"Hai, Broo" Sapa Edwin, berdiri memegang kursi kosong di depan Danial, menarik sudut bibir ke bawah.
Danial, pria yang disapa mengangkat kepala, lalu menoleh Qiana. Sementara Qiana yang sudah melihat sejak awal, asik dengan rujak yang dia pesan belakangan sebagai pencuci mulut. Ia sudah pusing dengan sikap suaminya, tidak mau dipusingkan lagi dengan kedatangan Edwin. Seperti pertemuan sebelumnya berujung terluka.
"Heem" Jawab Danial hanya dengan deheman. Dia kesal tidak suka dengan kehadiran pria teman kuliahnya itu.
"Sejak kapan kamu suka rujak, sayaang... apa kamu lupa? Jika makan rujak, asam lambung kamu naik," Tutur Edwin, menatap wajah Qiana. Tentu saja, Qiana menghindari tatapan mata Edwin.
Danial yang sudah dongkol sejak awal, mendengar panggilan sayang Edwin yang ditujukan untuk Qiana, tanganya di kolong meja mengepal.
"Oh iya, kalian kan menikah sudah hampir tiga bulan. Mungkin saja, kamu sedang ngidam sayang..." Edwin tersenyum, melirik Danial.
Klonteng!
Garpu yang Qiana pegang pun jatuh menimpa piring, mau tak mau menatap Edwin, lalu bergantian memandang Danial.
"Selamat Broo," Edwin mengulurkan tangan.
"Ikut gue!" Danial menerima jabat tangan Edwin. Namun, tanpa Edwin sangka menariknya keluar restoran. Edwin melepas tangan Danial ketika sampai di halaman, tetapi mengikuti saja ketika Danial mengajaknya ke belakang restoran.
"Jangan sok memberi perhatian Qiana, Edwin! Dia itu sekarang istri gue," Tandas Danial. Dua pria yang merebutkan satu wanita itu berdiri berhadapan.
"Loh, perhatian mana yang gue tunjukkan untuk bini loe? Apa karena gw memanggil dia sayang? Hahaha... jelas panggilan itu tidak mudah gue lupakan Danial. Karena sampai sekarang pun gw yakin, kalau bini loe itu masih cinta sama gw," Ledek Edwin.
Mendengar ucapan Edwin, hati Danial terbakar. Satu pukulan melayang ke wajah Edwin. Edwin pun sempoyongan. Tentu saja Edwin hendak membalas pukulan itu, tetapi tanganya di tangkis Danial.
"Sekarang jawab dengan jujur. Loe kan?! Yang menyekap Qiana di toilet hotel?!" Tandas Danial beram.
"Jangan main tuduh Danial! Bukanya loe sendiri pelakunya? Jangan sok mau menjadi pahlawan untuk Qiana. Loe pikir, gw nggak tahu kebusukan loe?!" Tuding Edwin.
"Loe yang busuk!"
Buk!
Buk!
Pertarungan pun tak terelakkan, mereka saling serang. Jatuh bangun tetapi pertarungan yang imbang.
"Hentikan!" Suara Qiana melengking, membuat dua pria dewasa itu menurunkan tangan. Menoleh Qiana yang tengah berdiri dengan tatapan tajam. Qiana pun mendekati keduanya, lalu berdiri di tengah-tengah.
"Kalian ini seperti anak kecil saja" Qiana mengerling kanan kiri kecewa, karena mereka bukan menggunakan otak, tetapi otot.
"Abang, kalau tidak tahu persis kejadiannya, jangan asal menuduh Mas Edwin" Rupanya Qiana mendengarkan pertengkaran itu. Karena sejak awal mengikuti mereka.
Edwin tersenyum meledek menatap Danial. Ia besar kepala karena Qiana masih membelanya. Danial menyeringai membalas Edwin yang tengah memegangi mulutnya. Lantaran, kena tinju Danial hingga beradu dengan gigi.
"Kamu juga Mas Edwin! Mulai sekarang, jangan mencampuri urusan rumah tangga saya dengan Abang" Tegas Qiana, yang biasanya aku, kini berubah saya. Senyum Edwin menghilang mendengar ucapan Qiana.
Kali ini gantian Danial yang tertawa meledek ke arah Edwin.
"Bang, tolong tinggalkan kami sebentar," Pinta Qiana. Tentu saja, Danial merasa keberatan dengan permintaan Qiana.
"Bang, tolong jangan berpikir macam-macam, saya hanya ingin menyelesaikan permasalahan di antara kami," Qiana memohon.
Dengan berat hati, Danial meninggalkan Qiana, tetapi dia masih bersembunyi di balik pohon mendengarkan apa yang akan dibicarakan Qiana. Mana ada suami yang rela istrinya hanya berdua bersama mantan pacar.
