai memandangi kegilaan teman-temanku.
Asap putih mengepul, tawa pecah seketika wajah putih mencuat keluar dari kebul asap. Itu Zoya. Ini hanya satu contoh dari sekian banyak kegagalan yang terjadi gara-gara campur tangan Zoya, si Anak Sulung Ken Arok.
Hari-hari pun terus berlalu. Persiapan ujian dan ekspedisi Sisi Lain berjalan mulus. Tak semulus Cersei mengalahkan Ned Stark sebetulnya, tapi masih berjalan sesuai rencana. Terima kasih berkat Anje. Kami membagi jadwal menjadi dua, minggu pertama penuh akan belajar dan sedikit latihan berperang, minggu kedua penuh kekacauan dan sedikit belajar. Begitu pemirsa.
Akhir pekan ini adalah hari berbelanja bahan kimia. Aku dan Anje yang mendapatkan kehormatan membawa sulfur dan garam bubuk.
Bayangkanlah dua manekin berjalan berdampingan. Selama beberapa menit. Terus hingga bersamaan hingga jalan berganti. Kalau tidak ada klakson mobil, semua akan hening hingga One Piece tamat. Itulah lengang yang menyelimuti perjalanan kami. Dan canggung.
Anje melangkah. Langkahnya mantap tapi wajahnya muram.
"Yah, hari ini aku berharap Zoya tidak melakukan yang tidak-tidak."
"Ya."
"Um, tapi aku berpikir hal itu tak mungkin terjadi. Zoya adalah tipe yang membangkang ketika diberi aturan."
"Ya."
Aku kehabisan topik. "Ah, bagaimana menurutmu Mahendra?"
"Endra lelaki brengsek."
"Ak—aku setuju itu."
Kami tiba di komplek perumahanku. Dari kejauhan tampaknya rumahku masih baik-baik saja. Aku jadi cemas malah, apa yang Anak-anak Ken Arok lakukan selagi aku pergi? sebelum itu maafkan aku Bi Hannah.
Anje berhenti. "Berhenti."
"Kenapa Angelica?"
"Berhenti begitu." Anje menatap ganas ke arahku.
Bulu kudukku naik. "Berhenti apa Angelica? Aku tak paham maksudmu."
"Kau memang pandai berdusta."
"Um, bagaimana ya, mengatakannya. Menurutku semua orang pandai berdusta. Engkau juga termasuk bukan Angelica?"
Anje muram, wajahnya seram bagai Ted Bundy. "Benar. Tapi—"
"Shhh! Tunggu." Aku membungkam mulut Anje.
Seseorang menghampiriku. Siluet hitam. Sosok yang aku ingin hindari.
"Hallo!"
"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Memberi semangat pada adik temanku."
Perempuan tinggi anggun datang dari sisi lain lelaki itu. Dia cantik bak bidadari tak bersayap. "Dia?" sahutnya dengan aksen aneh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Mizuki
kak, MC nya dibikin OP dong🗿
2024-07-18
0
Emang gelap ending GoT tuh🙃
2024-02-14
0