Chapter 5 - Heartbeat

Jumat pagi, kelasku diisi oleh jamuan materi yang paling mengunggah imajinasi. Karena jika tidak menggunakan imajinasi, satupun kalimat sakti Bu Ella tidak akan menempel pada kepala. Ibarat masuk telinga kiri, keluar telinga kanan.

"Energi tidak bisa diciptakan dan dimusnahkan. Energi hanya bisa diubah ke bentuk lain."

Seperti itu salah satu contoh kalimat saktinya.

Bu Ella adalah guru Fisika di sekolahku. Beliaulah guru yang paling ingin dihindari setiap murid yang duduk bersekolah di SMAN sekian ini. Dibuat pusing mereka olehnya, kata-kata yang berasal dari langit.

Begitu yang bisa kuceritakan dari sudut pandang anak didiknya. Tidak ada seorang pun di sekolahku yang benar-benar mengertikan Fisika selain guru Fisika dan seorang lelaki tulen mengenakan kaca mata kotak, Antara Marantara. Si Ilmuwan Gila yang IQ-nya jauh di atas hutang negara Indonesia.

Kelas hening. Bu Ella sibuk menjelaskan di papan tulis. Sebetulnya kelas hening bukan karena menaruh atensi pada Bu Ella, melainkan hening karena tidak mengerti apa-apa. Tidak mengerti sigma F sama dengan m dikalikan a. Tidak mengerti pula harus bertanya apa.

Keheningan ini lebih banyak dimanfaatkan penghuni kelas untuk mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan di rumah. Sally memanfaatkannya untuk chattinggan dengan doi. Hanya Antara seorang yang memperhatikan benar setiap patah kata guru Fisika kami.

Antara mengangkat tangan. Bu Ella menanggapi semangatnya dengan satu kata sederhana, "Silahkan."

"Pertanyaan ini cukup aneh," ucap Antara penuh semangat. Si Ilmuwan gila mendorong naik kacamatanya yang berusaha menjatuhkan diri. "Apa teleportasi itu nyata?"

Bu Ella berpikir keras. Tapi dia tetap menjawab pertanyaan Antara. "Apa yang kamu lihat di film masih belum terbukti secara empirik. Jadi singkatnya Ibu hanya bisa menjawab untuk saat ini masih belum bisa."

Dilihat dari mimik wajahnya, kentara bahwa Antara sudah mengetahui jawaban tersebut. Dia memiliki alibi.

"Secara empirik fenomena teleportasi sudah terjadi di dunia nyata, tidak lebih tepatnya pada dunia kuantum. Namun yang dikirimkan bukanlah massa melainkan informasi, spin orbital contohnya." Mata si Ilmuwan Gila mengarah padaku. "Di masa depan tidak menutup kemungkinan teleportasi massa, benar bukan?"

Sudah kuduga! Ini pasti karena Antara memergokiku muncul secara tiba-tiba di suatu tempat.

Aku memalingkan pandang, sombong. Tidak akan aku termakan siasat itu untuk membongkar rahasia Sisi Lain.

Antara membalikkan lekuk senyumnya, mendapati mangsanya kabur dari perangkap.

Tentu rencananya tak berhenti sampai pada pertanyaan tadi. Selepas waktu istirahat tiba, si kacamata datang kebangkuku. Membawa buku untuk belajar, berpura-pura. Akupun akan berpura-pura tidak menganggap si kacamata ada sebelum dia bersua.

"Sudah dengar berita terbaru?" tanya Sally.

"Iya, nomor sekian rupanya tidak bisa berdebat."

"Bukan itu seyeng!" Sally gemas meremas pipiku. "Katanya ada restoran sushi baru dibuka di deket alun-alun. Kapan-kapan temenin gue makan di sana yuk." Sally berbisik padaku. "Gue bakalan bawa si Endra ama yang lain. Mayan cuci mata, Ay!"

Aku mendesah. "Kalau ada waktu aku akan datang tapi sekalipun aku datang, makanan bayar masing-masing."

"Untuk kali ini aja ya, plis." Sally memberikan muka imut agar aku berlutut pada keinginannya. "Traktir, Ya? ya?"

