Prok prok prok...
Abel menoleh saat mendengar suara tepuk tangan dari arah belakang, saat mengetahui Van yang datang, Abel segera menyeka air mata palsunya dengan sapu tangan pemberian Reksa.
Van menatap Abel dengan seksama, sungguh di luar dugaan jika keponakannya itu sangat lihai dalam berakting. "Kau tidak punya niat untuk menjadi Artis seperti aunty Jovanka?" cibir Van dengan senyuman meledek.
"Aktingku bagus kan pak manager?" tanya Abel di iringi senyuman licik di wajah cantiknya. Ya, manager yang tadi membentak sekaligus memecat Mia palsu adalah Van. Demi kelancaran rencananya, Abel rela merogoh kocek yang tidak sedikit demi membeli La Feng, restoran langganan Reksa.
Van menyembunyikan tangannya di saku celana, pria itu mengangguk-angguk kecil memberikan jawaban kepada keponakannya itu. "Lumayan, aku hampir percaya dengan air mata buayamu itu Mia!"
Kekehan kecil keluar dari mulut Abel, gadis itu lantas menepuk pundak Van sambil berbisik. "Lanjutkan rencana berikutnya!"
Hujan deras di iringi angin kencang menerjang kota sore ini. Reksa berkali-kali menghembuskan nafas berat sambil menatap hujan yang tak kunjung reda padahal hujan sudah turun sejak dua jam yang lalu. Langit semakin gelap, Reksa memutuskan untuk pulang meski di luar sana masih hujan. Kali ini pria itu mengendarai mobilnya sendiri karena Rey terjebak kemacetan selepas bertemu dengan client.
Jarak pandang yang terbatas membuat Reksa mengendarai mobilnya dengan pelan, pria itu sampai harus memakai kacamata minusnya agar bisa melihat jalanan dengan jelas. Sialnya, saat melintasi jalanan yang cukup sepi, Reksa merasa ada yang tidak beres dengan ban mobilnya. Terpaksa Reksa turun untuk memeriksanya, dan benar saja dua ban mobilnya bocor karena tertusuk paku.
Reksa menepi di sebuah halte bus yang tampak terbengkelai, dia mengeluarkan ponsel dengan niat menghubungi Rey, dan sepertinya harinya sedang tidak beruntung karena ponselnya kehabisan batre. "Sial!" umpatnya kesal.
Hembusan angin yang begitu kencang membuat Reksa kedinginan, pria itu melipat kedua tangannya dengan harapan bisa sedikit mengurangi rasa dingin di tubuhnya. Reksa menatap sekeliling, mungkin karena sudah sore dan hujan sehingga jalanan tampak begitu sepi. "Lebih baik aku menunggu di dalam mobil sambil mengisi daya ponsel!"
Saat akan masuk ke dalam mobil, sebuah motor tiba-tiba menepi tepat di belakang mobil Reksa. Pria itu mengurungkan niatnya dan menatap pengendara sepeda motor yang memakai jas hujan plastik serta helm. Reksa melangkah mundur, pria itu memasang kuda-kuda dengan kedua tangan terkepal seolah dia bersiap untuk melakukan pertandingan tinju. Namun detik selanjutnya, dia menurunkan kewaspadaannya saat pengendara motor tersebut membuka kaca helm dan menunjukan wajahnya. Rupanya pengendara motor tersebut seorang gadis dan kini dia tengah berlari ke arah Reksa.
"Kau," pekik Reksa saat gadis itu membuka helmnya.
Sang gadis menoleh, ekpresinya tak kalah terkejut saat melihat Reksa. "Tuan," ujar gadis itu dengan tatapan kagum, Reksa tampak lebih mempesona dengan kacamatanya. "Apa yang sedang anda lakukan di sini?" tanyanya dengan ramah.
"Ban mobilku bocor!" jawab Reksa apa adanya.
"Anda sendirian? Apa anda sudah menghubungi bengkel?"
"Ya, aku sendirian dan ponselku mati!"
