Antara Marantara menarik lekat-lekat jaket hitamnya. Tudungnya ditarik menutup separoh wajah. Devais mahakaryanya diapit di tangan kirinya.
"Masih jauh?" tanya Sally gugup.
"Posisinya berpindah-pindah, beberapa menit lalu berada di bawah tangga, persis dalam gudang. Aku mengeceknya tadi sewaktu pertandingan final."
Spektrometer berputar lalu berhenti. Jarumnya berhenti bergetar sementara radar di sampingnya berkedip. Lingkaran hijau muncul di tempat serupa tapi jauh lebih pudar warnanya.
"Koordinatnya berubah sekarang."
"Kemana?" tanyaku, seraya tersenyum pada anak kelas sebelah yang tak sengaja aku tabrak.
"Melihat Zoya?" tanya pemuda itu padaku.
"Zoya, spesies ajaib itu? Tidak aku tak melihatnya."
"Kasih tau dia bahwa pak Anto memintanya ke ruang guru. Gak perlu deng, orangnya dah kemari."
Aku menoleh ke belakang, wajah sayu itu mendekat dengan gelisah. Lalu dibelakangnya berdiri tiga orang tempo lalu.
"Sekretaris, bantu gue lagi! Bahaya mereka disini!"
Sally menarik pundakku; Nadla menggeleng; Antara mendecak. Aku tau apa yang mereka inginkan, biarkan saja si Zoya.
"Lantai lima gedung tak beres-beres!" Sally berbisik di telingaku.
Zoya berhenti di hadapanku.
"Aku sibuk Zoya, tidak bi—"
Kejadiannya berlangsung cepat. Hiruk piruk pemuda bersorak gembira telah mengalahkan klub lawan terdengar membahana. Kelas X MIPA 11 kalah, kebobolan satu poin. Tapi justru itu bagus. Dengan kekalahan mereka, aku jadi menoleh ke arah utara. Mahkluk putih tinggi itu muncul tiba-tiba di depan kelas XI IPS 5.
"Gawat! Lari! Dia di sini!" Aku bersua pada tiga jagoan.
"Dengar aku Sekretaris! Tidak ada waktu menunggu bantu aku!"
Hendak aku menaiki anak tangga. Zoya malah menarik lenganku dan membawaku ke lantai atas secepat kilat. Tiga jagoan membelalak. Antara dan Nadla langsung berlari mengikuti di belakang.
"Tungguin gue dong!" Sally berteriak.
Aku hampir terperanjat jatuh. Zoya menarikku ke mana kuasanya ingin menuju. Pak Anton muncul dari kelas sebelah. Zoya jadi berbalik arah. Aku berusaha memberontak karena yang dituju Zoya adalah rombongan manusia yang di tengahnya berdiri makhluk putih tinggi.
"Kemari!" aku mengambil alih kuasa. Bergerak menuju ruang TU.
Nadla dan Zoya kebingungan. "Prontagonis?" "Sekretaris?"
Makhluk putih semakin dekat. Pak Anton berseru. "Zoya sini anak berandal!" Anak-anak kota Bandung kebingungan dibuatnya. Tapi mereka senang melihat Pak Anton mengejar Zoya, ada hiburan gratis.
"Lari gais! Lari!"
"Kemana?"
Dalam kekacauan, aku menumbuk beberapa putra-putri terbaik bangsa. Tidak ada waktu berpikir, aku jadi terpaksa mengikuti Zoya berlari. Kami berlari dan terus berlari di koridor, menerabas kerumunan suporter kelas MIPA 3. Aku membuat marah seorang gangster kelas.
"Anjing!" terperangah beliau mendapati minumnya membasahi baju merah maroon itu.
"Maaf!" seruku balik tanpa menatapnya.
Sayangnya lelaki itu malah ikut mengerjarku. Tidak sendiri lagi, bersama gengnya. Sial!
Kakiku masih terus bergerak, tak henti-hentinya berlari. "Antara, portalnya muncul di mana?" tanyaku pada Zoya. Kenapa malah Zoya di sini?
"Tadi itu salahmu Sekretaris! Dan ini watashi, Zoya!"
"Lantai lima gedung yang dikorupsi!" Antara muncul dari lantai empat di seberang.
Rupanya dia sudah lebih duluan. Terpisah waktu kekacauan di lantai dua.
Aku sudah tak tahu mana yang lebih berbahaya, gangster sekolah, Pak Anton, tiga anak SMP berseragam SMA, atau makhluk putih tinggi berjas.
Kerumunan anak-anak bersuit-suit, suara kemenangan kelas X MIPA 3 dalam basket menambahkan kehebohan ini. Lengking suara si betina rambut merah tetap membuat bulu kudukku berdiri.
"Hey itu dia Zoya! Kakak itu juga ada disini! Dia rupanya kongkalikong!"