Antara yang sedari tadi berdiri di depan, akhirnya memutuskan untuk berbicara. "Ehem, boleh—"

Dan tentu aku melenggang pergi, membawa Sally bersamaku. Kemana saja yang jauh dari pandang mata menghujam Antara. Namun tetap si Ilmuwan Gila tidak melepaskan begitu saja ladang pengetahuan barunya.

Beliau berpura-pura pergi ke kantin yang sama, memesan air mineral. Aku lekas pergi, Antara mengikuti dalam kerumunan orang-orang. Aku duduk di bangku kantin dekat lapang, Antara duduk di bangku seberang tepat di samping bangku yang diisi olehku. Aku berpura-pura menyapa teman lama, Antara berdiri di tengah lapang layaknya tiang listrik; pandangannya tertuju padaku.

Aku tak bisa lari darinya. Dia seolah ada di mana-mana. Antara selalu tahu kemana aku hendak melangkah. Sepulang sekolah. Pagi buta. Mal atau taman bermainpun tak luput dari pengawasannya. Pasti ada semacam telepati antara pemuda gila ilmu pengetahuan tersebut dengan Sang Author. Oleh karenanya, selama beberapa hari aku tidak melakukan apapun yang berhubungan dengan Sisi lain.

Yang pasti, Antara tidak akan berhenti sebelum pertanyaannya dijawab dengan baik dan benar. Aku sudah melanggar peraturan pertama orang-orang haus ilmu pengetahuan. Kabur dari pertanyaan.

Suatu hari, sehabis jam istirahat usai dan kelas Pak Roro ditiadakan, aku bergegas menuju perpustakaan. Pergi secepat kilat untuk lari dari Ilmuwan Gila.

Nadla terus berceloteh di sebelah kiri, sementara Sally mengangguk saja mendengar ocehannya. Kentara mengerti atau tidak, itu hal lain. Nadla tengah menjelaskan dunia Sisi Lain.

"Terus-terus, di sana ada vampir ke di twilight gak? Ganteng-ganteng gak? ato buruk rupa?" tanya Sally penasaran.

"Harusnya ada tapi aku belum menemukannya."

"Boleh gue ikut? boleh gak? Boleh ya?"

"Mengenai itu, bukan aku yang memutuskan." Nadla melirik padaku, tersenyum licik.

"Bolehlah, harus boleh sih! Wajib ini mah!" Sally menatapku.

"Jangan percaya ucapan Gadis Antagonis, dia hanya bisa membual," ucapku tajam, membawa Sally kembali dalam pengaruhku.

Tunggu, sejak kapan mereka berdua dekat begini? sepertinya beberapa hari lalu aku terlalu sibuk berlari dari pandangan tajam si Ilmuwan Gila. Dan sialnya Nadla, sejak kapan kau membeberkan rahasia Sisi Lain pada Sally?

Aku hanya bisa menghela napas dalam.

Setiba di lantai tiga, aku celingak-celinguk seperti maling. Menanti apakah ada Antara di antara kerumunan anak-anak yang duduk santai di lantai. Aman rupanya. Tapi feelingku tidak enak. Tidak mungkin Antara membiarkanku bebas tanpa jawaban.

Dan benar saja! Intuisiku selalu benar. Tepat ketika tikungan menuju lorong perpustakaan, indra penglihatanku seolah berubah super. Sekilas saja dalam hitungan mili detik, aku bisa melihat tepian kacamata kotak si Ilmuwan Gila. Benar-benar gila.

Langkahku terhenti. Sally dan Nadla menatap heran.

"Ahahaha, sepertinya aku lupa sesuatu." Tubuku berputar 180 derajat. "Iya benar, aku melupakan buku catatan Matematikaku. Kalian berdua pergi duluan tanpaku."

"Sudah kuduga, kau akan mengucapkan kata-kata itu." Ilmuwan Gila bersabda di kejauhan lorong. Meski begitu, suaranya yang bernada bariton itu bisa sampai pada telingaku.

Antara, dia bukan orang biasa. Gila, benar-benar gila! Bagaimana beliau bisa sampai di sini lebih dahulu dariku?

"Prontagonis." Suaranya terdengar dekat.

Aku melirik ke balik bahu. Pemuda berkacamata sudah berada di belakangku. Berdiri di antara Sally dan Nadla yang menunjukkan mimik wajah kebingungan.

Dia mendorong kacamatanya yang melorot. Berlaga cool seperti karakter dingin di dalam film-film gepeng. "Kata-kata itu yang kutunggu. Semua sesuai perkiraan." Antara lantas mengeluarkan buku bersampul coklat dari balik punggungnya. "Ini buku buku yang kau cari, dengan senang hati kubawakan." Entah mengapa kacamatanya bersinar biru.

"Sejak kapan kalian dekat?" tanya Sally padaku.

Sial, aku sangat ingin sekali memukul penciptaku sekarang.

...****************...

Kecanggungan mengisi meja penuh buku terhampar. Empat orang paling tidak bisa diajak bicara sedang duduk bersama. Antara memperbaiki posisi kacamatanya lalu kembali menatap lamat-lamat diriku. Sally memberikan pandangan mencela pada layar ponselnya. Nadla duduk manis memainkan tangan di atas meja, tapi jangan tertipu siasatnya. Dia yang paling merekahkan senyuman licik. Dan aku, duduk kebingungan dibuat mereka.

"Jadi," ucap Antara, melepaskan lengang berkelanjutan di meja kayu. "Boleh ceritakan padaku bagaimana dirimu berteleportasi."

"Apa yang kau kata? aku gagal mengerti. Bukankah kamu sendiri yang bilang berteleportasi hanya bisa mengirim informasi dan itu pun hanya dalam dunia kuantum."

"Sudah kuduga kau akan mengatakannya," ucap Antara mantap sembari memperbaiki kacamatanya yang menyerong. "Memang benar seperti katamu."

"Ya kan, Bu Ella sudah memberitahumu pas kelas Fisika minggu lalu."

"Tapi," ucap Antara tajam.

Aku menelan ludah. Antara sulit sekali diyakinkan. "Tapi?" tanyaku, pura-pura dungu.

"Bila kita hanya melihat pengetahuan sekarang memang benar. Tapi aku punya teori baru mengenai itu. Teori Otherside."

Nadla mengamati kami penuh kegemasan. Kedua tangan menumpu pipinya.

"Otherside?" aku berpura-pura terkejut.

"Wah HIVI! nanti mau adain konser di kota ini loh!" Sally berseru. Netranya ditujukan ke layar ponsel, tapi sejatinya aku yakin Sally sedang memperhatikan pembicaraanku dengan Antara.

Bu Nuning mendesis, berkata pada kami untuk tidak berisik di perpustakaan. Aku mengangguk, yang lain di meja ini juga mengikutiku.

"Ehem, jadi begini." Antara menurunkan Amplitudo gelombang suaranya. "Aku punya asumsi buatanku sendiri yang mengatakan bahwa materi yang kita ketahui adalah sejatinya sebuah gelombang yang berubah-ubah sangat cepat hingga menyebabkan gelombang ini seperti bersifat seperti massa."

"Maksudnya dualisme partikel gelombang?"

"Tidak, tidak ada partikel, semua adalah gelombang. Lihat kipas angin di atas sana?" Antara menunjuk baling-baling yang menggantung di langit-langit. "Bila frekuensinya sangat lambat, apa yang kalian lihat adalah tiga baling-baling berputar. Tapi apa jadinya ketika frekuensinya sangat cepat?"

"Kipas itu terlihat layaknya sebuah lingkaran," ucapku ragu, pura-pura dungu.

"Tepat sekali!"

Nadla tersenyum licik di sebelah Antara.

"Ih liat ini! kak Arlan buat postingan baru!" celetuk Sally di sebelahku, menyodokan layar IG-nya.

"La-lalu apa kaitannya teorimu dengan teleportasi?"

"Ada kalanya massa yang kita ketahui bisa memanipulasi frekuensi gelombangnya, atau lebih tepatnya, ada suatu tempat dimana partikel menjadi gelombang. Di tempat ini, kita bisa bebas bergerak, kecepatan kalian bisa sangat cepat dibanding dengan tempat semula, di dunia nyata."

"Ah benar Begitu, sangat luar biasa pemikiranmu Antara Marantara!" komentar Nadla.

Bibirku berkedut.

Antara memperbaiki kacamatanya. "Di sinilah Teori Otherside milikku berperan. Teori Otherside mengatakan bahwa terdapat dimensi lain serupa dengan dimensi manusia seperti kita ini. Dunia tumpang tindih layaknya serial Bumi dari Tere Liye. Sama persis hanya saja, di sana kita mengubah frekuensi gelombang kita. Maka kita seolah tak menjadi tak kasat mata."

Aku menghela napas dalam. "Lalu apa hubungannya denganku? Mengapa kau sampai menguntitku selama beberapa hari? Cepat katakan stalker!" ketusku, berang.

"Kau. Ya, kau Sekretaris." Antara mendekatkan wajahnya padaku perlahan; Nadla semakin sumringah; Sally menurunkan layar ponsel. Sial wajah Antara terlalu dekat. "Kau Sekretaris, kau sudah pernah memasuki dunia tersebut bukan? Dunia bernama Otherside. Kau masuk ke sana dari suatu tempat lalu keluar berteleportasi melaluinya gerbang lain."

Lengang mengisi sejenak. Sally menaruh perhatian khusus padaku. Nadla juga begitu, apalagi si Ilmuwan Gila yang wajahnya dekat sekali denganku.

Tanganku meremas permukaan rok. Sementara tanganku yang satunya hampir merobek halaman buku. Aku mendesah.

"Baiklah-baiklah! Aku mengaku, ya aku mengaku! benar terdapat dunia lain, dunia tak kasat mata seperti teori konyolmu. Frekuensinya saja beda jadi tidak tumpang tindih. Dan aku sudah berulang kali kesana."

"Sudah kuduga," ucap Antara, menarik wajahnya dari pandanganku.

Justru Sally kini yang mendekatkan wajahnya padaku. "Benarkah? Benar kah? Jadi omong kosong si kacamata beneran toh? Gimana dunia disana tuh?"

"Ya begitulah, agak mengerikan." Aku memalingkan pandangan sombong, menatap sekilas wajah penuh kemenangan. "Kau puas Ilmuwan Gila?"

"Masih belum. Bawa aku ke sana, maka percakapan ini kita anggap tidak pernah ada. Dan aku akan mendukungmu Sekretaris."

"Baiklah, aku akan membawamu ke Sisi Lain." Aku mendengus malas. "Setelah itu, jangan ganggu aku lagi Kacamata!"

"Eh? Gua juga! Bawa gue juga!"

"Terserah, asalkan kalian berdua tidak memberitahukan ini pada yang lain. Jangan jadi ember." Aku menggerutu sendiri.

Antara mengangguk bangga. Tapi wajahnya penuh kebingungan. "Kami berdua? Nadla?"

"Dia sudah tahu."

Atensi tertuju pada si Gadis Antagonis. "Benar sekali!" senyuman kecil merekah di wajahnya.

"Sudah kuduga." Antara berdeham.

Dan seperti itulah. Mulai hari ini, Selasa pukul 13.00 WIB, terdapat dua orang yang kelak menjadi anggota baru tim penjelajah Sisi Lain. Antara dan Sally. Pertemuan pertama ini menjadi cikal bakal berdirinya Ekskul Karuta.

Tak kusangka hal ini akan terjadi. Jantungku berasa berdetak semakin cepat. Apa yang akan mereka lakukan di tempat satu-satunya milikku itu? Aku tak ingin....Kesenangan di taman rahasiaku hilang. Bila makin banyak orang tahu tempat rahasiaku, aku jadi bukan seseorang yang spesial lagi.

...****************...

Lelahnya, gumamku dalam hati.

Pak Roro rupanya memberikan tugas tambahan sebagai ganti kelasnya yang kosong karena beliau sakit. Tapi ketua kelas malah sengaja tidak membawa kabar tersebut. Sengaja agar tugas di kelas itu dijadikan pekerjaan rumah. Wakil ketua sama saja tidak beresnya. Sialan benar mereka berdua.

Menjengkelkan sekali apalagi ditambah masalah rahasia Sisi Lain yang terungkap.

Seseorang menarik bahuku. Tubuhku terbentur ke tembok.

"Hey Anata, Sekretaris, sembunyikan watashi dari mereka!"

"Zoya?"

"Jangan banyak tanya Sekretaris, oh my god mereka datang." Zoya berkata padaku dengan bola mata membulat sempurna.

