Chapter 2 - Rocky Mountain High

"Dunia sangatlah luas, kita hanyalah butiran air dalam samudra. Semakin kita tahu, semakin banyak kita tidak tahu."

Kutipan yang cocok untuk mendeskripsikan tempat yang sedang kududuki ini. Bukit-bukit bergelombang, padang perdu yang menjalar memenuhi seantero dataran, dan di kejauhan utara sana berdiri sebuah gunung hampir sempurna lancip.

Ajaibnya lagi, semua itu berada di balik portal rahasia di lantai empat bangunan tua dekat sekolahku. Aku berani berkata kalau tempat ini adalah keajaiban dunia nomor delapan setelah piramida Mesir.

Aku membalikkan halaman buku, lalu kembali menggambar lekuk dataran indah di hadapanku. Aku memang senang menggambar, ditambah hembusan angin yang memanjakan dan lagu Rocky Mountain High dari John Denver, rasanya seperti berada di surga.

Surgaku hanya berlangsung sesaat. Karena terdengar teriakkan yang memekakan telinga.

"Arghhhh"

"Siapa itu?" aku menurunkan headphone, berpaling ke arah sumber suara.

Beberapa detik hening. Tidak ada apa-apa. Namun sekali lagi terdengar teriakan tadi, arahnya dari pintu masuk dunia ini.

"Siapa di sana?" teriakku mengancam.

Tanpa berlama-lama, aku berlari menuruni lereng bukit dan tiba kemudian di tenda depan portal masuk dunia Sisi Lain. Langkahku berhenti di muka tenda. Bayang-bayang bergerak di sisi dalam tenda.

Siapa yang berani masuk ke dalam duniaku?

Dengan mencurahkan segenap keberanian, aku menyibak pintu tenda. Aku mematung seketika.

"Oh halo," Gadis itu menyeringai padaku yang terdiam membisu. "Maafkan—"

"Siapa kamu?" aku menyambar pemukul bisbol yang ada di samping jendela pintu. Berpose siap melancarkan pukukan homerun pada kepala sang gadis.

Gadis itu tersenyum seraya berkata, "Tenang-tenang, aku manusia kok bukan Yoma." Tangan kanannya berdarah-darah.

"Yoma?"

"Mereka penghuni dunia ini, kamu tidak tahu?" Gadis itu menyengir terpaksa. Wajahnya berpeluh. Berusaha menahan rasa sakit. "Sederhananya mereka adalah legenda-legenda dan mitos di dunia nyata yang hidup."

"Aku tak paham maksudmu. Apa itu Yoma? Kau yakin kau bukanlah seorang Yoma?"

Sang Gadis mengangguk sebagai jawabannya. "Akan kujelaskan nanti. Tapi sebelum itu, bisakah?" Matanya menunjuk ke tangan kanan yang terjerat di dalam kotak.

Pandangan kami saling bertukar, beberapa detik berlalu dan kami masih bertukar tatapan. Aku mengalah, kuturunkan pemukul bisbol ini lalu membukakan perangkap tikus yang menjerat tangannya.

Kelengangan mengisi sejenak. Kami kembali saling bertukar tatap.

"Ceritakan." Aku duduk menyilang menatap gadis aneh itu dari luar tenda. "Janjimu."

"Jahat sekali dirimu menyiapkan perangkap di dalam kotak seperti itu." Sang gadis berketus. Dia melirik sejenak arah kotak tadi lalu kembali menatap ke arahku.

"Aku lebih senang menyebutnya cerdas, siapa tau ada orang aneh yang menyentuh barangku tanpa sepengetahuanku," ketusku balik. "Sekarang janjimu."

Gadis itu tersenyum terpaksa, pandangannya berusaha menjauh dariku. "Ehem," itu yang dikatakannya ketika seenaknya saja masuk ke teritorialku.

Apa boleh buat, aku hanya bisa menghela napas dalam. "Janjimu, ingat," desahku.

"Tanyakan saja!" serunya penuh semangat. "Aku akan menjadi narasumber yang baik!"

"Kau menyebutkan sesuatu tadi. Yoma, apa itu?"

"Dari sekian kemungkinan, malah itu yang kau tanyakan," Gadis itu bangkit dari posisi duduk. Ia berjalan berputar-putar sambil menendang-nendang rumput pijakan.

