Naik Ranjang. Bab 8

Di dalam mobil saling diam. Jika Danial fokus dengan setir, Qiana memilih melihat ke luar kaca. Pikiran Qiana masih penuh dengan Edwin ketika di restoran tadi. Kilat marah wajah Edwin masih terbayang jelas di mata Qiana.

Entah siapa yang salah di antara semua. Orang tua? Jelas bukan, mereka hanya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Walaupun semua tidak semudah yang orang tua bayangkan. Atau, almarhumah Quinsha? Dia juga tidak bersalah. Quinsha tidak ada bedanya dengan mama, papa. Ia ingin pergi dengan tenang memilih ibu sambung untuk Nazran. Sementara Qiana, sebenarnya adalah korban. Tetapi diharuskan menanggung konsekuensinya, dengan pernikahan yang baru akan dia mulai.

Suami irit bicara, sekali bicara dengan nada membentak, itu adalah pria di sebelahnya. Entah sikap itu hanya di tunjukkan kepadanya atau dengan Quinsha pun begitu. Qiana tidak pernah tahu bagaimana kisah rumah tangga adiknya dulu.

Qiana menarik napas melepaskan pelan, agar tidak di dengar oleh Danial. Ia pindah, posisi kepala lurus bersandar di jok dengan mata terpejam. Sejuta kenangan manis masih terasa indah dalam ingatan Qiana. Canda, tawa, perhatian yang ditunjukkan Edwin kepadanya, tidak semudah itu akan terhapus dari ingatan.

"Sekarang kamu sudah menjadi istri saya. Itu artinya... harus mengembalikan perkebunan kamu kepada Papa," Ucap Danial dengan nada perintah, bukan musyawarah.

Qiana membuka mata lalu membetulkan posisi bokong, menoleh wajah pria yang tidak ada ekpresi.

"Baik. Saya akan kembalikan perkebunan itu kepada Papa. Tetapi, saya tetap akan meneruskan usaha saya," Tegas Qiana. Qiana mengurus perkebunan milik keluarga, tetapi ia juga mempunyai usaha lain. Daun-daun teh selain dijual ke tengkulak. Qiana juga mendirikan pabrik minuman yang dia ambil dari daun pucuk teh, bervariasi rasa. Tentu saja sudah melejit di pasaran.

"Usaha apa?" Tanya Danial, melirik sekilas.

"Minuman," Jawabnya kaku.

"Itu sama saja, kamu melanggar perintah saya,"

Qiana tidak menyahut, hanya melengos ke samping. Usaha teh yang dia dirikan dengan susah payah. Ketika produk miliknya belum di kenal khalayak, beberapa kali merugi. Namun, Qiana mencoba memperbaiki kualitas produk. Setelah sekarang berhasil tentu saja Qiana tidak dengan mudah melepaskan.

"Tidak untuk saat ini." Qiana menjawab cepat. "Jika kamu menganggap saya istri. Jangan jadikan saya tahanan,"

"Lalu kamu mau mengabaikan wasiat Quinsha?" Danial mendengus geram.

"Melanjutkan usaha, bukan berarti tidak memenuhi wasiat Quinsha. Masih banyak cara lain kok. Bagaimana caranya supaya Nazran tidak kurang perhatian, perusahaan saya juga tetap berjalan," Qiana rupanya sudah berpikir matang-matang langkah apa yang akan dia ambil.

"Kamu teryata orang yang tidak mau kalah. Kamu beda dengan Quinsha!"

Buk!

Qiana meninju jok tempat duduknya. Membuat Danial terperangah. "Jangan pernah membandingkan saya dengan adik saya. Walaupun kami satu rahim tetapi berbeda!" Qiana kesal dibandingkan, walaupun dengan adik sendiri.

Dia dengan almarhumah adiknya memang berbeda. Quinsha gadis penurut dan lemah lembut. Sementara Qiana, ia bukan orang yang kasar, tetapi akan melawan jika menurutnya benar.

****************

Hari-hari berlalu, hubungan antara Danial dengan Qiana belum ada kemajuan. Walaupun satu atap, tetapi belum bisa disebut suami istri. Namun begitu, selama 40 hari Qiana menuruti kata Danial. Sama sekali tidak ke luar rumah, kecuali untuk kepentingan Nazran. Qiana fokus mengurus Nazran, melimpahkan tanggung jawab perusahaan kepada anak buahnya.

Tetapi pagi ini, Qiana izin Danial menghadiri rapat penting yang tidak bisa diwakilkan.

"Mau kemana? Paling kamu mau menemui Edwin bukan?" Tuduh Danial, tanpa menatap Qiana yang sedang memandangnya kesal. Danial justru menyeruput kopi, lalu meletakan di atas cawan.

"Ngomong tidak dipikir!" Ketus Qiana niat hati ingin menggigit roti pun urung, lalu meletakan kembali ke piring.

