Antara sontak menyambar pistol rakitannya. Dia menembak tapi lebih dahulu makhluk hitam itu melompat ke arahku. Aku menunduk. Makhluk itu memekik. Tawanya sangat membuat bulu kudukku berdiri.
Makhluk hitam itu melompat dari dinding ke dinding lain. Mirip kera, kera yang sakti lebih tepatnya. Tidak aku tak ingin menyebut Son Gokong.
Sally histeris. Rambutnya ditarik paksa makhluk semacam kera itu. Aku refleks menendang makhluk girang itu hingga terhempas ke dalam kegelapan. Cekikikan membahana di dalam kegelapan.
"Makhluk apa itu?" tanya Sally.
"Sally mundur, biar aku yang melawannya!" Nadla melepas tembakan.
Makhluk hitam melompat menghindar. Zoya tiarap.
"Kalian hati-hati jangan berada di depanku!"
Makhluk hitam meringkik kesakitan. Mahendra berhasil memukul makhluk itu. Makhluk itu kabur keluar rumah. Aku berusaha menangkapnya, menerjang tapi makhluk itu terlalu cepat. Tubuhku terasa panas.
Mahendra dan Zoya membawa sepotong kayu berpaku. Mereka menghempaskan makhluk hitam itu ketika dia hendak menerjang headphoneku.
"You alright?"
"Aku baik-baik saja," ucapku terengah. Tubuhku, ada yang aneh. Aku bangkit. "Kita sepertinya lebih berpeluang menang bila melawan di lapang luas. Makhluk itu tak bisa memanfaatkan dinding."
"Ide bagus Sekretaris! Zoya akan langsung menghadang, kalian ikut komandan Zoya Bonaparte."
Aku menyaksikan Zoya berlari keluar ruangan, disusul di belakangnya seorang yang lebih waras dan juga Angelica yang kehabisan napas.
"Angelica? Ada apa dengan dirimu? Wajahmu merah."
"Kau juga Sekretaris, hati-hati, makhluk hitam itu berbahaya."
"Hey kembalikan!" Sally histeris di ruang belakang.
Antara melepaskan tembakan kedua. Asap mengepul di ruang belakang ketika aku dan Angelica sampai. Aku mendengar seseorang meringkik.
"Dasar anak botak!"
"Sally mundur!" Nadla menendang tuyul dengan gemasnya. Tuyul itu berlari ketakutan ketika Angelica mengeluarkan cermin.
"Bagus Angelica," ucapku terengah. "Tuyul memang takut cermin."
"Kalian berdua kenapa?" tanya Antara seraya meracik sesuatu di atas lantai berlumut.
"Tidak ada waktu mencemaskan kami, kita harus segera membantu Mahendra dan Zoya." Angelica berkata mantap. Wajahnya yang memerah kelihatan kebingungan kala Antara memberinya hadiah. "Apa ini?"
"Bom rakit, aku masih punya lima lagi. Gunakan dua itu dengan efektif." Antara melemparkan satu bom rakit ke Sally. "Ambillah, ini pasti berguna Sally."
"Baik!"
Terdengar debam suara yang membuat hatiku mencelos. Parau makhluk hitam terdengar mengikuti, disusul suara derak melenakan indra pendengaran. Sementara itu, tuyul tadi melompat girang di atas lemari kaca. Raut wajahnya mengejek kami.
"Angelica, kau bantu aku di sini. Lindungi aku sementara aku merakit pistol baruku. Sisanya kalian pergi bantu Mahendra dan Zoya."
"Baik!" kami menjawab bersamaan.
Aku memang mengangguk setuju tapi entah mengapa aku merasa sebaiknya tetap di sini. Makhluk hitam diluar sana akan dengan mudahnya membunuhku kapan saja. Tapi pikiranku waktu itu terlalu berliku-liku, tidak dapat berpikir jernih. Jadi tidak menyadari kekuatan musuh kami.
Terdengar dentuman hebat di depan rumah. Sally dengan hebohnya melemparkan bom rakit ke udara. Makhluk hitam menggeram, siap melancarkan serangan kejutan.
Nadla melepaskan tembakan. Makhluk hitam kerdil menghindar. Mahendra yang terkapar berusaha bangkit ketika mendapatkan bantuan tangan.
"Nadla bantu aku! lindungiku dari jauh! Bertahanlah Mahendra."
"Sial kepalaku pusing." Mahendra berusaha bangkit.
Makhluk hitam berusaha menerjang kepadaku. Zoya melayangkan serangan, makhluk itu menghindar. Ketika aku berusaha membangunkan Mahendra, makhluk hitam jatuh di depanku. Nadla berhasil mengenai mata merahnya.
Mahendra sudah bisa berdiri dengan kakinya sendiri meski terpogoh-pogoh. "Hati-hati, dia berbaha— kenapa wajahmu btw?"
"Wajahku?"
"Wanjir, merah banget!" Zoya berkata ketika berhasil melayangkan makhluk hitam itu menggunakan bilah kayu berpaku.