Aku duduk memperhatikan wajahnya yang cemberut. "Kalau tidak mau menjawab, pergilah kau tidak ada urusannya di tempat ini."

Kali ini ia malah menyeringai jahat. Entah apa yang ada di pikirannya, tapi yang jelas dia pasti ada niatan jahat karena senyuman yang diberikannya mirip seperti antagonis dari film-film Hollywood. Tahu kan, tokoh-tokoh antagonis seperti di film MCU.

"Apa saja yang kau bawa, ada perbekalan atau mungkin senjata?"

"Hanya bekal yang dibuat olehku sendiri," ucapku kecut.

Gadis itu kecewa mendengar jawabanku. Apa maksudmu, hanya itu yang memang aku bawa, untuk apa juga camping di tempat seperti ini tanpa menikmati makanan buatan sendiri. Lagipula, tidak ada yang mau membuatkan bekal untukku.

"Baiklah, kau bawa saja pemukul bisbol itu. Ah iya, bawa juga bekalmu." ucap gadis tengik di hadapanku. Berjalan tanpa dosa menuju timur sana. "Ayo ikuti aku!"

Aku enggan mengikutinya. "Tidak, pergilah sana."

"Sudahlah, jangan keras kepala. Ayo ikut aku, biarlah kamu menyaksikan dengan mata kepalamu sendiri apa itu Yoma." Dia memberi senyuman manis sekarang. Tidak, aku lebih suka menyebutnya senyuman pahit karena apa yang selanjutnya terjadi.

Lagi-lagi aku mendengus kesal. "Iya, iya, Villain Marvel," hardikku sembari mencubit pangkal hidungku.

...****************...

Aku sedikit terengah-engah mengikuti langkah kakinya yang cukup cepat. Ingin rasanya aku menabok gadis tak tahu malu itu.

"Hey, tunggu dulu."

"Cepatlah!" sindirnya sambil melambaikan tangan.

"Dasar lidi," gerutuku dalam hati mengomentari tubuhnya yang benar-benar ramping kurus seperti lidi.

Setelah berjalan cukup jauh naik turun bukit, melewati padang perdu yang datar dan halus. Kami akhirnya sampai di sebuah gedung yang berdiri sendirian di tengah lapang luas ini. Jujur, ini kali pertamanya aku mengetahui ada bangunan demikian usang dan hancur di tengah hamparan hijau rumput dunia lain.

"Kebakaran gedung?" komentarku pada gedung kelam di sana.

"Ini kali pertamamu melihatnya bukan?"

"Jika ya, memangnya kenapa?" tanyaku balik.

"Bersiap-siaplah dengan Yoma yang berada di dalam."

Lagi gadis ini memberiku senyuman liciknya. Entahlah, aku sangat tidak bisa menebak isi pikirannya yang luar biasa abstrak. Yang kulakukan hanya mengikutinya masuk ke dalam gedung tua itu, melompati genangan air dan berbelok ke jendela pintu yang menuju lantai atas.

Semua kulakukan dengan senyap mengikuti si gadis antagonis tadi. Kami menaiki anak tangga. Kelihatannya ini adalah tangga emergency yang terdapat pada gedung-gedung pada umumnya, bedanya di sini seakan habis diterpa topan luar biasa dahsyat dan terbakar karena arus pendek.

Langkahku terhenti tepat ketika sampai di lantai berikutnya. Gadis Antagonis tengah merapatkan diri ke dinding samping jendela pintu.

"Hey, ada apa?"

"Shhhhh." Dia menempatkan jari telunjuk di depan mulut. "Jangan berisik, atau dia akan mengetahui kita," desisnya.

Aku melangkah lebih hati-hati, menghampirinya. Tiba juga akhirnya aku di lain sisi jendela pintu. Berdiri merapatkan tubuh pada dinding berlumut.

Tangan gadis itu mengisyaratkan aku untuk melirik ke arah ruangan di balik sana. Apa boleh buat, aku melirik ke dalam ruangan sana. Wajahku hanya sebagian yang keluar persembunyian, tapi aku bisa melihat jelas apa yang ada di dalam ruangan sana.

Kalian tidak akan percaya apa yang ada di depan sana. Astaga naga! Kepala manusia, tidak batok kepala manusia terbang menuju sudut jauh ruangan sana. Tidak ada kaki, tidak ada tangan, tidak ada tubuh, hanya tengkorak kepala dan tulang punggung yang melayang bersama isi perutnya.

Wajahnya juga sudah tak karuan, memang dia masih memiliki rambut panjang hitam menjuntai ke bawah, tapi kalau untuk wajah aku tak bisa banyak berkata karena begitu mengerikan hitam kelam warnanya.

"Kuyang," desisku sambil kembali menyembunyikan kepalaku. Tubuhku lebih dirapatkan ke dinding. Adrenalinku terpacu.

"Benar, dia hantu di dunia nyata,"

"Maksudmu?"

"Semua legenda dan hal-hal mistis yang ada di dunia nyata, semuanya ada di sini. Nanti akan aku jelaskan lebih lanjut ketika kita beres menghabisi kuyang di sana."

Bingung dan takut aku mendengar perkataan Gadis Antagonis. Tapi yang paling membingungkan adalah gadis antagonis itu sendiri. Dengan cepat dia mengeluarkan pistol glock dari tas kecilnya. Berbeda jauh dengan penampilannya yang sangat alim.

"Siapa kau sebenarnya?" tanyaku dengan suara sedikit laun.

"Nadla," jawabnya sambil mengecek amunisi pistolnya. "Siap beraksi?" tanyanya balik.

“Beraksi? Maksudmu—"

Nadla tersenyum mantap kepadaku, “Aku mulai duluan oke!” serunya seraya melesat keluar dengan ikonik dari balik dinding. Mengacungkan kepala senjata glocknya ke arah tengkorak terbang di sana.

“Hey!” seruku padanya. Jantungku berayun-ayun seperti punch bag yang ditinju oleh juara boxer dunia.

Apa yang mesti aku lakukan sekarang? kabur? Pilihan yang tepat, meninggalkan gadis antagonis itu sebagai umpan untukku berlari. Ikut dengannya ‘beraksi’? pilihan yang buruk, aku bisa mati mencoba ketika keluar persembunyian. Tapi setidaknya pilihan kedua ini memiliki persentase kehidupan yang jelas tatkala kami mengalahkan kuyang itu. Karena jika aku berlari, mungkin saja kuyang itu mengalahkan gadis antagonis dan mengejarku berikutnya.

Suara derak timah panas menumbuk batok kepala kuyang mengisi suara latar belakang. Kuyang terbang cepat melesat ke atas, menggeram bahagia berhasil menghindari dua tembakan dari Nadla. Kini ia terbang melesat tinggi ke langit dan menjatuhkan diri seperti meteor yang siap menghantam bumi. Mulutnya menganga siap mengoyak.

“Cepat bantu aku! Peluruku habis!” teriak Gadis Antagonis sedikit putus asa.

“Kau berhutang cerita padaku!” kataku tajam.

Ketika kepala melayang itu berada beberapa meter di depan Nadla, aku muncul tiba-tiba seraya melayangkan pukulan maut menggunakan pemukul bisbol. Dan berhasil, aku menghempaskan kuyang itu ke belakang hingga terjatuh tak berdaya. Suaranya hantaman itu sangat mantap, sebuah suara keretak kepala pecah.

“Bagus! Tapi belum cukup!” Nadla berseru lagi. Dia sudah siap dengan amunisi baru di pistolnya.

“Sial!” aku melompat ke belakang, sedikit terkejut oleh teriakkan mendenging sang kuyang.

Kuyang menerjang.

Kugulingkan tubuhku di lantai kotor berlumut ini. Aku berhasil menghindari serangan kuyang itu, yang melemparkan dirinya. Di saat-saat seperti ini, kakiku malah kebas, takut dan meragu harus kah mengikuti perintah pemilik tubuh yang gila. Musuh kami langsung terbang meliuk cepat dan ia masih mengejarku yang berlari memutari ruangan.

TANG!TANG! berdentang suara peluru yang mengenai beton kerangka bangunan.

“Sial! Arahkan pistolmu dengan benar Gadis Antagonis!” kini aku harus menghindari serangan dari Nadla sekaligus berlari dari kuyang.

“Kau pergilah dari sana, aku bisa saja mengenaimu!”

“Kaulah yang seharusnya membidik dengan lebih benar!”

Serak suara kuyang itu sudah sangat dekat. Dia pintar, di saat aku hendak berbelok, dia memilih jalan yang memotong sehingga aku dan dia sekarang saling tatap. Tiada waktu meragu, aku melayangkan pukulan Homerun padanya. Tidak beruntung. Dia menghindar lagi dan siap menggigitku.

Mujurnya diriku. Nadla si pendukung kali ini, ia dengan benar membidik batok kepala kuyang itu dan tepat mengenai bagian matanya, membuatnya terhempas cukup jauh. Sekarang giliranku, aku menginjak tulang punggung melayangnya, dan membabi buta memukul kepalanya dengan pemukul bisbol ini hingga pecah kepalanya yang tak keruan.

TAK!TAK!TAK!

Puas sekali aku memukul batok kepala kuyang ini, kertak suara kepalanya yang pecah sangat melenakan indra pendengaran. Aku hampir dibuat mati olehnya, jadi kini sangat senangnya diriku membuat mati dirinya.

“Sudah cukup, nanti kau akan menghancurkan item-nya.”

“ Item-nya?” Aku menghentikan pemukul bisbolku di udara. Tapi karena kuyang itu masih berusaha bangkit jadi aku layangkan serangan terakhir yang mampu memecah kepalanya dan membuat matanya menjadi padam.

“Itu dia yang aku maksudkan.”

Mataku tertuju ke tempat yang telunjuk Nadla arahkan. Sebuah bola kecil berwarna putih kelabu berguling jatuh dari batok kepala kuyang yang hancur. Nadla berjalan mengambil bola berukuran kelereng itu, ia mengulurkannya tepat hingga berada di depan hidungku.

“Batu Roh, bisa dibilang seperti jiwa pengisi yang menghidupkan Yoma.” Dia menarik bola putih kelabu itu hingga berada di depan matanya sekarang. “Seperti di manga atau anime jejepangan, ya kan?" tanya Nadla padaku ketika aku memberikan raut wajah kebingungan.

“Ini dunia nyata, bukan fiksi.”

“Oh ayolah, jangan seperti itu. Kau juga tau kan bahwa kita ini hanyalah karakter fiktif yang dibuat oleh Sang Author,” ucap Nadla sambil tersenyum kecil. Dia sambil menyiku lenganku.

Aku menatap garang sebagai balasan, membuatnya mundur terkejut. Dia berdeham dan menarik napas dalam, kemudian menaruh bola seukuran kelereng itu ke dalam tas kecilnya.

“Terima kasih untuk hari ini, aku akan kembali dengan membawa uang hasil jual Batu Roh yang baru kita dapatkan.” Dan begitu saja ucapan Nadla yang kemudian berjalan kembali ke tempat kami masuk tadi, meninggalkanku di sini.

“Hey tunggu dulu. Mana janjimu, kau berhutang cerita padaku.”

Langkah gadis antagonis itu terhenti. Dia berputar di tempat, “Hmm…. Benar juga. Baiklah aku akan ceritakan.” Nadla melipat tangannya. “Nah sekarang apa yang kamu ingin tanyakan?”

“Tempat ini, apa-apan tempat ini? Apa itu Yoma dan siapa kau sebenarnya? Bagaimana bisa masuk kemari?”

“Sederhananya, tempat ini adalah dunia lain di mana semua hal mistis di dunia kita sebenarnya hidup. Roh, legenda, cerita rakyat, hantu-hantu, dan apa pun itu yang merupakan makhluk halus di dunia kita, mereka semua hidup di sini sebagai perwujudan rasa takut manusia. Semakin besar rasa takut itu, semakin besar juga dan kuat pula wujudnya.” Nadla menunjuk mayat kuyang di sana. “Perwujudan rasa takut ini, mereka menjadi hidup dan dinamakan Yoma. Kuyang satu ini kelas rendahan. Masih banyak yang lebih menakutkan."

“Jadi maksudmu, tempat ini berbahaya?”

Nadla mengangguk setuju. Dia menyeka keringat di wajahnya. “Kurang lebih bisa dikatakan demikian, tapi sejujurnya masih banyak yang tidak kumengerti,” jawabnya kemudian.

Aku sangat tidak percaya perkataannya, ini semua tak masuk akal. Perwujudan dari rasa takut manusia? Apa-apaan hal itu? Sangat tidak masuk akal namun melihat fakta yang ada di depanku saat ini, sepertinya itu mungkin saja.

Hening sejenak mengisi kekosongan. Langit yang cerah terang benderang namun tak ada matahari, menyelimuti suasana bangunan tua. Gadis antagonis melirik ke arahku.

“Tidak ada yang ingin ditanyakan lagi?”

“Bukan pertanyaan sekarang, melainkan perintah.”

“Ehh, perintah?”

“Ini tempat bermainku, aku ingin kau tidak pernah muncul lagi di tempat ini dan menggangguku,” kataku mantap sambil menodongkan pemukul bisbol ini ke kepalanya. “Kalau kau tidak ingin hancur seperti ia.” Kuarahkan pemukul bisbol kepada kuyang yang retak hancur di sana.

“Tenang saja, kita tak akan bertemu lagi di tempat ini. Aku jamin dengan segenap raga dan jiwa," ujar Nadla sedikit tak acuh. Dia seperti biasa, memberikan senyuman khas antagonisnya itu padaku.

Aku sangat meragukan perkataannya.

Dengan perginya si gadis antagonis, sesi kali ini sudah selesai. Dan aku mesti membereskan bajuku juga kembali membawa barang bawaanku ke tenda depan portal dunia.

Setelah beres, dan kembali seperti semula penampilanku, aku kembali ke rumahku sesungguhnya yang mana nampak suram, rumahku masih kosong.

Aku menghempaskan diri ke kursi. "Apa-apaan gadis tadi?" gerutuku pada wajah cemberutku di cermin. Aku menarik napas dalam. "Yoma adalah perwujudan dari rasa takut manusia? yang benar saja."

Aku mencubit pangkal hidungku. Kepalaku tak hentinya berpikir keras.

Baiklah mari kita recap kejadian penuh adrenalin tadi. Pertama, ada gadis aneh yang datang entah dari mana masuk ke taman bermainku, dia menceritakan mengenai Yoma, asal usul mereka dan juga tempat bermainku itu yang mana sebetulnya adalah dunia lain yang berbahaya. Berikutnya kami berhasil mengalahkan kuyang lalu mengambil Batu Roh.

Nah sekarang, apa yang akan terjadi selanjutnya?

Aku yakin hari esok akan lebih banyak kejutan. Mata padamku di cermin makin kentara. Tanganku mengusap headphone yang bergelung di leherku.

"Aku tidak membutuhkan apa-apa, yang kubutuhkan hanyalah Sisi Lain," gumamku pada diriku yang suram di cermin.

Kuharap Dewi Fortuna berbaik hati padaku. Aku tak mau taman rahasiaku dirusak oleh orang lain.

...****************...

Aku membungkuk, meraih mp3walkman-ku yang terjatuh.

"Oh maaf, gue gak liat ada lu di sini," ucap gadis itu, Riefanie si preman sekolah.

"Terlalu pendek sih," cibir rekannya.

Rekannya yang lain menabrakku. "Gua mau ngingetin, jangan kegatelan, Ryan milik Marshanda."

Mereka melenggang pergi. Lorong sekolah kembali lengang.

Aku menghela napas dalam. Firasatku tak enak. Sesuatu menggemparkan pasti telah terjadi. Entah mungkin perang dunia tengah terjadi, atau yang lain. I don't know. Kuharap Dewi Fortuna masih memihakku.

Hari ini dimulai dengan aku diusili oleh anak kelas tetangga. Orang-orang itu beraninya ketika Kanjeng Ratu Sally tidak ada di sisiku. Iya, pertanda pertama sesuatu akan terjadi. Sally tidak mengabariku untuk mencontreng kehadirannya. Dia seolah sakit betulan. Dan pertanda keduanya, aku dituding pelakor. Mustahil.

"Tutup lagi pintunya, Prontagonis!" seru Ardhan si ketua kelas.

"Iya-iya."

Aku menutup pintu di belakangku. Kelaspun kembali heboh. Anak-anak kelas X MIPA 11 ini kembali menikmati jamkos dengan cara mereka masing-masing.

Benar, pertanda ketiga, Pak Roro datang terlambat ke kelas. Beliau tidak pernah demikian, beliau tipe guru yang datang sepuluh menit sebelum kelas dimulai.

Firasatku makin tidak enak. Si biang keladi setiap masalah kelas, Zoya, dia sedang asyik membaca buku alih-alih bermain gitar bersama rekan nyentriknya yang lain.

Hari ini sungguh berbeda dengan biasanya.

“Selamat pagi,” ucap Pak Roro memberi salam. Akhirnya beliau masuk ke kelas juga.

Semua anak mulai membereskan kekacauan yang mereka perbuat, kembali ke bangku masing-masing. Meja baris sudah rapi, papan tulis telah bersih, dan anak-anak sudah duduk manis menanti kata-kata dari Pak Roro.

Entah mengapa Pak Roro diam saja di depan kelas. Tak seperti biasanya yang langsung ke meja guru. Wajah pak guru itu seolah dibuat menjadi bersahabat padahal sebenarnya tidak.

“Anak-anak, kelas kalian kedatangan murid baru,” ucap pak Roro langsung ke dalam inti permasalahan, tak pernah basa-basi. Wajah pak Roro tertuju ke pintu kelas. Murid baru itu pun masuk kemudian setelah anggukan pak Roro.

Alangkah terkejutnya aku dengan murid baru itu. Dasar sialan, kenapa dia di sini?

“Yok, perkenalkan dirimu dulu.” Pak Roro menuju meja guru.

“Halo semuanya, namaku Nadla Putri Nandari.” Gadis antagonis itu tersenyum kepadaku. “Salam kenal.”

Terpopuler

Comments

story

story

Atau sama deng.

2024-09-18

0

story

story

Hampir sama dengan nama asliku. /Sweat/

2024-09-18

0

story

story

Fourth Wall Awareness.

2024-09-18

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - It's My Life
2 Chapter 2 - Rocky Mountain High
3 Chapter 3 - Begadang
4 Chapter 4 - Hotel California
5 Chapter 5 - Heartbeat
6 Chapter 6 - Paradise
7 Chapter 7 - Counting Stars
8 Chapter 8 - Up&up (Bagian Satu)
9 Chapter 8 - Up&up (Bagian dua)
10 Chapter 8 - Up&up (Bagian tiga)
11 Chapter 9 - Daylight (Bagian Satu)
12 Chapter 9 - Daylight (Bagian Dua)
13 Chapter 10 - Dibalik Hari Ini (Bagian Satu)
14 Chapter 10 - Dibalik Hari Ini (Bagian Dua)
15 Chapter 11 - Dynamite (Bagian Satu)
16 Chapter 11 - Dynamite (Bagian Dua)
17 Chapter 11 - Dynamite (Bagian Tiga)
18 Chapter 12 - Jangan (Bagian Satu)
19 Chapter 12 - Jangan (Bagian Dua)
20 Chapter 12 - Jangan (Bagian Tiga)
21 Chapter 13 - Fire With Fire (Bagian Satu)
22 Chapter 13 - Fire With Fire (Bagian Dua)
23 Chapter 14 - Hotel California (Bagian Satu)
24 Chapter 14 - Hotel California (Bagian Dua)
25 Chapter 15 - Bring Me To Life (Bagian Satu)
26 Chapter 15 - Bring Me To Life (Bagian Dua)
27 Chapter 16 - Let It Be
28 Chapter 17 - Party Rock Anthem (Bagian Satu)
29 Chapter 17 - Party Rock Anthem (Bagian Dua)
30 Chapter 18 - Jailhouse Rock
31 Chapter 19 - Give Love (Bagian Satu)
32 Chapter 19 - Give Love (Bagian Dua)
33 Chapter 20 - Sweet Victory
34 Chapter 21 - Otherside
35 Chapter 22 - Faded
36 Chapter 23 - Castle On The Hill (Bagian Satu)
37 Chapter 23 - Castle On The Hill (Bagian Dua)
38 Chapter 24 - Iridescent
39 Chapter 25 - Do You Hear The People Sing?
40 Chapter 26 - Kereta Kencan
41 Chapter 27 - Pudar (Bagian Satu)
42 Chapter 27 - Pudar (Bagian Dua)
43 Chapter 28 - Pilihanku
44 Chapter 29
45 Chapter 30 - Broken Angel
46 Chapter 31 - Aw Aw Aw
47 Chapter 32 - From Now On (Bagian Satu)
48 Chapter 32 - From Now On (Bagian Dua)
49 Chapter 33 - Page of Life In My Story
50 Chapter 34 - Dreamhigh
51 Chapter 35 - Hymn For Weekend
52 Chapter 36 - Stand By You
53 Chapter 37 - Tanpa Tergesa
54 Chapter 38 - 17才 (Bagian Satu)
55 Chapter 38 - 17才 (Bagian Dua)
56 Chapter 39 - In The End (Bagian Satu)
57 Chapter 39 - In The End (Bagian Dua)
58 Chapter 39 - In The End (Bagian Tiga)
59 Chapter 39 - In The End (Bagian Empat)
60 Chapter 40 - The End Run
61 Chapter 41 - Tetap Dalam Jiwa (Bagian Satu)
62 Chapter 41 - Tetap Dalam Jiwa (Bagian Dua)
63 Chapter 42 - Let Her Go
64 Chapter 43 - Sampai Jumpa
65 Epilog
66 Prolog
67 Akhir Kata
68 Side Story 1: Prontagonis/Sekretaris
69 Pengumuman Update
Episodes