"Bukannya sudah saya katakan, tidak usah bekerja" Jawab Danial keukeuh.

"Kamu jangan egois! Kamu pikir saya kemana selama satu bulan lebih? Saya diam di rumah fokus mengurus Nazran kok!" Qiana mendelik gusar.

"Lalu apa salah, jika saya minta izin satu hari saja menghadiri rapat di kantor?" Qiana rasanya ingin menangis.

"Ya sudah, pergi sana! Memang dasar kakak yang tidak mau mendengar amanat adiknya," Jawab Danial sambil berlalu.

Qiana meletakan pisau yang dia gunakan untuk memotong roti, mengejar Danial ke kamar. Sampai di depan pintu, Qiana mencekal tangan Danial.

Pria itu lantas balik badan menatap Qiana tajam. "Mau apa kamu?!" Seperti biasanya suara Danial memekakkan telinga Qiana.

"Jangan sok setia!" Qiana menyentuh dada Danial. "Kamu pikir, kamu suami sempurna untuk adik saya? Jawabnya tidak! Baru tiga hari Quinsha meninggal tetapi kamu justeru pergi sampai larut malam. Apa itu yang dikatakan suami setia?"

"Hahaha... atau jangan-jangan kamu memang selalu bersikap begitu dengan Quinsha?!" Qiana tertawa dibuat-buat.

Qiana tidak bisa menahan emosi. Selama satu bulan lebih, menjadi istri Danial tidak dianggap. Qiana mencoba untuk bersabar. Walaupun lebih tepatnya, dia serasa di penjarakan.

"Saya peringatan sekali lagi! Jika kamu terus semena-mena seperti ini, saya akan menemui papa Azhari agar merestui saya untuk menggugat cerai kamu. Jangan seolah-olah kamu korban, dan aku penyebab terjadinya pernikahan palsu ini!" Qiana berdiri di depan Danial yang tengah diam mematung dengan wajah datar.

"Kamu pikir hati saya tidak sedih, sudah kehilangan adik saya, harus berpisah dengan tunangan saya, dan sialnya harus menjadi istri pria sombong sepertimu!"

Qiana lantas balik badan menahan sakit hati yang luar biasa.

"Mbak Nunuk," Panggilnya dengan suara serak.

"Saya Non," Nunuk yang berbadan gemuk berlari-lari mendekati Qiana di depan pintu kamar Qiana.

"Siapkan perlengkapan Nazran, terus kamu ikut saya, ya," Titahnya.

"Baik, Non"

Qiana pun masuk ke kamar salin pakaian yang pantas untuk rapat ke kantor. Baju putih rompi hitam, dengan bawahan rok panjang hitam, rambut tergerai sebahu. Wajahnya dipoles tipis-tipis, menyempurnakan penampilannya.

Qiana membuka pintu kamar, di tempat itu, ia berpapasan dengan Danial yang baru saja ke luar dari kamarnya juga. Entah bagaimana ekpresi wajah Danial saat ini, Qiana tidak peduli. Ia segera membungkuk mengenakan sepatu pantofel, bukan hak tinggi karena fostur tubuh Qiana pun sudah tinggi.

Qiana menggendong Nazran, di ikuti Nunuk yang membawa perlengkapan. Ketika tiba di halaman, Qiana pun memberikan Nazran pada Nunuk. Karena dia harus menyetir.

Satu jam lebih, Qiana tiba di bogor. Di tempat itulah kantor Qiana tidak jauh dari perkebunan milik keluarga.

"Kamu menunggu di sini bersama Mbak Nunuk sayang... Bunda kerja dulu" Qiana mencium pipi Nazran yang masih tidur. Ibu dadakan itu memilih salah satu villa yang kosong. Yakni, villa milik keluarga, salah satu bisnis papanya. Walaupun tidak ada rencana menginap tidak akan membiarkan Nazran tidak nyaman.

Qiana mengendarai mobilnya ke kantor. Tiba di ruang rapat, ia disambut ramah oleh para petinggi perusahaan. Peserta rapat bukan hanya dari perusahaan Qiana sendiri, tetapi di hadiri Owner dari beberapa perusahaan lain.

Mata Qiana menyipit ketika netranya menatap pria yang sudah duduk, adalah pria yang sangat dia kenal.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Ririn Nursisminingsih

Ririn Nursisminingsih

bagus qiana jg lemah

2024-02-09

0

Rena utami

Rena utami

yg salah ortu lah thor, gimana sih si othor? dimana2 ortu pengen anaknya bahagia, menikah dg kekasih tercinta, kecuali edwin bukan org baik, ngga salahlah kalo dihalangi...mg2 nnti aku bs jadi ortu yg ga egois sm anak

2024-02-03

1

Erina Munir

Erina Munir

nyahoo siiaahh...greget aing teh....dasar kudanil semprull

2024-02-03

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!