Aku berlari dan berlari. Langkah kakiku bergaung di seantero kegelapan. Hatiku perih. Aku terhenyak, duduk memeluk lutut. Yang aku bisa lakukan sekarang adalah menggambar matahari merah Sisi Lain. Hanya disini.
Semburat cahaya biru merangsang netraku. Aku membalikkan halaman buku bergaris, kembali tangan ini menari di atas halaman bergaris. Aku memandang cakrawala, anehnya sinarnya berbeda kali ini. Tidak merangsang penglihatanku sampai hancur dan tidak membuat hati ini tenang.
"Lampu?"
Wajah Mahendra muncul dari samping.
"UKS?"
"Sudah sadar? sorry banget ya tadi."
Aku teringat tadi tak sadar diri karena smash Mahendra.
"Gak apa. Lagian salah aku juga kok karena tidak fokus."
"Duduk dulu dong, jan langsung berdiri gitu. Istirahat sedikit tidak masalah kok."
"Di mana si Ilmuwan Gila?"
"Oh Antara, dia di kelas." Mahendra mengendikkan bahu, "Whats wrong?"
Kusingkapkan selimut, menjatuhkan kaki ke lantai lalu berlari menuju pintu. Tentu aku menepis tangan si Buaya Mahendra. Ketika aku hendak berjalan, pintu menjeblak terbuka.
"Kami menemukannya!" Antara muncul di ambang pintu. Dramatis layaknya FBI. Datang bersama kawan-kawannya pula.
"Prontagonis!!!!"
Sally sibuk melihat layar ponsel.
"Tuh kan, udah gue bilang kamu duduk aja. Duduk manis, mereka pasti datang kok!"
Aku mengangguk. Rasanya canggung melihat wajah-wajah temanku seperti itu, sedikit berkaca-kaca. Mereka khawatir sepertinya.
Mahendra di sisi kananku terlihat tak nyaman. "Bawa-bawa geng segala," celetuk Mahendra. Matanya sangat tertarik pada kemunculan Antara Marantara. Wajahnya seakan hendak berkata, "Kok bisa orang macammu bersama mereka?" Aku paham sekali tatapannya.
"Mengkhawatirkan teman adalah hal biasa."
"Betul! Betul!" Nadla mengangguk mantap.
"Boleh tinggalkan kami wakil ketua?" tanyaku sopan pada Mahendra.
"Oke aku keluar ye,"
"Thanks Endra dan Goodbye!"
Punggung Mahendra hilang dari ambang pintu, menyisakan tiga jagoan bersamaku. Lengang mengisikan kekosongan.
"Apa yang kau lihat ketika bertanding melawan Mahendra?"
"Wajahmu kala itu mirip susu basi, bener-bener pucat pasi." Tambah Nadla.
Aku tak tahu bagaimana mengatakannya. Dia, makhluk tinggi dengan wajah polos putih. Tak ada lekuk apapun di sana. Mata, mulut, hidung, semua seperti tidak ada. Tangannya panjang dan tubuhnya memakai jas mewah. Yang aku tahu adalah makhluk itu terlalu berbahaya bagiku, dan dia menginginkan sesuatu dariku. Begitu kuceritakan pada tiga jagoan.
"Sesuatu yang dia inginkan darimu?" tanya Antara.
"Entah, aku merasa makhluk itu mencariku. Beberapa waktu lalu aku sering mendapati fenomena mistis. Bisa jadi makhluk putih itu pelakunya."
"Apa yang dia inginkan?" Antara bertanya lagi,
Aku menghela napas. Rasanya aku seperti diintrogasi. "Jangan tanya aku, aku sendiri tak paham mengapa."
"Apakah, yang kau lihat waktu pertandingan tadi adalah Yoma? Beneran Yoma?" tanya Nadla dan Sally bersamaan.
"Kemungkinan besar dia adalah Yoma, tapi devaisku mendapatkan frekuensinya sedikit aneh," ungkap Antara Marantara, bola matanya berputar.
"Kalau bukan Yoma lantas apa?"
"Menurutku makhluk itu Yoma, tapi mitos apa yang menyebutkan makhluk putih tinggi berjas mewah? Yang jelas itu pasti legenda-legenda baru abad 21."
Seisi ruangan menghela napas dalam, kehabisan kata-kata.
Ruangan kebisingan suara heboh dari luar. Hiruk piruk suara suporter timnas basket masing-masing kelas. Antara duduk di tepi ranjang. Nadla duduk bagai cacing kepanasan. Pikirannya kalut. Sementara itu, aku kepikiran rencana berbahaya.
"Berapa lama aku tak sadarkan diri?" Aku menarik udara kosong sekitar leher. "Eh?"
"Mencari ini?" Sally berkata lembut seraya menyodorkan mp3walkman dan Headphone biru navy.
"Terima kasih." Satu kata cukup untuk menyampaikan perasaanku.
"Kamu tertidur kurang lebih satu dua jam. Di luar masih pertandingan basket. Kelihatannya besok pertandingan semi finalnya, hari sudah hampir sore."
"Begitu," ucapku kaku seraya membolak-balikkan kotak musik yang biasa aku bawa.
Denting jam berbunyi, mengatakan sudah pukul 15.00. Walau begitu, hiruk-piruk suara suporter basket masih membahana.
"Bagaimana kalau kita sekarang masuk ke Sisi Lain?"
"Jam segini? Tidak berbahaya?" Antara yang paling bersuara.
"Sejauh ini aku mengarungi Sisi Lain, aku belum pernah merasakan peristiwa aneh dan ajaib seperti tadi. Bisa jadi aku salah, tapi dunia Sisi Lain berubah banyak ketika aku dan Nadla ke Lawang Sewu. Sesuatu pasti terjadi di sana. Entah apa." Tiga pasang mata menatap lekat-lekat diriku. Aku melanjutkan. "Ingat ketika kita kembali ke dunia nyata waktu itu?" tanyaku pada Nadla.
"Waktu itu ya, kalau tidak salah kita masuk ke salah satu ruangan seribu kemudian kembali tiba-tiba saat nenek itu menghancurkan pintu."
"Benar, dan kita kembali pukul 00.00, tepat tengah malam. Bisa jadi ketika hukum dunia Sisi Lain berubah."
Sally menguap kantuk. Banyak yang berlalu begitu saja penjelasan kami di kepalanya.
"Ah jadi kalian kembali sewaktu dunia di kita mulai mau cerah dan dunia di sana gelap?" tanya Antara lagi, kali ini tidak mengharapkan jawaban. "Pukul 16.45 di sini, terang di sana. Padahal masih belum sepenuhnya gelap dunia nyata tapi Otherside sudah terang. Lalu pukul 00.00 di sini, di sana gelap, padahal di dunia nyata masih gelap juga."
"Iya, persis yang aku pikirkan," ucapku agak ragu.
"Asumsi terang di dunia kita gelap di dunia sana adalah kurang tepat jikalau begitu problematikanya."
"Perasaanku mengatakan bahwa, jawaban yang kita inginkan berada di Lawang Sewu. Dan kita harus datang saat dunia di sana gelap." Nadla berkata, bola matanya berputar.
"Sekalipun kita hendak kesana, tidak portal yang terbuka jam segini bukan?"
Sally semakin menguap kantuk.
"Ada satu, yang baru terbuka. Oleh makhluk itu!"
"Benar juga! kita bisa masuk lewat sana. Lalu mencoba menuju wilayah baru untuk memastikannya, atas alasan apa Yoma tadi menginginkanku."
"Lalu bagaimana mengalahkan Yoma-yoma disana? Cuman aku yang punya senjata." Antara mengeluarkan bom rakitan yang disimpan apik di kantongnya.
Mataku tertuju pada Nadla. Syukurlah Antara paham.
"Aku membawa ini!" Si Gadis Antagonis mengeluarkan pistol keramatnya itu, Glock.
Sementara Nadla merekahkan senyuman licik, hiruk piruk gadis kelas sebelah sangat membahana kemari. Pertandingan basket di sana rupanya sangat mengunggah semangat anak kelas masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
story
Slenderman kah?
2025-03-10
0
Ayanagi Joestar
padahal bisa bilang alat wkwkwk
2024-04-25
1
Ayanagi Joestar
.
2024-04-25
1