Antara cekikikan, tangannya tak mau diam. Ingin terus menggebuk-gebuk lantai.
Mahendra membungkam mulut dengan anggun, wajahnya memerah karena berusaha sekuat tenaga menahan tawa. "A–aku tak bisa berkomentar, hanya bisa berduka."
"Ini serius anjir! Serius banget! lo pada kenapa sih?"
"Coba perlihatkan lagi." Antara menghampiri Zoya, menepuk pundaknya seperti kawan lama.
Zoya memutar badan. Antara mengikutinya menuju pondasi pilar di kejauhan sana. Antara melirik ke bawah Zoya, lalu dia terbahak-bahak lagi. Berguling-guling, memukul lantai.
Mereka berdua kembali.
"Bwahahahaha!" Tawa Ilmuwan Gila pecah. "Konyol banget! Kok bisa gitu!"
"Sialan benar genderuwo!"
"E-Ehem, itu salahmu sendiri." Kata-katanya agak terpatah patah. Bahkan Angelica sampai dibuat memerah juga, berusaha menahan tawa. Angelica itu loh, si Dewi Pemarah. Dia bisa tertawa, juteknya pudar oleh karena Zoya.
"Angelica, ini serius! kalau gini terus, mana sudi gua. Ah sudahlah," berang Zoya. "Genderuwo sialan! Awas lo kalau ketemu gua lagi!"
"Terus mau gimana?" tanya Sally, satu-satunya yang berusaha mencari solusi walau pada akhirnya tidak terpikirkan sesuatu. Zoya melirik. "Susah juga sih mengembalikannya." Kata-katanya agak putus di akhir lantaran berusaha menahan tawa.
"Tolonglah, bantu gue! Masa gue harus kek gini!"
"Sudah-sudah, relakan saja anak kembarmu. Kecuali kalau kamu mau ngalahin tuh genderuwo."
Antara terbahak-bahak. Cengengesan tak keruan.
"Sial! Sial! Kenapa gua!" Zoya mengentak-entakkan kaki. Zoya tenang seketika tali tangannya tidak. Kedua tangannya terus mengacak-ngacak rambut gondrong itu.
Ketika semua sudah tenang, tawa semua orang hampir menguap pergi, Nadla datang. Aku yakin dia pasti akan lebih membuat situasi ini keruh.
"Halo gais!" Nadla membisu. "Kenapa kalian? Bagaimana kutukan Zoya? senyam senyum kenapa? ada sesuatu apa yang aku lewatkan?"
"Tidak ada. Lupain aja!"
Mendapati ketus Zoya, Nadla melirik teman-teman yang lain.
"Um, karena Zoya berbuat konyol." Sally menjelaskan.
"Zoya kenapa?" tanya Nadla si Villain Marvel.
Hening. Tidak ada yang mau menjelaskan kondisi Zoya. Tidak ada yang sanggup. Bahkan Zoya sendiri tak mau bercerita. Akhirnya Mahendra mengalah, dia berbisik pada Villain Marvel.
Tebak apa yang terjadi selanjutnya? Yap benar sekali pembaca yang budiman, Nadla terbahak-bahak. Berguling-guling, memukul-mukul lantai. Melihat Nadla demikian, Antara mulai terkekeh kembali. Mereka berdua membuat simfoni tawa yang membahana.
Zoya mendengus kesal. "Tertawalah! Hahahaha! Enak banget ya nertawain aku, gak ada yang bantuin."
"Sorry, terlalu terbawa suasana." Sally memohon.
"Ehem, maaf." Antara menambahkan.
Aku hanya diam menyaksikan si Konyol menendang-nendang pilar. Entah mengapa aku merindukan suasana seperti ini. Sinar mentari memeluk hangat indra peraba. Mirip seperti saat-saat Sisi Lain masih menjadi milikku. Ditambah Suasana yang hidup.
Sepasang bola mata menaruh harapan padaku. "Sekretaris, bagaimana menurutmu? Kau satu-satunya yang tak tertawa. Aku yakin otak luar biasamu mendapatkan sebuah jalan yang lurus."