"Kebetulan saya mengenal pemilik bengkel yang lokasinya tak jauh dari sini, bagaimana kalau saya menghubungi mereka?" tawar gadis itu.
"Apa tidak merepotkanmu?"
Gadis itu menggeleng pelan. "Tentu saja tidak tuan. Tunggu sebentar ya, saya akan menghubungi mereka!" gadis itu lalu menelfon seseorang, dari percakapan yang Reksa dengar gadis itu benar-benar menghubungi seorang montir. "Mereka akan segera datang tuan," ucap gadis itu seraya menyimpan ponselnya kembali.
"Terima kasih ee," Reksa tampak bingung untuk melanjutkan kalimatnya.
"Mia tuan," sahut sang gadis memperkenalkan diri.
"Terima kasih Mia," ucap Reksa tulus.
"Sama-sama tuan, anggap saja saya sedang membalas kebaikan anda tadi pagi!"
"Hmm, sekarang kita impas," cetus Reksa di iringi senyuman samar. "Kalau boleh tau, kenapa kau masih berkeliaran di jalan padahal hari sudah hampir gelap?" tiba-tiba Reksa merasa penasaran, padahal sebelumnya dia sangat anti untuk ikut campur urusan orang lain.
"Seperti kata anda pagi tadi, saya harus mencari pekerjaan baru!"
"Apa sudah dapat?"
Mia menggeleng dengan wajah kecewa. "Belum tuan, zaman sekarang sangat sulit mencari pekerjaan. Saya sudah menyebar lamaran ke beberapa perusahaan, selagi menunggu panggilan, hari ini saya mendapatkan pekerjaan di warung makan!" sahut Mia antusias.
"Semoga kau segera mendapat pekerjaan yang bagus!"
"Ya, semoga saja tuan!"
Di tengah percakapan mereka, datang sebuah mobil dari arah berlawanan lalu menepi di depan mobil Reksa. "Mereka sudah datang!" ucap Mia seraya menunjuk dua pria berseragam montir.
Setelah mendapat arahan dari Reksa, kedua montir tersebut langsung melakukan pekerjaannya. Sementara itu Reksa dan Mia diam dan larut dalam pikiran masing-masing sampai akhirnya hujan mulai reda.
"Hujannya sudah reda, kalau begitu saya permisi pulang duluan tuan," pamit Mia seraya menatap langit yang masih berselimut kabut.
"Kau berani pulang sendiri?" tanya Reksa.
"Saya sudah biasa tuan!"
"Hati-hati di jalan Mia!"
"Baik tuan, anda juga!"
Reksa menatap kepergian Mia dengan perasaan aneh, baru kali ini dia menemui gadis muda yang tak mudah patah semangat. Padahal tadi pagi Reksa melihat Mia menangis, namun sorenya Mia sudah kembali bersemangat dan mencari pekerjaan baru.
Sekitar dua kilo meter dari mobil Reksa, Abel menepikan sepeda motornya karena mobil jemputannya sudah menunggu. Abel melepas helm dan segera masuk ke dalam mobil, sementara sang supir turun untuk mengemudikan motor yang sebelumnya di kendarai oleh Abel.
"Aish, aku hampir mati kedinginan," gumam Abel seraya mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia harus segera pulang untuk berendam air hangat agar tidak masuk angin karena terkena air hujan. Di sebuah persimpangan jalan Abel menghentikan mobilnya, saat menunggu lampu lalu lintas berganti, tiba-tiba Abel teringat dengan ucapan Reksa saat mereka berada di halte. "Dia bahkan mendoakanku untuk mendapat pekerjaan. Sepertinya dia tidak sekejam yang di beritakan," gumam Abel tanpa sadar. Namun detik berikutnya Abel menyangkal semua ucapannya. "Apa yang kau pikirkan Abel, jangan terpengaruh dengan sikapnya!"