Aku menyaksikan si konyol bersembunyi di balik tembok koperasi tua. Sementara orang-orang bertubuh tinggi kekar mendatangiku. Tiga orang, satu pejantan dan sisanya betina. Yang pejantan mewarnai rambutnya coklat. Wajahnya bengis. Betina di sisinya tidak kalah kasarnya. Sama-sama memiliki wajah sinis dan mata mencela. Tapi seragam merekalah yang aku perhatikan. Putih biru. Anak SMP?

Si pejantan mendatangiku.

"Loe yang di sana, lihat laki-laki konyol berseragam SMA lewat jalan sini?"

"Mukanya pasaran, matanya sayu," ungkap si gadis rambut merah. "Konyol sekali kayak badut."

"Tidak terbesit olehku lelaki seperti bayangan kalian."

"Bocah Zoya sekolah sama dengan lu tau,"

"Rambutnya gondrong dan dia kalau tidak salah memakai seragam sama sepertimu." Si rambut hijau berkata agak kasar.

"Mungkin kalian salah mengira dia dari sekolah yang sama denganku. Karena tidak pernah aku melihat wajah sekonyol itu di sekolah." Si pejantan terkekeh. "Apa ada yang lucu?"

"Si bocah Zoya serendah itu di sekolahnya. Sampai tidak ada seorang pun yang mengenalinya. Terimakasih kak, itu informasi baru!"

Si pejantan berlari menuju jalan utama. Dua perempuannya mengikuti dari belakang. Masalah demi masalah datang menghampiri bagai wabah yang menjalar. Beginikah kehidupan anak SMA? Masalah demi masalah menghampirimu setiap hari.

"Sudah aman, kau bisa keluar."

"Fyuh, hampir saja watashi mati."

"Dasar otaku,"

"Etttt, tunggu sebentar. Jangan berpaling begitu saja."

"Katakan maumu wibu akut."

"What? wibu akut? Aku, wibu akut?" Zoya memegang kedua bahuku.

"Tidak suka? Baiklah aku ganti jadi bodoh akut."

"Apa? Bodoh akut?" Wajah Zoya semakin dekat dan dekat. Sial aku ingin muntah.

"Menyingkirlah, aku mau pulang." Kusingkirkan kedua tangan kumal Zoya. Selagi si konyol terbelalak, aku melenggang pergi.

Tatapan Zoya masih tertuju pada diriku.

"Apa?"

"Uhum, karena kau sudah membantuku tadi, aku akan membayarkan hutangku ini. Katakan saja apa maumu Sekretaris, nanti aku lakukan apapun atas namamu!"

"Aku ingin pulang, sampai jumpa di kelas nanti."

Sangat random. Satu kata yang bisa menjelaskan perilaku Zoya yang paling tidak bisa ditebak. Ini hanya contoh kecil kelakuan konyol beliau. Sisanya bisa kujelaskan dalam satu novel penuh. Sebuah kisah kerandoman makhluk bernama Zoya.

Papan Tulis Putih hari ini kosong selain oleh tulisanku. Mereka tidak memberikan pesan padaku.

"Bi aku pulang."

"Bagaimana sekolahnya Nak?"

Hannah tengah sibuk menyapu halaman depan. Wajahnya sejuk, dan matanya menenangkan tidak seperti mereka. Hannah melambai, menyambutku pulang.

"Begitulah, dan ya, aku tidak bisa banyak cerita juga karena tidak banyak yang bisa diceritakan." Sepatu dijejalkan pada lemari kayu. Kuberjalan hanya dengan kaos kaki putih menuju ruang tamu. "Ayah dan Ibu bagaimana?"

"Tuan dan Nona tidak bisa pulang untuk satu atau dua bulan kedepan. Tuan sedang ada urusan di Marseille dan Nona sibuk pada pekerjaannya di kantor."

"Baguslah," ucapku laun. Langkahku terhenti di ambang pintu. "Oh ya besok hari libur nasional, jadi tidak perlu repot membersihkan rumah Bi. Bi Hannah cuti dulu saja."

"Kondisi rumah harus seperti baru, itu kata Tuan."

"Tapi ayah tidak pulang 'kan beberapa hari ini? Jadi lupakan saja," desahku malas.

Yah, walau sesungguhnya mereka tidak akan pulang dalam waktu yang lama.

Hal yang sangat ingin aku lakukan sekarang adalah merebahkan diri pada pulau kapuk. Hari ini lelah sekali. Terlalu banyak kejadian datang menghantui dalam satu hari penuh. Waktu yang cocok untuk melupakan semua dalam sebuah senandung nada.

