Naik Ranjang. Bab 10

Jalanan licin, sungguh medan yang sulit dilalui oleh Qiana. Payung hanya mampu membuat rambutnya tidak basah, tetapi sebagian baju sudah klebes. Jalanan menurun, Qiana ngeri tergelincir. Tetapi pria di sebelahnya, tampak berjalan santai, ia iri dibuatnya.

Sreeettt... brukk!

"Aow" Qiana meringis. Benar saja, kakinya terpleset jatuh terduduk di jalanan.

"Jalan tuh hati-hati makanya," Danial berjongkok memperhatikan Qiana yang tengah mengusap kaki bagian tumit tampak memerah.

"Aagghh... kamu sih... saya kan sudah bilang, jalanya jangan cepat-cepat. Senangkan?! Saya jatuh!" Omel Qiana, melengos dengan bibir seperti kukusan. Dalam hati menggerutu. Ia menganggap pria di depanya tidak punya empati.

"Kwalat" Ucap Danial singkat. Ia pindahkan payung ke tangan kiri, kemudian tangan kanan memijit seputar tumit yang sakit.

"Hiks hiks hiks... kamu memang jahat. Kaki saya ini beneran sakit, tahu?" Qiana menangis, rasa kesal, dan sakit menjadi satu.

"Aaaggghh... sakit" Qiana menyingkirkan tangan Danial dari kakinya. Kala memijit terlalu kencang. Mata mereka saling pandang, Qiana lantas mengusap wajahnya dekat jaket.

"Jorok" Danial menjitak dahi istrinya. Seketika mata merah itu melotot.

"Enak saja jorok! Jaketmu ini yang bau" Qiana tidak mau kalah, padahal aroma wangi parfum masih terendus, walaupun sudah basah sebagian.

"Bangun," Danial berdiri menarik tangan Qiana. Wanita itu mencoba berdiri walaupun kakinya ngebet tetapi tetap berjalan pincang. Sambil berjalan rasanya sudah tidak karuan. Bukan hanya kakinya yang sakit, air seni pun rasanya sudah tak tertahan efek kedinginan.

************

"Nona kenapa?" Tanya Nunuk, ketika tiba di rumah. Nunuk segera memapah nona mudanya ke kamar mandi, atas permintaan Danial. Entah kenapa Danial terburu-buru ke dalam.

"Kesleo Nuk. Gemana? Nazran rewel nggak?"

"Nggak kok Non"

"Oh iya Nuk, kapan Tuan tiba di sini?" Bisik Qiana, inilah yang masih mengganjal di pikiran Qiana. Mengapa Danial bisa tahu, jika dirinya sedang di perkebunan. Padahal ia tidak memberi tahu Nunuk.

"Tadi siang masuk ke Villa melihat Nazran sebentar Non, terus pergi lagi." Tutur Nunuk.

Qiana manggut-manggut, dalam hati berpikir, bahwa Danial sengaja mengikuti dirinya, sejak pagi. "Dasar somplak" Kata itu meluncur begitu saja. Qiana heran, mengapa jika mau ikut ke tempat ini bukan membantunya menyetir mobil.

"Apa Non? Somplak itu apa?" Nunuk terkejut.

"Seeeettt... Lupakan" pungkas Qiana.

Tiba di depan kamar mandi, Qiana masih harus menahan buang air kecil. Karena, Danial sudah berada di dalam. Tidak hanya itu, tubuhnya sudah kedinginan. "Cepetan..." Pekik Qiana sambil mengetuk pintu berulang kali.

"Berisik amat sih!" Danial membuka pintu, diam di keset sejenak, dengan wajah kesal.

"Lagian lama banget" Jawab Qiana sembari menutup pintu.

Nunuk hanya bengong mendengar dan melihat tingkah suami istri yang aneh menurutnya. Setelah Danial menutup pintu kamar, Nunuk melanjutkan pekerjaan.

10 menit kemudian.

"Mbak Nunuk..." Panggil Qiana setelah ke luar dari kamar mandi, mengenakan handuk kimono pria kebesaran, jelas milik Danial yang dia gantung di kamar mandi.

Sepi. Padahal Qiana ingin minta dibantu ke kamar salin baju. "Mbaaakkk..." Ulangnya panjang.

Bukan Nunuk yang muncul, tetapi Danial yang membuka pintu kamar. "Berisik" Menatap Qiana tajam.

"Tolong panggil Nunuk dong... saya mau ke kamar," Wajah Qiana memelas.

"Nyuruh" Gumamnya, tak urung mendekat, hendak memapah Qiana, tetapi matanya menyipit kala kimono miliknya melekat di tubuh Qiana.

"Pakai baju siapa kamu? Lancang!" Ketusnya, lalu menjitak kepala Qiana, tetapi tidak sakit.