"Mas. Maafkan saya sekali lagi. Saya memang salah, tetapi kita semua hanya mengikuti garis yang sudah ditentukan oleh Allah. Kita memang tidak berjodoh, tetapi bukan berarti harus menjadi musuh bukan?" Qiana berbicara dengan hati-hati, karena ia memang salah dengan Edwin.
"Aku tidak pernah bermusuhan Qin, tetapi suami kamu itu yang memulai. Kamu harus percaya kepadaku. Mana mungkin aku menyekap kamu, seperti yang suami kamu tuduhkan," elak Edwin.
"Sudahlah Mas, masalah itu biar waktu yang menjawab. Tidak usah mencari pembuktian siapa yang sudah jahat dengan saya, hanya Allah yang tahu," Pungkas Qiana lalu pergi.
Setelah Qiana selesai bicara, Danial terburu-buru kembali ke restoran hendak membayar pesanan makanan.
"Sudah di bayar Pak," Kata bagian kasir. Tidak perlu bertanya Danial pun tahu, pasti Qiana yang membayar. Di depan pintu restoran Danial menunggu Qiana.
"Ternyata sudah kamu bayar ya?" Tanya Danial berjalan bersebelahan ke Villa menjemput Nunuk dan juga Nazran.
"Sudah..." Jawab Qiana menoleh Danial tampak bagian pipi suaminya membiru, hanya menarik napas berat.
"Kalau belum mempunyai otot kawat balung wesi, seperti Gatot Kaca, jangan suka adu jotos," Sindir Qiana.
"Qin, kamu harus percaya sama aku, jika yang menyekap kamu itu Edwin," Danial masih keukeuh.
"Bang... lupakan masalah di hotel. Entah siapa yang melakukan perbuatan tidak baik itu. Cepat atau lambat bangkai akan tercium juga. Sebaiknya jangan diperpanjang. Toh, aku juga tidak apa-apa bukan... Aku sih, hanya mendoakan saja. Supaya pria jahat itu segera bertaubat" Qiana menutup pembicaraan lalu menghubungi Zahra agar membawa pulang mobilnya. Sementara Qiana pulang satu mobil dengan suaminya bersama Nunuk dan Nazran.
***************
Tok tok tok.
"Mbak Nunuk... tolong buka pintu... ada tamu," seru Qiana yang tengah memberi susu Nazran di pangkuan.
"Ya, Non" Nunuk pun mematikan kompor lalu berjalan ke arah pintu depan membuka kunci. Wanita hitam manis ada tailalat di bibir bagian atas mengangguk sopan.
"Kamu siapa?" Nunuk heran, kemarin Zahra yang datang dan saat ini wanita yang seumuran dengan Zahra, mengenakan seragam warna biru muda membawa koper dan tas slempang.
"Siapa, Nuk?" Tanya Qiana sudah berdiri di belakang Nunuk. Lantaran Nunuk lama lantas Qiana menghampiri.
"Non, saya baby sitter dari yayasan kasih sayang," Wanita itu menunjukkan identitas diri. Qiana menyipitkan mata membaca surat perintah dari yayasan tersebut. Kemudian menatap wanita itu lekat, tentu saja harus hati-hati. Tidak semudah itu mencari pengasuh anaknya. Apa lagi Qiana tidak merasa mencari baby sitter.
Namun, hati Qiana merasa srek setelah beberapa detik menatap gadis berhijab instan itu tampak jujur dari tatapan matanya. Lalu kembali membaca surat hingga selesai, paling bawah sudah ditanda tangani pemilik yayasan dan nama Daniel di sebelah kanan.
"Mari masuk," pada akhirnya Qiana percaya. Walaupun sebenarnya tidak mau anaknya di asuh orang lain, kecuali Nunuk sekali-kali.
Malam harinya di dalam kamar.
"Abang mencari baby sitter, kok nggak bilang-bilang aku sih..." Protes Qiana.
"Kalau aku bilang sama kamu, pasti tidak akan setuju bukan? Besok kan kita mau pergi jauh, biar Nazran tinggal di rumah mama bersama pengasuh," Tutur Danial.
Qiana terkejut, rupanya pria somplak itu sudah berpikir sejauh itu. Qiana pikir, benar juga apa kata Danial. Tidak mungkin meninggalkan Nazran dengan Nunuk seratus persen, selama kurang lebih dua minggu. Padahal Nunuk sudah banyak pekerjaan di rumah.
"Sudah... sekarang kita tidur, besok... sebelum berangkat ke bandara, kita antar Nazran ke mama Halina,"
Qiana mengangguk.
Pagi harinya Qiana bersama Danial hendak berangkat ke bandara diantar Zahra. Tetapi singgah ke rumah orang tua Danial lebih dulu menitipkan Nazran, sekaligus minta pamit.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Nur Hidayah
Masih penasaran dgn orng yg mengurung Qiana di toilet
2024-01-13
1
Neng Shy
Menarik
Next
2024-01-07
0
Neng Shy
Menarik
Next
2024-01-07
0