Kupasangkan headphone yang selalu menggantung di leher ini. Kebetulan lagu masih berputar. Ilham Aditama melolongkan kata Heartbeat dalam output headphone.

Langit-langit kamar menatapku, aku menatap balik.

Apa semua baik-baik saja bila rahasiaku diketahui semua orang? Lalu bagaimana tempatku seharusnya...

"Emily, bagaimana ini? Aku berharap kamu mempunyai jawaban atas masalah hidupku," gumamku pada Emily, walau lebih tepatnya pada langit-langit kamar.

Bola mata berwana hitam itu memandangku lamat-lamat. Tapi boneka panda itu tetap duduk manis di atas kursi. Emily tidak merespon. Tentu saja pasti begitu karena dia adalah boneka panda.

Terpopuler

Comments

story

story

Aturan tanda koma.

2025-02-26

0

Mizuki

Mizuki

time to spam iklan buat kak ripley

2024-06-28

0

Mr. Wilhelm

Mr. Wilhelm

kek Photon gtu yah

2024-04-09

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - It's My Life
2 Chapter 2 - Rocky Mountain High
3 Chapter 3 - Begadang
4 Chapter 4 - Hotel California
5 Chapter 5 - Heartbeat
6 Chapter 6 - Paradise
7 Chapter 7 - Counting Stars
8 Chapter 8 - Up&up (Bagian Satu)
9 Chapter 8 - Up&up (Bagian dua)
10 Chapter 8 - Up&up (Bagian tiga)
11 Chapter 9 - Daylight (Bagian Satu)
12 Chapter 9 - Daylight (Bagian Dua)
13 Chapter 10 - Dibalik Hari Ini (Bagian Satu)
14 Chapter 10 - Dibalik Hari Ini (Bagian Dua)
15 Chapter 11 - Dynamite (Bagian Satu)
16 Chapter 11 - Dynamite (Bagian Dua)
17 Chapter 11 - Dynamite (Bagian Tiga)
18 Chapter 12 - Jangan (Bagian Satu)
19 Chapter 12 - Jangan (Bagian Dua)
20 Chapter 12 - Jangan (Bagian Tiga)
21 Chapter 13 - Fire With Fire (Bagian Satu)
22 Chapter 13 - Fire With Fire (Bagian Dua)
23 Chapter 14 - Hotel California (Bagian Satu)
24 Chapter 14 - Hotel California (Bagian Dua)
25 Chapter 15 - Bring Me To Life (Bagian Satu)
26 Chapter 15 - Bring Me To Life (Bagian Dua)
27 Chapter 16 - Let It Be
28 Chapter 17 - Party Rock Anthem (Bagian Satu)
29 Chapter 17 - Party Rock Anthem (Bagian Dua)
30 Chapter 18 - Jailhouse Rock
31 Chapter 19 - Give Love (Bagian Satu)
32 Chapter 19 - Give Love (Bagian Dua)
33 Chapter 20 - Sweet Victory
34 Chapter 21 - Otherside
35 Chapter 22 - Faded
36 Chapter 23 - Castle On The Hill (Bagian Satu)
37 Chapter 23 - Castle On The Hill (Bagian Dua)
38 Chapter 24 - Iridescent
39 Chapter 25 - Do You Hear The People Sing?
40 Chapter 26 - Kereta Kencan
41 Chapter 27 - Pudar (Bagian Satu)
42 Chapter 27 - Pudar (Bagian Dua)
43 Chapter 28 - Pilihanku
44 Chapter 29
45 Chapter 30 - Broken Angel
46 Chapter 31 - Aw Aw Aw
47 Chapter 32 - From Now On (Bagian Satu)
48 Chapter 32 - From Now On (Bagian Dua)
49 Chapter 33 - Page of Life In My Story
50 Chapter 34 - Dreamhigh
51 Chapter 35 - Hymn For Weekend
52 Chapter 36 - Stand By You
53 Chapter 37 - Tanpa Tergesa
54 Chapter 38 - 17才 (Bagian Satu)
55 Chapter 38 - 17才 (Bagian Dua)
56 Chapter 39 - In The End (Bagian Satu)
57 Chapter 39 - In The End (Bagian Dua)
58 Chapter 39 - In The End (Bagian Tiga)
59 Chapter 39 - In The End (Bagian Empat)
60 Chapter 40 - The End Run
61 Chapter 41 - Tetap Dalam Jiwa (Bagian Satu)
62 Chapter 41 - Tetap Dalam Jiwa (Bagian Dua)
63 Chapter 42 - Let Her Go
64 Chapter 43 - Sampai Jumpa
65 Epilog
66 Prolog
67 Akhir Kata
68 Side Story 1: Prontagonis/Sekretaris
69 Pengumuman Update
Episodes

Updated 69 Episodes

1
Chapter 1 - It's My Life
2
Chapter 2 - Rocky Mountain High
3
Chapter 3 - Begadang
4
Chapter 4 - Hotel California
5
Chapter 5 - Heartbeat
6
Chapter 6 - Paradise
7
Chapter 7 - Counting Stars
8
Chapter 8 - Up&up (Bagian Satu)
9
Chapter 8 - Up&up (Bagian dua)
10
Chapter 8 - Up&up (Bagian tiga)
11
Chapter 9 - Daylight (Bagian Satu)
12
Chapter 9 - Daylight (Bagian Dua)
13
Chapter 10 - Dibalik Hari Ini (Bagian Satu)
14
Chapter 10 - Dibalik Hari Ini (Bagian Dua)
15
Chapter 11 - Dynamite (Bagian Satu)
16
Chapter 11 - Dynamite (Bagian Dua)
17
Chapter 11 - Dynamite (Bagian Tiga)
18
Chapter 12 - Jangan (Bagian Satu)
19
Chapter 12 - Jangan (Bagian Dua)
20
Chapter 12 - Jangan (Bagian Tiga)
21
Chapter 13 - Fire With Fire (Bagian Satu)
22
Chapter 13 - Fire With Fire (Bagian Dua)
23
Chapter 14 - Hotel California (Bagian Satu)
24
Chapter 14 - Hotel California (Bagian Dua)
25
Chapter 15 - Bring Me To Life (Bagian Satu)
26
Chapter 15 - Bring Me To Life (Bagian Dua)
27
Chapter 16 - Let It Be
28
Chapter 17 - Party Rock Anthem (Bagian Satu)
29
Chapter 17 - Party Rock Anthem (Bagian Dua)
30
Chapter 18 - Jailhouse Rock
31
Chapter 19 - Give Love (Bagian Satu)
32
Chapter 19 - Give Love (Bagian Dua)
33
Chapter 20 - Sweet Victory
34
Chapter 21 - Otherside
35
Chapter 22 - Faded
36
Chapter 23 - Castle On The Hill (Bagian Satu)
37
Chapter 23 - Castle On The Hill (Bagian Dua)
38
Chapter 24 - Iridescent
39
Chapter 25 - Do You Hear The People Sing?
40
Chapter 26 - Kereta Kencan
41
Chapter 27 - Pudar (Bagian Satu)
42
Chapter 27 - Pudar (Bagian Dua)
43
Chapter 28 - Pilihanku
44
Chapter 29
45
Chapter 30 - Broken Angel
46
Chapter 31 - Aw Aw Aw
47
Chapter 32 - From Now On (Bagian Satu)
48
Chapter 32 - From Now On (Bagian Dua)
49
Chapter 33 - Page of Life In My Story
50
Chapter 34 - Dreamhigh
51
Chapter 35 - Hymn For Weekend
52
Chapter 36 - Stand By You
53
Chapter 37 - Tanpa Tergesa
54
Chapter 38 - 17才 (Bagian Satu)
55
Chapter 38 - 17才 (Bagian Dua)
56
Chapter 39 - In The End (Bagian Satu)
57
Chapter 39 - In The End (Bagian Dua)
58
Chapter 39 - In The End (Bagian Tiga)
59
Chapter 39 - In The End (Bagian Empat)
60
Chapter 40 - The End Run
61
Chapter 41 - Tetap Dalam Jiwa (Bagian Satu)
62
Chapter 41 - Tetap Dalam Jiwa (Bagian Dua)
63
Chapter 42 - Let Her Go
64
Chapter 43 - Sampai Jumpa
65
Epilog
66
Prolog
67
Akhir Kata
68
Side Story 1: Prontagonis/Sekretaris
69
Pengumuman Update

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!