Lantai tiga berhasil ditaklukkan tapi di lantai empat aku musti melakukan langkah gila. Makhluk putih itu menanti di koridor depan tangga menuju lantai lima, dia sepertinya mengambil arah memutar dengan berteleportasi.
"Zoya!" giliran Pak Anton yang berseru.
Terpaksa aku menjejalkan kaki, berputar 180° secepat angin. Tempat sampah berkelontang jatuh; mata orang-orang tertuju pada kami; Pak Anton melompati tempat sampah itu; Tiga bocah SMP menendang tempat sampah yang sama.
Cocok rasanya adegan kejar-kejaran begini sambil mendengarkan lagu Up&up, iramanya cocok membuat adrenalin naik di tengah kekacauan dan liriknya cocok untukku yang berusaha terus naik dan naik ke lantai atas.
Aku menendang jatuh tong sampah anorganik, Zoya menjatuhkan gadis lugu. Kerumunan menghalangi pengejar kami. Cukup rasanya menunda mereka meski aku sudah dibuat ngos-ngosan oleh kumpulan makhluk dan orang-orang aneh ini. Dadaku masih kembang kempis, tapi lantai lima masih ada beberapa langkah lagi.
"Kenapa kamu malah telat? Harusnya kamu duluan sampe, sudah siap membukakan portal!"
"Kejadian tak terduga, Nadla membuat marah kakak kelas!"
"Maaf gais!"
Antara, Nadla, dan Sally bergabung dalam pelarian. Mereka sudah berputarnya. Walau sudah lebih dahulu ke lantai empat, tapi lantai empat mereka tadi jauh di sebelah seberang gedung. Hanya satu jalan menuju lantai lima dan ketika sampai mereka di saja, malah keduluan olehku.
Sinar matahari memeluk hangat sewaktu kami sampai di lantai lima, menyapa dengan senyuman dan pertanyaan. "Sekretaris?" tanya Mahendra.
Ada pula penampakan lain selain si wakil ketua, Angelica si Dewi Pemarah. Apa yang mereka lakukan di sini?
"Kalian kenapa? Kesambar apa kalian?"
"Sial!sial! Sial!" Antara tertatih-tatih berusaha membuka devais ajaibnya. Dia berdiri antara pondasi gedung.
"Antara portalnya!" seruku padanya, langkah kaki berdetap sudah dekat.
"Aku tahu, aku tahu!"
"Minta napas buatan dong, cape banget gue," ucap Sally.
"Anjay Sally!" Zoya terperangah mendengar kata-kata Sally.
Mahendra dan Angelica saling tukar pandang. Mereka bertanya satu hal yang sama.
"Kalian kenapa sih?"
"Diam dulu napa sih?" kami menjawab dengan jawaban yang sama.
"Ente semua kenape sih?" sekarang Zoya yang bertanya dan kami sama-sama memberikan pandangan mencela. "Oke dapat dipahami."
Angin terdengar berhembus lembut melewati muka kami yang berkeringat menuju spot aneh dekat pondasi gedung. Dalam hitungan sepersekian detik, aku merasakan udara menyusut membentuk keajaiban yang orang waras tak akan percaya perkataan kami.
Berwarna ungu kelabu, setinggi pintu kelas, seajaib Indonesia mendapat pejabat jujur. Portal terbuka; Mahendra, Angelica, dan Zoya dibuat terbelalak.
Langkah kaki berdetap kemari, sudah hampir kulihat kepala si jantan mencuat dari lubang tangga.
"Masuk semuanya!" desah Antara, sudah habis napasnya.
"Me juga?"
"Masuk!"
Zoya melompat lebih dahulu disusul oleh Antara, Nadla, Sally, dan aku. Tapi sial. Sebelum dapat menyebrangi Sisi Lain, Mahendra menahan tanganku. Terpaksa Antara dan Nadla menarikku dari sisi seberang, menarik tanganku yang satunya. Angelica ikut menahan tanganku yang di dunia nyata dan Sally menarik tanganku di Sisi Lain masuk. Tarik tambang berlangsung singkat untungnya. Aku berhasil masuk ke Sisi Lain, terjerembab jatuh lebih tepatnya; Mahendra dan Anje tertarik ke Sisi Lain.
Portal menciut sewaktu Si jantan muncul di lantai lima kemudian hilang ketika si jantan dan dua betina itu melirik ke arah sini.
Tidak ada komentar dari tujuh anak SMA ini, kami terlalu sibuk menarik napas. Tidak ada waktu berceloteh.
Aku membaringkan tubuh, menatap langit merah di Sisi Lain. "Kita selamat!" gumamku dalam hati seraya menarik napas dalam.
"Keluar mulut singa, masuk ke mulut buaya!" Antara berseru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Quinnela Estesa
semoga mereka masuk ruang BK semua😊
2024-11-08
0
Quinnela Estesa
bukan artis tapi dikejar2😟
2024-11-08
0
Agniz
oke, kacau!
2024-02-26
1