Naik Ranjang. Bab 13

Qiana menurut saja, ketika Danial mengait lenganya. Hatinya sedikit lega kala pria jangkung itu mengajak duduk agak jauh, tidak membaur dengan pria wanita yang tidak baik, dilihat dari kacamata Qiana.

"Hai... Danial..." Sapa wanita bertubuh langsing bersama pria di belakangnya tersenyum ke arah Danial. Qiana menatap wanita yang satu ini pakaianya agak berbeda dengan yang lain.

"Hai... Kamu Shintya bukan?" Danial menyipitkan mata. Ketika kuliah dulu tubuh Shintya agak gemuk tidak seperti sekarang.

"Iya Dani. Kenalkan, ini calon suami saya," Shintya menarik lengan pria yang di belakangnya, agar maju bersalaman dengan Danial. Kemudian beralih menatap Qiana yang hanya diam memperhatikan dirinya.

"Oh, ini Quinsha bukan?" Shintya tersenyum ramah pada Qiana. Qiana hanya mengangguk membalas senyum wanita di depanya. "Suami kamu cinta mati loh. Setiap kami bertemu hanya kamu yang diceritakan Qun" tutur Shitya tidak tahu jika Quinsha kini telah tiada.

"Iya... saya Quinsha" Jawab Qiana, tidak penting menjelaskan yang sebenarnya kepada Shintya. Sementara Danial, hendak menjawab, tetapi lidahnya kelu. Shintya lantas menjauh dari tempat duduk Danial, bergabung dengan teman-temanya yang lain.

Mendengar derap sepatu, Qiana menoleh. Ia terkejut ketika pria itu ternyata orang yang dia kenal. Segera ia berpaling ke arah panggung, khawatir pria yang datang seorang diri itu mengetahui keberadaannya.

Edwin, kenapa datang ke sini juga? Sebenarnya pesta apa ini? Jika sesama bisnis sudah barang tentu bukan. Sebab aku tidak mengenal semua yang berada di sni.

"Matanya dijaga," Danial meraup wajah Qiana yang tengah memandangi Edwin, hingga ke tempat duduknya.

"Kenapa Edwin bisa berada di pesta ini? Sebenarnya siapa yang mengundang kamu?" Cecar Qiana.

"Kenapa? Kamu tidak tahu, jika Edwin dan semua tamu di acara ini teman kuliah saya?" Danial balik bertanya. Matanya mengawasi Edwin entah apa maksudnya.

"Jadi... kalian reonian? Begitu ya, penampilan teman-teman kamu? Ih, nggak nyangka," Qiana menatap orang-orang yang sebenarnya ingin dia hindari itu.

"Jangan menilai orang dari penampilan," Potong Danial. "Kamu pikir, Edwin yang kamu anggap pria baik itu sebaik yang kamu kira" Jawab Danial menyeringai

"Edwin memang baik kok" Bantah Qiana. Bibir Qiana lantas mengatup, walaupun tidak ingin melihat Edwin yang sudah membaur dengan teman-temanya, tetapi akhirnya ingin tahu juga apa yang dilakukan mantan tunangannya itu.

Penyanyi di atas panggung, menyerukan kepada pemirsa, bagi siapa yang akan bernyanyi, diminta naik ke panggung.

Qiana terperangah kala Edwin lah orangnya yang pertama kali naik ke sana. Pria itu bersemangat di atas panggung memberikan senyuman kepada teman-teman. Lantas melempar tatapan ke arah Qiana dengan tatapan kosong. Qiana menunduk, tidak berani menatap pria mantan kekasihnya yang pandai bernyanyi itu.

Menyadari jika Qiana salah tingkah, Danial yang diam-diam memperhatikan antara Edwin dan istrinya. Merangkul pundak Qiana menandakan jika Qiana itu miliknya.

Merasakan tangan Danial tiba-tiba di pundak, Qiana dibuat terkejut. Ia tahu sikap kemesraan yang di pamerkan suaminya hanya untuk membuat hati Edwin di atas panggung memanas.

Jreng jreng jreng...

Mendengar gitar yang di petik Edwin, Qiana segera mengangkat kepala. Bayangan masa-masa mereka masih pacaran, Edwin pria romantis dan petikan gitar itu tak jarang menghibur dirinya.

"Awas... Baper, jitak!" Bisik Danial di belakang telinga Qiana.

"Apaan sih?!" Qiana menoleh lalu cemberut. "Kalau saya nggak boleh baper, kenapa juga? Abang mengajak saya ke tempat ini? Padahal Abang tahu, jika Edwin akan datang" Sungut Qiana.

"Tapi kan kamu istri saya, kalau tidak saya ajak, salah... lagi," Danial beralasan. Qiana sudah tidak mau menimpali. Tatapanya fokus ke depan, kala Edwin telah menyanyikan lagu yang seolah di tujukan kepadanya.