"Aku baik-baik saja," ucapku lemas.
"Sekretaris awas!"
Aku menunduk. Makhluk hitam yang satu ini sangat cepat dan gesit. Sial! Aku tak mampu menandinginya kala tubuhku panas begini.
BRAK! Zoya berhasil melancarkan serangan ke kepala makhluk hitam itu. Paku melubangi kepalanya.
Mahendra muncul di depanku kemudian, mempersiapkan senjatanya—sepotong kayu berpaku.
Tak menurunkan tempo, Antara berseru dari belakang. "Menunduk!"
BOOM! Terdengar ledakan yang memekakkan telinga.
Makhluk hitam parau berguling-guling. Dia memandang Nadla benci. Masih belum selesai, dia akan menyerang Villain Marvel tapi untungnya Angelica datang tepat waktu. Si Dewi Pemarah menembakkan Shotgun rakitan.
"Rasakan!" ucapnya, diiringi tubuh makhluk hitam itu yang berputar di udara.
Hebat, sepertinya Antara dan Angelica sudah mengalahkan tuyul di dalam sana. Mereka benar-benar percaya diri melancarkan serangan mematikan.
Zoya dan Mahendra berseru. Kami bisa menang.
"Siap-siap kau kupanggang kera hitam!"
"Kau sudah kalah!"
Kami mengepungnya dari segala arah. Tapi, dewi fortuna malah berpihak pada lawan kami. Makhluk hitam kerdil itu bangkit dari keterpurukan. Wajahnya terbakar, kakinya hangus, dan tubuhnya berlubang. Aku yakin kera yang satu ini memiliki kekuatan tersembunyi mirip-mirip villain film gepeng ketika tokoh utama dan kawan-kawannya hampir menang.
"Kalah?" dia berkata.
"Kau sudah kalah! Ya benar kau telah kalah! Sekarang berikanlah Batu Roh milikmu kerdil! Jangan sampai komandan Zoya Bonaparte memaksa!"
Sial, tubuhku sangat aneh. Rasanya ada yang tidak beres. Insting bertahan hidupku mengatakan bahwa aku sebaiknya kabur meninggalkan teman-temanku melawan genderuwo. Ah benar, makhluk hitam yang kami lawan adalah genderuwo!
"Zoya mundur! Cepat lari!"
Tak sempat, makhluk hitam yang semula kedil itu seketika memperbanyak massa tubuhnya. Kakinya meretakkan tanah pijakan. Bukan lagi kaki kerdil, tapi kaki titan. Dia melangkah berani, sementara tubuhnya membesar hingga melebihi tinggi sekolahku.
Sally, Angelica, dan Zoya berlari mundur.
Kami semua membuat formasi garis. Bersiap akan yang terburuk.
"Bagaimana sekarang komandan?" tanya Nadla pada Zoya.
"Aku hanya bercanda, komandannya adalah Mahendra!"
"Jangan melemparkan tu—"
Genderuwo itu mengaung. Frekuensi gelombang suara yang dikeluarkannya mampu membuat telingaku berdenging. Amplitudo suaranya besar sekali, sampai-sampai tanah bergetar.
"Sialan!" Zoya mendesis, tangan masih menutupi telinga.
Kemudian terdengar debam tubuh Sally yang terjatuh.
"Sally!"
Tak lama setelahnya, giliran Nadla yang terjatuh. Wajahnya merah, semerah buah persik. Apa-apaan makhluk itu?
Dia menoleh padaku. Mata merah makhluk sebesar titan itu menusuk ke dalam jiwaku. Mata genderuwo menghujam bagai bbaa valyria dalam dunia buatan Kakek Martin.
Kakiku tak sanggup menaham beban massa tubuhku. Mujurnya Angelica menarik tanganku agar tubuhku tak tumbang.
Genderuwo melepaskan napas panas. Dia menatap kami satu persatu.
"Ini tempatku, kalian merusak tempatku. Kedatangan kalian menggangu duniaku." Suara Genderuwo tak kalah menakutkan dari tampangnya. Zoya bergidik ngeri. "Tak seharusnya kalian di sini!" Genderuwo berseru.
Buruk! Sangat buruk! Siluet hitam berkelebat di antara kaki titan. Belasan jumlahnya, belum lagi yang muncul dari kiri dan kanan kami. Mereka berpenampilan serupa. Putih pakaiannya, tak napak kakinya, panjang benar rambutnya. Itu pasukan kuntilanak!
Satu genderuwo saja sudah membuat kami kesulitan, apalagi kalau terdapat bantuan yakni kuntilanak yang jumlahnya berkali-kali lipat dari kami.
Anak lelaki membuat lingkaran kecil melindungi para gadis di tengah lingkaran. Aku dapat melihat tampang runyam Antara si Ilmuwan Gila, wajahnya berkerigat dingin. Rupanya Antara sudah kehabisan ide untuk melawan balik. Kami sudah pasti kalah.