Updated 69 Episodes

1
Chapter 1 - It's My Life
2
Chapter 2 - Rocky Mountain High
3
Chapter 3 - Begadang
4
Chapter 4 - Hotel California
5
Chapter 5 - Heartbeat
6
Chapter 6 - Paradise
7
Chapter 7 - Counting Stars
8
Chapter 8 - Up&up (Bagian Satu)
9
Chapter 8 - Up&up (Bagian dua)
10
Chapter 8 - Up&up (Bagian tiga)
11
Chapter 9 - Daylight (Bagian Satu)
12
Chapter 9 - Daylight (Bagian Dua)
13
Chapter 10 - Dibalik Hari Ini (Bagian Satu)
14
Chapter 10 - Dibalik Hari Ini (Bagian Dua)
15
Chapter 11 - Dynamite (Bagian Satu)
16
Chapter 11 - Dynamite (Bagian Dua)
17
Chapter 11 - Dynamite (Bagian Tiga)
18
Chapter 12 - Jangan (Bagian Satu)
19
Chapter 12 - Jangan (Bagian Dua)
20
Chapter 12 - Jangan (Bagian Tiga)
21
Chapter 13 - Fire With Fire (Bagian Satu)
22
Chapter 13 - Fire With Fire (Bagian Dua)
23
Chapter 14 - Hotel California (Bagian Satu)
24
Chapter 14 - Hotel California (Bagian Dua)
25
Chapter 15 - Bring Me To Life (Bagian Satu)
26
Chapter 15 - Bring Me To Life (Bagian Dua)
27
Chapter 16 - Let It Be
28
Chapter 17 - Party Rock Anthem (Bagian Satu)
29
Chapter 17 - Party Rock Anthem (Bagian Dua)
30
Chapter 18 - Jailhouse Rock
31
Chapter 19 - Give Love (Bagian Satu)
32
Chapter 19 - Give Love (Bagian Dua)
33
Chapter 20 - Sweet Victory
34
Chapter 21 - Otherside
35
Chapter 22 - Faded
36
Chapter 23 - Castle On The Hill (Bagian Satu)
37
Chapter 23 - Castle On The Hill (Bagian Dua)
38
Chapter 24 - Iridescent
39
Chapter 25 - Do You Hear The People Sing?
40
Chapter 26 - Kereta Kencan
41
Chapter 27 - Pudar (Bagian Satu)
42
Chapter 27 - Pudar (Bagian Dua)
43
Chapter 28 - Pilihanku
44
Chapter 29
45
Chapter 30 - Broken Angel
46
Chapter 31 - Aw Aw Aw
47
Chapter 32 - From Now On (Bagian Satu)
48
Chapter 32 - From Now On (Bagian Dua)
49
Chapter 33 - Page of Life In My Story
50
Chapter 34 - Dreamhigh
51
Chapter 35 - Hymn For Weekend
52
Chapter 36 - Stand By You
53
Chapter 37 - Tanpa Tergesa
54
Chapter 38 - 17才 (Bagian Satu)
55
Chapter 38 - 17才 (Bagian Dua)
56
Chapter 39 - In The End (Bagian Satu)
57
Chapter 39 - In The End (Bagian Dua)
58
Chapter 39 - In The End (Bagian Tiga)
59
Chapter 39 - In The End (Bagian Empat)
60
Chapter 40 - The End Run
61
Chapter 41 - Tetap Dalam Jiwa (Bagian Satu)
62
Chapter 41 - Tetap Dalam Jiwa (Bagian Dua)
63
Chapter 42 - Let Her Go
64
Chapter 43 - Sampai Jumpa
65
Epilog
66
Prolog
67
Akhir Kata
68
Side Story 1: Prontagonis/Sekretaris
69
Pengumuman Update

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!