Sekarang semua mata tertuju padaku. "Um, daripada disebut solusi, aku lebih senang menyebutnya tanggapan." Aku berkata, semua mata semakin intens menatapku. "Ingat yang genderuwo itu katakan sewaktu memberimu kutukan? Dia berkata bahwa kau harus datang kepadanya sebelum tahun berganti. Di Dua Pilar. Bila gagal, jiwamu akan selamanya berada di Sisi Lain. Mungkin cara mengangkat kutukan adalah mengalahkan pemberi kutukan lalu mengambil kembali jiwamu yang dikutuk."
"Sasuga Sekretaris! Benar, hanya dirimu yang bisa diandalkan." Zoya menatap tajam semua orang kecuali aku.
"Maaf-maaf." Semua berkata bersamaan.
Terdengar lamat-lamat bel yang mengalun nyaring. Sudah jam masuk. Walau hanya classmeet, tapi sebaiknya kami tetap mensupport kelas kami dengan hadir di samping mereka. Dengan begitu, berakhirlah rapat anggota untuk sesi ini.
Aku melangkah hati-hati menuruni tangga, mengikuti teman-temanku yang lain.
"Kapan kita ke Otherside lagi ges?"
"Aku bebas aja!" Nadla melompati tiga anak tangga. "Yang lain?"
"Entah, hari ini aku sibuk. Angelica juga sepertinya sibuk." Mahendra berkata, dia menuruni undakan.
Angelica menanggapi dengan satu kata dingin. "Ya."
"Ada waktu kosong lain gak guys? Tolong atuh bantuin acu. Kita juga bisa diskusi lain mengenai Otherside dan misterinya, seru tuh!"
"Masalahnya adalah waktu Zoya. Di kelas kita tak bisa serta merta diskusi mengenai Otherside. Anak-anak lain bisa mendengarnya. Aku tak ingin dianggap orang tak waras."
"Itu dia! Eureka!" Antara berhenti di baris paling depan. Efek domino terjadi. Barisan berhenti; Beberapa anak kelas 12 memandang aneh si Ilmuwan Gila. "Bagaimana kalau kita membuat ekskul khusus membahas Otherside?"
"Ide bagus!" Sally berseru. Wajahnya sebahagia Nadla dan Antara.
"Biasa aja," celetuk Angelica.
"Mana bisa, yang ada ditertawakan bila buat ekskul paranormal. Mana ada yang percaya. Sekalipun bisa, lalu agenda kita apa ketika ditanya guru?" aku menjelaskan.
Tatapan anak-anak kelas 12 tertuju pada kami. Terpaksa Antara melangkahkan kaki dan kami mengikuti di belakang.
"Bagaimana kalau memakai nama lain?" usul Mahendra.
"Misalnya?" tanya balik Sally.
"Kita buat ekskul lain yang belum ada di sekolah kita. Misal Karuta, sebagai alibi untuk menutup kedok dalam kegiatan yang berhubungan dengan Otherside," usul Mahendra.
"Pintar! Kita akan membuat ekskul Karuta. Anggota adalah kita bertujuh. Diketuai oleh Mahendra."
Angelica mendengus malas. Netranya tertuju pada si Wakil Ketua.
"Baik-baik, aku setuju saja. Berdebat dengan Ilmuwan Gila adalah hal yang paling mengerikan." Mahendra menghela napas pasrah.
"Tinggal tempatnya."
Kami sampai di lantai dua. Anak-anak memenuhi kiri-kanan tangga. Aku terpisah dari barisan. Aku melangkah mantap, menerabas kelompok siswi.
"Di sekolah kita masih ada ruang kosong gitu buat ekskul baru?" tanya Sally kembali.
"Nein." Zoya menjawab dalam bahasa Jerman.
Kemudian semua orang menghela napas dalam. Aku memperhatikan wajah mereka semua. Wajah-wajah yang baru saja mendapatkan harapan palsu.