"Elaah... Pelit! Pinjam... Nanti saya ganti yang baru," Qiana merengut. Danial tak lagi bicara, lalu memapah ke kamar.

"Terimakasih" Jawab Qiana. Lalu duduk di ranjang, menunggu Danial ke luar, tetapi suaminya itu malah telungkup di tempat tidur.

"Eh! Keluar dulu. Saya mau salin baju" Qiana berdiri, mengamati tubuh yang panjangnya pas ukuran ranjang.

"Jangan bawel! Saya mau tidur" Ujar Danial, suaranya kurang jelas lantaran wajahnya dia benamkan di atas bantal.

"Cek!" Qiana mendengus kesal lalu berjalan merambat pinggir tempat tidur, ambil pakaian di dalam tas. Baju santai sudah ia pegang ketika hendak salin pakaian, ragu-ragu. Ia mendekati tubuh Danial menatap wajahnya yang sudah terpejam, memastikan bahwa pria itu sudah terlelap.

"Ngapain lihat-lihat?! Kamu naksir?"

Ucapan Danial mengejutkan Qiana, hingga mundur dengan cepat. Tidak ingat jika kakinya sedang sakit. "Aduh" Qiana kesakitan lalu duduk di lantai memegangi kakinya yang sudah tampak membiru.

"Orang lagi tidur ganggu saja," Ucap Danial sekali lompatan sudah berada di dekat pintu kemudian ke luar.

Qiana salin baju, kemudian telepon Nunuk. Agar mengajak Nazran ke kamar. Tidak lama kemudian, Nunuk pun datang, menidurkan Nazran di sebelah Qiana.

"Anak bunda..." Qiana mencium pipi yang sudah mulai berisi, lantaran minum susunya kuat sekali.

"Ya Allah... kaki Non Qiana..." Ucap Nunuk yang berdiri di dekat kaki yang sudah mulai bengkak dan biru-biru.

"Semakin parah Nuk, tolong kamu beli minyak jarak. Numpang ojek saja" Titah Qiana.

"Iya Non"

Qiana terkejut, belum memberi uang Nunuk, tetapi art nya itu sudah ngibrit ke luar kamar. 15 menit kemudian, Nunuk sudah kembali. Tetapi tiba di kamar, Qiana rupanya tidur. Nunuk tidak tega membangunkan, lebih baik ke luar menutup pintu perlahan-lahan.

Menjelang magrib Qiana bangun, Nazran sudah tidak ada di sisinya. Ia pun bangun merasakan sakit pada kakinya. Pandanganya tertuju pada minyak di sebelahnya, hendak mengenakan minyak tersebut, tetapi lebih baik shalat magrib terlebih dahulu. Tentu saja, telepon Nunuk minta dibantu ke kamar mandi ambil air wudhu dan ritual lainya.

"Nazran dimana Nuk?" Tanya Qiana ketika setelah magrib, Nunuk membalurkan minyak ke kaki nona mudanya.

"Di gendong Tuan, Non. Nanti malam... biar Nazran bobo sama saya." Nunuk tahu bahwa Qiana tidak mungkin mengurus Nazran dalam ke adaan sakit begini.

Qiana mengangguk.

Sejak sore Qiana tidak ke luar kamar, bahkan makan pun di antar Nunuk. Malam sudah sangat larut Qiana bangun. Pasalnya, rasa sakit kakinya sudah tidak bisa dia tahan. Qiana bengong kala mendengar dengkur pria di sebelahnya.

"Jadi... somplak tidur disini?" Qiana memeriksa bajunya. Ia pikir, Danial memanfaatkan situasi. Ternyata bajunya masih biasa saja.

"Ya Allah... kaki ini" Qiana bingung harus bagaimana. Telepon Nunuk di kamar sebelah pun tedak tega kasihan Nunuk dibangunkan malam-malam.

"Adik ipar... bangun Dek" Qiana membangunkan Danial, tetapi kali ini tidak memanggilnya somplak, melainkan adik ipar.

"Ada apa?" Danial bangun, dengan mata merah dan rambut acak-acakkan.

"Kaki saya sakit, saya nggak tahan. Bagaimana ini?" Tanya Qiana, menunjuk kaki.

Danial memeriksa kaki Qiana. "Sekarang juga kamu saya antar ke rumah sakit,"

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Erina Munir

Erina Munir

kayanya ...lama2 ini ceritanya kocak juga

2024-02-03

6

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

Makin Seru Bude cerita si Kudaniel
DinDut Itu Pacarku mampir

2024-01-02

0

Nur Hidayah

Nur Hidayah

Semoga hubungan Danial dan Qiana semakin hari semakin membaik

2023-12-31

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!