*Mengapa kita bertemu. Bila akhirnya dipisahkan.

Mengapa kita berjumpa. Tapi akhirnya di jauhkan.

Aku hancur ku terluka. Namun engkaulah napasku.

Kau cintaku meski aku bukan di benakmu lagi*

Hati Qiana sedih, tetapi saat ini tidak pantas lagi untuk menangisi yang memang bukan jodohnya. Ya. Qiana saat ini harus belajar move on. Ada Nazran, malaikat kecil yang tengah membutuhkan dirinya. Bukan hanya sekedar keponakan, tetapi Qiana sudah jatuh cinta kepada anak Quinsha.

Malam semakin larut, suasanya menjadi semakin menakutkan bagi Qiana. Takala para tamu mulai bersulam meneguk minuman memabukan itu, ketika detik-detik di panggung salah satu penyanyi pria meniup terompet.

Inilah yang membuat Qiana ragu, ketika akan datang ke tempat seperti ini. Dulu, ketika Quinsha belum menikah pun pernah merayakan tahun baru. Lebih tepatnya bukan merayakan, hanya karena libur panjang, sang papa mengajaknya berkumpul bersama keluarga kecilnya. Tetapi jauh dari keramain. Cukup camping di kebun teh milik papa di alam terbuka, udara sejuk dan bersih. Seakan memberikan ketenangan dan menghapus beban selama satu tahun. Selama libur itu papa Rahardyan dan mama Afrida mengajak menginap di Villa miliknya.

Tetapi saat ini? Qiana semakin ingin pergi dari tempat seperti ini. Kala para pria wanita mengajak pasangan masing-masing untuk berdansa. Bau alkohol menyengat hidung, terasa mengocok perut Qiana

Qiana mencengkeram baju Danial, dalam hati berdoa, agar suaminya tidak ikutan seperti mereka.

"Bang... pulang yuk, saya takut" Kali ini Qiana merasa pria di sebelahnya adalah pelindung. Padahal selama ini, Qiana belum tahu persis seperti apa sikap Danial jika di tempat seperti ini.

"Tidak usah takut, kan ada saya," Danial mengeratkan tanganya yang masih di pundak Qiana.

"Bang... pleass... kita pulang" Qiana merengek selayaknya anak kecil.

"Okay... kita pulang, tapi saya ke toilet dulu," Danial melepas tanganya dari pundak Qiana.

"Bang... Aku..." Qiana hendak menahan Danial, tetapi, suaminya berjalan cepat sekali. Qiana membuka handphone saat ini sudah jam dua pagi.

Prank!

"Brengsek loe!" Suara di sudut ruangan dua orang pria tengah mengacungkan botol yang tinggal separuh. Qiana memandang dari kejauhan dengan wajah pucat.

"Ya Allah... lindungi aku," Gumamnya.

"Aaahhgg... abang, kenapa lama sih..." Gerutunya. Ia mengamati arah jalan yang di laui Danial ketika ke toilet tadi. Sementara pasangan yang tengah berdansa seperti sudah biasa dengan pertengkaran seperti itu. Nyatanya, mereka tidak terpengaruh tetap saja asik berdansa. Padahal, keributan semakin menjadi-jadi. Suara meja, kursi, di banting, dan adu mulut nama-nama binatang yang mereka sebut, mengotori telinga Qiana.

"Gw bunuh loe!"

Suara keributan di sana membuat dada Qiana sesak. 'Edwin' seketika Qiana ingat Edwin. Entah ke mana pria itu saat ini? Qiana khawatir jika yang sedang bertengkar adalah Edwin. Tetapi, Qiana bantah pikiranya sendiri. Ia tahu bahwa Edwin orang yang tidak suka bertengkar.

Dooorrr...

Suara tembakan di tempat pertengkaran itu, membuat seisi ruangan serba guna hotel kalang kabut. Bagusnya yang minum belum sampai mabuk bisa berlari ke luar. Tetapi yang sudah teler, sampai ada yang jatuh ke injak-injak. Sementara Qiana, tanpa menunggu Danial. Dia pun berhasil berlari ke luar. Di luar masih sepi, Qiana berlari menuju lift tetapi belum sampai tujuan, terasa ada yang menahanya dari belakang.

"Eemm... Eemm... siapa kamu?" Tanya Qiana kurang jelas, lantaran mulutnya di bekap entah siapa pelakunya.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

astgaaaa acara apa mpe ada dor...dor kyk gtuuu

2024-01-31

0

Nur Hidayah

Nur Hidayah

Edwin kah itu?

2023-12-31

1

Eka elisa

Eka elisa

kudanil...kmu kmna....qian dlm bhya kudanil....

2023-12-31

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!