Tawa orang-orang menggema di lantai paling bawah. Suaranya heboh sampai kemari. Pertandingan final basket antar kelas sangat seru rupanya.
Seketika Nadla berhenti. "Gimana kalau gunain rumah aja sebagai tempat ekskulnya. Atau gedung seni seperti ekskul Seni Tari."
"Boleh, tapi dimana? Mana ada yang mau nampung tujuh orang yang percaya dunia lain?" celetuk Antara. "Apa lagi bangunannya dipakai buat merakit senjata."
"Ada ide?"
"Rumah Sekretaris."
Langkahku terhenti tepat di anak tangga terakhir. "Eh? Rumahku? Apa maksudmu Angelica?"
"Panggil aku Anje."
"Apa maksudmu Anje?"
Semua menoleh ke belakang. Aku satu-satunya yang masih di tangga. "Kau sedari tadi diam, jadi aku mengasumsikan kau ingin," kata Anje.
Kenapa berasumsi seperti itu Dewi Pemarah? Kenapa?
"Ah benar, rumahmu kan sudah pernah kami gunakan sebagai markas tempo lalu. Kali selanjutnya mungkin tak masalah," celetuk Antara.
"Lega rumahmu, cocok untuk dijadikan markas." Nadla berseru.
"Memangnya besar rumahmu Sekretaris?" Mahendra bertanya padaku.
"Biasa saja."
"Jangan berdusta Prontagonis." Nadla berang. "Bukan besar lagi. Rumahnya malah sebuah istana."
"Baiklah di rumah Sekretaris aja kalau kek gitu." Zoya setuju juga.
"Aku setuju."
"Gua juga."
Anje dan Mahendra setuju. Kenapa semua orang melawanku? oh ya benar, bagaimana dengan Sally. Jangan bilang kau juga setuju dengan mereka.
Aku menaruh pandangan pada Sally. Mata manis itu mengerti, perasaanku.
"Sorry Ay, aku setuju juga." Sally tersenyum padaku.
"Baiklah! Baiklah! kalian boleh menggunakan rumahku sebagai markas Ekskul Karuta." Aku mendengus kesal. "Kapanpun ketika mereka tidak ada."
"Sip! mantap jiwa! dengan ini kita bisa mendiskusikan bagaimana mengalahkan genderuwo itu."
Selalu berakhir pada kesimpulan yang paling aku ingin hindari. Selalu. Teman-temanku ini memang moralnya perlu dibetulkan oleh baja valyria.
Kami pun melenggang pergi. Menonton pertandingan tenis meja kelas melawan perwakilan kelas X MIPA 9.
Dengan begitu, duniaku mulai hari ini akan jauh berubah. Apapun itu. Ekskul Karuta sudah dibentuk dan kami akan merencanakan bagaimana mengangkat kutukan Zoya.
Menjengkelkan juga ya, mereka dengan seenaknya membuat markas di rumahku. Tapi biarlah, aku akan melupakan semuanya dan mengabadikan perasaan ini lewat lagu Dibalik Hari Ini yang disenandungkan oleh Dhyo Haw.
Oh ya, bagi pembaca yang penasaran kutukan apa yang menimpa Zoya dan kenapa beliau sangat marah pada genderuwo itu, kalian lebih baik tidak membayangkan apa yang terjadi padanya. Kutukannya terlalu out of the box. Bila hati tak tenang karena tidak bisa mengetahui kutukan seperti apa yang menimpa Zoya, aku beri petunjuk yaitu komik Dandadan. Komik yang pernah aku baca. Ya kutukan Zoya mirip seperti kutukan yang dialami Okarun dalam komik Dandadan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Ayanagi Joestar
wah ketahuan nih, kak Ripley ngambil banyak referensi dari sini/Doge/
2024-04-27
2
Ayanagi Joestar
ini maksudnya si Zoya kelaminnya ilang?
2024-04-27
0
Agniz
terlalu random. Dari tim penjelajah, jadi klub karuta /Facepalm/
2024-02-26
1