Setibanya di mansion, Abel bergegas pergi ke kamarnya. Namun langkah kaki gadis itu terhenti saat melihat kedua orangtuanya berdiri di depan kamarnya.
"Dari mana saja kau Abelia?" tanya Josh seraya menatap putrinya.
"Jalan-jalan bersama teman dad!" jawab Abel setenang mungkin. Meski Abel memiliki watak keras kepala, namun tetap saja Abel menyimpan rasa takut kepada sang ayah.
"Bisa kau jelaskan ini semua?" Josh menunjukan surat tanda jual beli restoran Li Feng dan bukti transfer dengan nominal yang tidak sedikit.
Abel meraih beberapa lembar kertas dari tangan Josh dan memeriksanya. Abel terkejut karena Josh memiliki surat tersebut, gadis itu lalu memberanikan diri untuk membalas tatapan sang ayah. "Dari mana dady mendapatkannya?"
"Tidak penting dari mana dady mendapatkannya. Sekarang jelaskan kenapa kau membeli restoran tua itu!" tuntut Josh dengan rahang mengeras.
"Investasi!" singkat Abel.
Josh tersenyum sinis, pria paruh baya itu tak mempercayai ucapan Abel karena meski masih muda Abel memiliki penilaian bisnis yang cukup kritis. "Seorang Abelia berinvestasi pada restoran yang hampir bangkrut? Katakan alasanmu yang sebenarnya Abelia!"
Abel menghela nafas berat. "Bubur polos dan ayam rebus di restoran itu sangat enak, Abel ingin sarapan disana setiap hari tanpa di ganggu orang lain!" jawab Abel bohong, jelas-jelas bubur polos dan ayam rebus Li Feng adalah makanan favorit Reksa.
"Hanya karena itu?" Josh masih meragukan ucapan putrinya.
"Sudah lah dad, Abel sudah mengatakannya. Biarkan Abel beristirahat," sela Freesia mencoba menenangkan suaminya.
Josh menoleh dan menatap istrinya, pria paruh baya itu tak berani melawan perkataan sang istri. "Dady hanya khawatir dia mengeluarkan uang untuk hal yang tidak berguna!"
"Momy tau, tapi Abel bukan anak kecil lagi. Dia pasti tau mana yang baik dan tidak baik untuknya!"
Josh memilih diam karena tak ingin berdebat dengan istrinya. Saat akan pergi, Josh tiba-tiba merasa ada yang aneh dengan penampilan putrinya. "Kenapa rambutmu menjadi hitam? Dan apa ini," Josh menunjuk mata Abel. "Kenapa kau memakai softlens?"
Freesia ikut memperhatikan putrinya dan terkejut karena dia baru menyadari perubahan penampilan Abel. "Ada apa sweet heart? Kenapa kau merubah penampilanmu?" tanya Freesia dengan lembut.
Abel meneguk salivanya kasar, dia lupa melepas softlens dan menutupi rambut hitamnya. "Itu mom, Abel..." Abel menjeda kalimatnya dan memikirkan alasan yang tepat. "Abel ikut audisi iklan shampo!" jawab Adel asal, sebelum kedua orangtuanya kembali bertanya, Abel lebih dulu masuk ke dalam kamar dan menutupnya tanpa permisi. "Selamat malam mom, selamat malam dad!" teriak Abel dari dalam kamarnya.
Josh dan Freesia saling bertatapan, keduanya tertegun dengan jawaban Abel. "Apa dia ingin menjadi artis seperti Jovanka?" ucap Josh penuh tanya.
"Apapun itu, asal Abel senang aku akan mendukungnya!"
Abel bernafas lega karena berhasil melarikan diri, setelah berendam dengan air hangat, Abel kembali di sibukkan dengan proposal yang sudah di tolak oleh WR Group. Abel mencoba mengoreksi dan merevisi proposal tersebut, namun Abel sama sekali tak menemukan kesalahan dan merasa proposalnya sangat sempurna. "Reksa Waranggana, proposal seperti apa yang kau inginkan?"
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments