...-<{ SELAMAT MEMBACA }>-...
Keesokan paginya setelah peristiwa penyerangan penyihir hitam di mansion Duke Wezen, beberapa prajurit sibuk mengurus mayat-mayat untuk dikirim ke keluarganya masing-masing.
Duke Wezen kehilangan cukup banyak prajurit dan pelayan atas kejadian semalam. Andaikata istrinya tidak mengiriminya surat kuning, Duke pasti tidak akan tahu situasi mansion yang dia tinggalkan.
Surat kuning adalah surat yang memberitahukan adanya sinyal bahaya yang hanya diketahui oleh keluarga Wezen saja secara turun-temurun.
Karena kejadian semalam, Duchess serta kedua anaknya terpaksa dilarikan ke Lyrae, tempat para Servant* berada. Hanya Arianna saja yang terlihat baik-baik saja dan tidak terpengaruh sihir hitam yang di sebarkan oleh penyihir hitam.
( *Servant: Pendeta Suci ) aku baru revisi setelah menulis chapter 29 hehehe 😁
Sihir hitam yang disebarkan oleh penyihir hitam membuat orang yang terkena akan tidak sadarkan diri dengan tubuh yang dikelilingi asap hitam.
"Arianna, kenapa kau ada disini?" tanya Duke pada putri sulungnya.
"Itu ... Aku mencari Ramona, ayah. Apa ayah tahu dimana dia?"
Semalam Arianna lantas dibawa masuk ke kamar oleh ksatria khusus yang dipimpin langsung oleh Duke. Lalu setelah pagi hari tiba, Arianna tidak mendapati sosok pelayannya yang cerewet.
"Ayah?" Firasat Arianna tidak enak saat melihat Duke yang membisu, "Ramona baik-baik saja kan?"
Pada akhirnya Duke mengangguk, "Iya, Ramona baik-baik saja," Duke mengusap kepala Arianna lembut, "bersama Dewa Shiraz."
Deg.
Tubuh Arianna luruh ke lantai, "Jangan bilang ..." Arianna tidak sanggup meneruskan perkataannya.
"Maafkan ayah, Arianna, karena ayah datang terlambat." Duke masih setia mengusap kepala Arianna lembut, "Ramona sudah tenang bersama Dewa Shiraz sekarang. Mayatnya akan dikirim ke keluarganya siang nanti."
"Tidak mungkin ..." ucap Arianna lirih seraya menutup mulutnya. Air mata yang dia tahan akhirnya keluar tanpa bisa dicegah lagi.
Duke membawa Arianna ke dalam pelukannya, "Tabahkan dirimu, Arianna."
Baru kemarin Arianna bercanda dengan Ramona sambil memakan kue coklat. Dan sekarang? Semua itu hanya tinggal kenangan untuknya. Padahal Arianna menyukai Ramona dan sudah menganggapnya sebagai teman pertama di dunia komik ini.
'Penyihir sialan! Gara-gara lo temen gue mati!'
Arianna tidak pernah sekalipun mengerti bahwa hal ini akan terjadi. Karena di dalam komik, penyerangan yang dilakukan oleh penyihir hitam tidak pernah ada.
Lalu apakah mungkin dunia komik yang dia tinggali sekarang sudah berbeda dengan dunia komik yang dia tahu? Arianna sungguh tidak mengerti sekarang.
"Ayah, bolehkah aku melihat Ramona untuk yang terakhir kalinya? Lalu tolong ayah berikan permata yang aku miliki untuk keluarga Ramona."
Duke agak terkejut mendengar putri sulungnya yang tergila-gila dengan permata dan barang mewah lainnya justru ingin dia berikan pada orang lain.
"Apa kau serius, putriku?"
Arianna mengangguk, "Aku serius, ayah!"
"Baiklah, kalau begitu bangunlah lebih dulu," Duke membantu Arianna untuk berdiri, "ayah akan mengajakmu untuk melihat Ramona."
Kemudian Duke pun membawa Arianna menuju halaman yang terdapat mayat-mayat berjejeran dan dibedakan berdasarkan gender. Mayat-mayat itu ditutupi kain putih sebagai tanda penghormatan.
Bisa Arianna lihat di luar gerbang utama ada begitu banyak orang yang penasaran setelah peristiwa semalam.
"Sebelah sini, Arianna." ucap Duke mengalihkan pandangan Arianna.
Arianna melangkah lebar menyusul Duke yang ada diantara beberapa mayat wanita. Setelah sampai di sisi Duke yang sudah menunjukkan mayat Ramona, Arianna terpaku.
"Halo, Ramona ..." Arianna berjongkok dan membuka kain putih hingga sebatas dada saja, "Astaga! Apa kau tahu bagaimana wajahmu sekarang, Ramona?"
Setetes air mata Arianna jatuh. Meskipun waktu yang dia habiskan bersama Ramona tidaklah lama, tetapi Arianna tetap merasa sedih dan kehilangan atas kematian Ramona.
"Seharusnya ..." Arianna tidak sanggup bicara, jadi dia memutuskan untuk kembali menutup kain putih hingga wajah Ramona tidak terlihat.
"Ayah turut berduka atas kematian pelayan pribadimu, Arianna." Duke tidak mengira putrinya akan sesedih ini atas kematian pelayan pribadinya yang dia ketahui tidak terlalu akrab dengan Arianna.
"Ayah, aku ingin kembali ke kamar." ucap Arianna setelahnya. Dia memang sedih untuk kematian Ramona, tapi dia tidak mau terlalu larut dalam duka ini.
Karena Arianna sedang terpikirkan sesuatu yang akhir-akhir mengganjal di pikirannya. Arianna merasa lebih leluasa dan nyaman berada di kamar ketimbang diluar kamar.
'Apa benar ini dunia komik yang gue baca?' batin Arianna sebelum meninggalkan halaman.
...🤍🖤🤍...
Tok tok tok
"Tuan Eze! Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda." ucap Ash setelah mengetuk pintu ruang kerja Tuannya.
Tetapi setelah lama menunggu, tidak ada jawaban sama sekali dari dalam.
"Ezekiel Lyxander! Biarkan aku masuk!" Seseorang itu mencoba membuka pintu, tetapi pintu itu terkunci dari dalam.
"Mohon maaf, Yang Mulia Pangeran Alucard, sepertinya Tuan Eze sedang tidak ingin diganggu. Sebaiknya Anda kembali saja besok." usir Ash secara halus.
Alucard Deyvon Del Naveer merupakan teman dari penyihir hitam yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali Ash. Padahal negara ini membenci penyihir hitam, tetapi Alucard yang merupakan seorang Pangeran Kerajaan dibawah Linchia justru berteman dengannya.
"Pergilah! Aku sedang sibuk sekarang!" jawab Eze dari dalam.
Alucard berkacak pinggang, "Hei! Aku tahu kau sibuk tidur sekarang. Cepat bukakan pintunya atau aku hancurkan rumahmu ini!"
"Ku bunuh kau kalau berani melakukannya!"
Bagi Ash, hal seperti ini sudah biasa. Sebelum Ash bertemu dengan Tuannya, Pangeran Alucard yang lebih dulu berteman dengan Tuannya.
Alucard yang berancang-ancang ingin menendang pintu itu terhenti kala pintunya dibuka oleh Eze yang memasang wajah malas untuk Alucard.
"Jika tidak penting, ku bunuh kau!" ucap Eze seraya membiarkan Alucard masuk ke dalam ruang kerjanya.
Alucard hanya membalas dengan decakan malasnya. Dia lantas melenggang masuk dan duduk di sofa yang ada di ruang kerja Eze.
"Ash, siapkan racun dua gelas untuknya." perintah Eze dengan matanya yang melirik sinis Alucard, "Jangan lupa suguhkan apel busuk tiga keranjang."
Ash mengangguk saja, "Baik, Tuan!"
BLAM
Pintu ditutup kencang oleh Eze sebagai tanda bahwa dia tidak suka mendapat tamu yang tak diundang seperti Alucard yang dengan santainya bertumpu kaki.
"Aku ingin tahu alasanmu menyerang mansion Duke Wezen. Tega sekali kau tidak mengajakku bersenang-senang. Asal kau tahu, aku sungguh muak karena setiap harinya harus melihat orang yang ku sukai bermesraan dengan orang yang ku benci."
"Kau lihat wajahku ini terlihat peduli?" Eze menunjuk wajahnya sendiri, "Lagipula aku sudah memberimu saran bahwa menyukai wanita adalah hal tak berguna."
Alucard tertawa kencang mendengarnya, "Kau tidak akan berani bicara seperti itu bila sudah merasakannya sendiri, Eze!"
Kini giliran Eze yang tertawa karena merasa lucu dengan ucapan Alucard, "Sepertinya kau lupa orang seperti apa aku. Tidakkah kau ingat aku pernah membunuh wanita-wanita yang kau kirimkan untuk menggodaku?"
Alucard menghela nafas panjang. Berdebat dengan Eze tidak akan ada akhirnya. Jadi dia memutuskan bahwa dia saja yang mengalah.
"Aku tanya kembali, apa alasanmu menyerang mansion Duke Wezen?"
Eze berjalan menuju kursinya, kemudian dia menaikkan kedua kakinya ke atas meja, "Karena aku tidak suka dibuat menunggu. Dan tentu saja ini bagian dari balas dendamku."
Kerutan kecil muncul di kening Alucard, "Memangnya siapa yang membuatmu menunggu?"
"Wanita yang tergila-gila pada saudaramu. Huh! Padahal aku sudah memberikan penawaran yang bagus, tetapi aku tak kunjung mendapat balasan."
Eze pikir wanita seperti Catalina merupakan orang yang bisa dia manfaatkan karena dia yang begitu tergila-gila pada seseorang. Tidak disangka-sangka wanita itu berbeda dari yang dipikirkannya.
"Perbuatanmu sekarang justru memperlihatkan sosok dirimu yang begitu menyedihkan."
Eze sedikit tersentak saat teringat ucapan yang dilontarkan oleh kembaran Catalina. Dia juga kembali mengingat mata ungu wanita itu yang menatapnya berani meskipun tubuhnya bergetar ketakutan.
Dan ada satu hal lagi yang membuat Eze merasa aneh. Eze pun mengeluarkan sihir hitam dari tangannya lalu dia arahkan pada Alucard.
"AARGH! APA YANG KAU LAKUKAN, BERENGSEK!" Alucard merasakan tubuhnya seperti tertimpa pasir yang membuatnya semakin lama semakin terkubur. Kemudian tenaganya yang mulai melemas karena tekanan yang dia rasakan.
"Unik juga," ucap Eze setelah menarik kembali sihir hitam itu.
"KAU BERNIAT MEMBUNUHKU, HAH?!!" Alucard sungguh marah karena sikap Eze yang semena-mena terhadapnya.
"Tidak tuh. Aku hanya sedang memastikan saja." ucap Eze santai.
"Memastikan kau bilang?" geram Alucard.
Eze mengangguk, "Semalam aku melakukan hal yang sama pada wanita itu, tetapi dia terlihat baik-baik saja dan nampak tidak terpengaruh oleh sihir hitamku."
Alucard bingung, "Tunggu-tunggu! Siapa wanita yang sedang kau bicarakan ini?"
"Arianna Serafine Wezen, saudara kembar Catalina." ucap Eze dengan kembali mengingat-ingat wajah Arianna.
Bersambung ...
Haloo, kembali dengan Pipit disini😊
Untuk yang udah mampir dan memberikan dukungan untuk Pipit, Pipit ucapkan terima kasih banyak ya🤍✨
Lalu... Jangan lupa ramaikan terus lapak ini yaa ... Maaf baru bisa update karena ada kendala di pekerjaan real life ku.
Sekali lagi terima kasih yang sudah mampir dan baca ceritaku🤍😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Nazwa Fika
kutunggu mereka bucin😍
2024-06-16
1
Dede Mila
nah loh ... awas jangan ampe bucin.../Proud//Proud//Proud//Proud//Proud//Hey/
2024-04-26
0
onalia Sukatendel
mana mapan wong jiwa manusia dr masa dpn kecuali di santet
2024-02-01
0