Udara terasa ringan. Langit merah berubah kekuningan. Aku bisa merasakan langit dimana aku selalu tersenyum menatapnya. Tidak, kami bisa menang. Hanya menunggu. Tinggal menunggu. Ya, aku berharap dengan dunia ini menjadi siang, Genderuwo dan pasukannya akan melemah dan mundur. Aku berharap pada keyakinan ini.
Eh Zoya? Apa yang dia lakukan?
Zoya berdiri di depan kami semua. "Kawan-kawan, senang bisa mengenal kalian."
"Zoya?" lirih Mahendra.
"Muka sayu?" sindir Antara.
"Aku akan menjadi umpan, menahan makhluk- makhluk ini sementara kalian membukakan portal!"
"Tapi kita membutuhkan Batu Roh!" semprot Mahendra.
"Liat sekelilingmu, banyak makhluk yang bisa kita kalahkan kecuali yang hitam itu."
Zoya berkata dengan wajah ketakutan dan tangan gemetaran hebat. Jangan sok jago konyol, kau bukanlah Aragorn atau Legolas. Kau hanya anak SMA. Aku malah berpikir sebetulnya Zoya malah ingin mengorbankan kami demi dirinya sendiri.
Genderuwo berpaling. Matanya menaruh kekesalan pada langit yang hampir biru. Dia menyusut kembali dan kuntilanak pasukannya mulai memudar.
"Waktu kami telah habis, kalian selamat anak-anak bodoh. Ya kami akan pergi, dunia telah berubah. Zoya nama pemimpin kalian?"
Zoya menelan ludah. "Y—ya, ya i-itu aku!"
"Kau akan aku kutuk." Genderuwo menjentikkan jari, semacam cahaya kuning kelabu menguar dari tubuh Zoya. "Jiwamu akan terkurung di sini. Ambillah separuh jiwamu itu sebelum tahun berganti. Bila kau gagal, kau tak akan pernah bisa keluar dari sini. Kau akan terkurung selamanya dan duniamu akan hancur." Genderuwo berubah menjadi abu. Wajahnya pudar. "Kalahkan aku di Dua Pilar jika ingin mendapatkan jiwamu kembali." Mata merahnya tertuju pada Nadla. "Dan kau—"
Begitu kata-kata terakhir genderuwo itu sebelum akhirnya dihembuskan abunya oleh angin.
Langit biru merekah, senyuman kami pun mulai terukir. Tubuhku tiba-tiba pulih. Ya, kami selamat!
Angelica melepaskanku. "Kau sudah tidak butuh bantuanku."
"Ya, terima kasih, dan wajahmu juga sudah tak merah lagi."
Aku menghela napas lega. Sally dan Nadla bangkit.
Zoya merebahkan diri. "Menakutkan banget anjir! Terus kenapa aku doang yang dikutuk! Kenapa tidak kalian juga tidak kena?"
"Kau kan yang berkata bahwa dirimu adalah Komandan Zoya Bonaparte," celetuk Mahendra, ikut merebahkan diri.
"Seratus persen kesalahanmu sendiri Zoya." Antara membetulkan kacamatanya yang miring.
"Keburukan datang dari dirimu sendiri Zoya." Sebetulnya tak ingin aku berkata demikian karena aku sendiri tak layak berkata begitu.
"Kau juga Sekretaris? Kau di pihak mana?"
"Tak apa Zoya, aku dukung kamu deh!"
"I juga deh! Semangat Zoya!"
"Ah Sally! Nadla! Ay lop you!"
"Menjijikkan." Angelica mendengus kesal.
Tawa pecah, menghiasi Sunset ajaib Sisi Lain. Hari ini tak ada matahari, tapi langit dunia Sisi Lain tetap bersinar biru.
"Kawan-kawan, bagaimana sekarang kita kembali?" Mahendra melihat arloji di tangan kanannya.
"Ah benar! Kita lupa Batu Roh!"
"Tak perlu cemas, aku sudah mendapatkannya." Angelica menunjukkan batu putih kelabu. "Aku mendapatkannya dari tuyul di dalam sana." Kata-kata si Dewi Pemarah begitu dingin.
Kami bersorak bahagia. Zoya yang paling salah tingkah.
Dewi fortuna masih berpihak pada kami rupanya. Sinar hangat menerpa wajahku. Langit kian membiru dan indah dipandang. Angin berdesir di sela daun bagai memainkan harpa. Rasanya aku ingin mengabadikan momen ini. Aku akan mengabadikannya lewat lagu band asal negeri paman sam, Maroon 5.
Aku memasang headphone ke telingaku. Layar biru mp3walkman menjukkan satu kata indah, Daylight.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Quinnela Estesa
kuntilanak harusnya hanya patuh sama Kuntilanak Hitam aja. itu ratunya Kuntilanak soalnya.
2024-11-14
0
Mizuki
pelajaran yang dapat diambil adalah... jangan sok jadi pemimpin ya kawan-kawan 🗿
2024-07-08
1
Ayanagi Joestar
bbaa Valyria?
2024-04-25
1