Angin berdesau lembut. Rasa dingin yang menusuk dan lampu rumah temaram menyambut kami di dunia nyata. Mujurnya, pintu keluar portal berada dekat komplek rumahku. Mujurnya lagi, meski muncul di tengah jalan kompleks, saat itu jalanan lengang. Jadi kami tak perlu berdusta merangkai cerita palsu untuk kabur dari pertanyaan.
"Katakan pada Bandung, I Miss You!" Sally mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, sebisa mungkin menggapai langit. "Capek banget gua." Desahnya.
"100% setuju."
Angelica gengsian tapi dia kentara lelahnya sama seperti yang lain.
Aku juga letih. Asal kalian tahu, ketika devais mujarab itu sudah berfungsi, kami bertujuh tidak dengan mudahnya kembali. Kami perlu menemukan potensi kemunculan portal dan kebanyakan spot malah dijaga oleh Yoma yang singgah dekat sana. Pertarungan singkat pecah. Kami bertempur melawan tiga kuyang.
Dan seperti inilah sekarang, kami cukup awut-awutan dan letih.
"Oh ya ini dekat rumahmu Sekretaris?" Mahendra menarik sebatang rokok. Asap mengepul dari mulutnya. Wajahnya mengharapkan sesuatu.
"Ya, rumahku ada di blok depan. Dan tidak, aku tak mengizinkan kalian menginap di rumahku malam ini. Rumahku kacau balau terakhir kali seseorang mampir."
Aku melirik ke arah anak-anak Ken Arok tempo lalu. Nadla bersiul; Antara berdeham; Sally tersenyum padaku. Sudahlah.
"Sangat di sayangkan," ucap Mahendra. "Tapi, apa boleh buat. Itu rumahmu, aturanmu."
"Kalau begitu, minna, aku duluan. Masih pukul 20.00, masih keburu lah ya balik ke sekolah ambil tas lalu mesen ojek."
"Tinggalkan saja barang rongsokmu, esok masih ada classmeet. Pelajaran belum dimulai," ujar Antara seraya merogoh dompetnya.
"Benar juga. Watashi balik dulu atuh ya, sampai jumpa."
"Pesan mobil Zoy, aku ikut numpang."
"Baiklah, siapa aja yang mau bareng?" seru Zoya.
Nadla, Antara, dan Mahendra menanggapi pertanyaan itu dengan tangan terangkat.
Dengan begitu kami pun berpisah. Sally pulang jalan kaki, rumahnya tak terlalu jauh dari kompleks ini. Angelica berkata ada urusan penting di sekolah, jadi dia kembali ke sekolah. Sementara aku segera melenggang pulang ke istanaku sendiri.
Entah mengapa dewi fortuna malam ini sangat berpihak padaku. Setiba di rumah, Hannah sudah menyiapkan makan malam. Air hangat pun sudah disiapkan oleh Hannah untukku pakai mandi. Aku hanya dapat berterimakasih kepada wanita berwajah hangat itu. Terma kasih Bi.
Tak pernah aku merasakan kenikmatan mandi air hangat seperti hari ini. Tubuhku mulai pulih dari letih tak terkira, tapi rasa takut masih menghantui. Siluet hitam bergerak di cermin, wajahku sedingin musim salju. Jantungku berdegup kencang, aku menyaksikan mataku hampir membulat sempurna. Tetes air meluncur dari pipiku. Aku membasuh wajah untuk kedua kalinya, berharap wajah ketakutan itu hilang.
Aku masih sama saja, kata-kata itu terus terngiang dalam benakku. Bahkan setelah aku merebahkan tubuh, kata-katanya masih tertanam kuat dalam pikiranku.
Terdengar tiga ketukan pintu yang lembut. Aku memiringkan badan. Jantungku masih belum berhenti berdegup kencang. Apakah yang mengetuk pintu adalah makhluk putih itu?
"Punten."
"Ya Bi?"
"Bibi ijin pulang dulu."
"Iya Bi, terima kasih buat hari ini."
Langkah kaki berdetap menjauh, lamat-lamat hilang.
Aku menghela napas lega. Rupanya Hannah, sempat mengira makhluk putih itu menghampiriku.
Sebetulnya aku ini ingin Hannah tetap di rumah, tapi beliau memiliki keluarga yang musti diurus juga. Jadi aku terpaksa merelakan rumah kosong bak kuburan.
Tanpa sadar aku pun terlelap dalam mimpi. Aku berharap ketika terbangun, dunia akan menjadi seperti semula. Makhluk putih itu tak lagi menghantuiku dan duniaku kembali seperti semula.
Pagi merekah dan beberapa titik pada tubuhku terasa pegal. Aku hendak menaikkan Headphone untuk mendengarkan Maroon 5 memainkan lagu Daylight, tapi gagal karena pandanganku mendadak menjadi hitam sempurna.
"Tebak ini siapa?"
"Kanjeng Ratu, Sally." Aku menjawab malas. Kota tercinta kembali muncul dalam pandanganku.
"Kok bisa tau mulu sih?"
"Tentu saja, karena aku memiliki semacam komunikasi telepatik antara hatiku dengan hati sahabatku."
"Romantis banget! Kalau aja Kim Soo Hyun juga bisa gitu ke aku!"
"Dunia bukanlah mimpi, Sally."
"Kali aja bisa. Kenapa Ay?"
Langkahku terhenti. Ponselku bergetar. Terus bergetar, rasanya ponselku seperti tengah menerima ratusan sinyal baru gelombang elektromagnetik. Aku membuka layar ponsel. Betapa terkejutnya mendapati 5 misscall dalam bebeberapa menit, dan ada 10 pesan baru. Dan semua itu bersumber dari satu grup bernama Geng Kapak Genggam.
"Geng Kapak Genggam?"
"Ada apa Ay? apaannya yang Geng Kapak Genggam?"
"Tidak, bukan sesuatu serius. Jangan pasang wajah menakutkan begitu." Aku menunjukkan layar ponselku pada Sally. "Ada seseorang yang invite aku ke grup Geng Kapak Genggam."
Kubuka grup bernama sangat nyentrik itu yang muncul secara ajaib dari langit. Berikut percakapan grup Geng Kapak Genggam.
.
.
Aku menurunkan layar ponsel. Kutukan Zoya ya? Sepertinya gawat. Apa yang terjadi padanya? nyawanya terancam kah? Atau yang lebih buruk? Aku menghela napas dalam. Sally tampak resah. Sudah, bukan waktunya menunggu. Aku dan Sally harus segera ke lantai lima gedung sekolah, menemui Zoya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Mizuki
wee, baru tau ada kata berdesau
2024-07-09
1
Ayanagi Joestar
harusnya sebelum paragraf ini kasih tanda ganti waktu dong Kak Ripley, biar gak bingung baca perubahan waktunya
2024-04-27
1
✍️⃞⃟𝑹𝑨Pemecah Regulasi୧⍤⃝🍌
Petjah 🤣🤣
2024-02-23
1