"Somplaaakk..." Seru Qiana, kala suaminya tidur terlentang lalu kaki kekar itu mengunci pinggul nya. Mem*gut bibir merah alami itu terasa manis bagi Danial. Qiana terlena, hingga matanya terpejam. Rona merah menghiasi pipi Qiana kala Danial melepas pag*tan.
Qiana cepat-cepat turun dari tubuh Danial lalu ke luar ruangan yang hanya di dominasi oleh perlengkapan kerja. "Ya ampuuun..." Qiana geleng-geleng, heran dengan sikapnya sendiri. Mengapa terasa berbeda sensasi ciuman Danial malam ini.
Sudah tiba di ranjang kamar pun, degup dada Qiana masih belum stabil. Setelah beberapa saat perasaan mulai tenang, kemudian bergegas ke meja makan.
"Nazran sudah bobo Nuk?" Tanya Qiana sambil menarik kursi.
"Sudah Non" Nunuk yang sedang menonton televisi melihat Qiana buru-buru menghampiri. Siaga, jika tenaganya dibutuhkan.
"Tolong panggil Tuan di ruang kerja," Titah Qiana. Benar saja yang dipikirkan Nunuk. Ia mengangguk patuh menuju ruang kerja.
Terdengar srek srek sandal, sudah jelas langkah kaki Danial, Qiana masih malu untuk menatapnya. Ia menelentangkan piring lalu menyendok nasi sepucuk centong untuk Danial.
Mendengar deheman Danial tak urung Qiana menatapnya juga. Makan malam berjalan dengan tenang tak ada yang bicara.
Waktu merangkak malam, di tempat tidur, Qiana gelisah menghadap tembok membelakangi suaminya. Entah mengapa hari ini perasaannya berbeda.
"Qin"
"Apa"
"Hari sabtu besok, kita akan berangkat jalan-jalan"
"Kemana?" Qiana mendadak bangun dari tidurnya. Surprise... itu yang membuat Qiana bersemangat.
"Ke negara A" Jawab Danial, tetapi tidak menurunkan lengan yang menutup matanya.
"Kalau bicara itu lihat lawan, apa, Bang. Kebiasaan!" Omel Qiana. Lalu menurunkan lengan suaminya yang hanya menatapnya menghela napas.
"Jangan sekarang" semangat Qiana kembali menurun, kala ingat tiket itu pemberian mertuanya.
"Kenapa?" Dahi Danial berkerut.
"Saya malas jalan-jalan, itu kan bukan inisiatif kamu," Protes Qiana.
"Hahaha... jadi ini masalahnya? Kamu kemarin cemberut terus, rupanya ingin diajak bulan madu sama saya," Danial tersenyum miring.
"Bulan madu?" Mendadak bulu-bulu lengan Qiana merinding, mendengar kata bulan madu identik dengan yang aneh-aneh.
Niatnya jalan-jalan hanya ingin mengenal pribadi suaminya lebih jauh. Jika di rumah mereka masing-masing sibuk. Sudah dua bulan lebih mereka menikah, Qiana belum bisa mengenal seperti apa pribadi suaminya yang sebenarnya.
"Kalau gitu, nggak usah berangkat sekarang, Bang. Lagi pula, kasihan Nazran. Masa kita tinggal," alasan Qiana masuk akal.
"Kalau kamu menolak, memang tidak kasihan Mama sama Papa," Jawab Danial. Qiana pun diam berpikir masak-masak, memang benar apa yang dikatakan Danial. Jika ia menolak tentu akan mengecewakan mertuanya.
"Besok kita pikirkan lagi," Pungkas Qiana. Mereka pun lantas tidur.
**************
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsallam..."
Qiana terkejut ketika Daniel baru saja berangkat ke kantor, kedatangan tamu wanita berjilbab cantik seperti artis.
"Mbak, mencari siapa ya?" Tanya Qiana memastikan sebelum mengajak tamunya masuk ke rumah.
"Kenalkan Kak, nama saya Zahra. Kata Mas Raka, Kakak membutuhkan tenaga kerja," Jawab Zahra sopan.
"Oh... masuk-masuk," Qiana baru paham, jika wanita di depanya ke kasih Raka yang diceritakan tadi malam. Qiana menyilakan Zahra duduk, berbincang-bincang ringan, lalu memeriksa ijazah terakhir Zahra dan surat pengalaman kerja. Rupanya Zahra sudah bekerja di perusahaan lain selama tiga tahun menjadi sekretaris.
"Baiklah, mulai besok... kamu bisa langsung bekerja" Qiana mengangkat Zahra menjadi asisten pribadinya. Sebab, Qiana disibukkan dengan Nazran jika ada asisten ada yang handle pekerjaannya.
"Terimakasih Kak" Gadis 25 tahun, seusia almarhumah Quinsha itu antusias sekali.
"Sekarang diminum" Qiana mendekatkan teh ke depan Zahra. Zahra mengucap terimakasih, kemudian meneguk minuman dingin yang disuguhkan Nunuk.
"Waktu acara malam tahun baru tempo hari kamu tidak datang ya?" Qiana tidak menemukan gadis berhijab seperti Zahra di sana.
"Saya datang, tapi hanya sebentar Kak. Itupun saya ngumpet" Tutur Zahra, tidak ada bedanya dengan Qiana, gadis Itupun ketakutan di pesta kemarin. Dari perbincangan mereka berdua, rupanya banyak kesamaan dalam pandangan hidup, tentu saja menjadi pertemuan yang menyenangkan.
"Kamu sekarang sibuk tidak?" Qiana beralih topik pembicaraan.
"Tidak Kak, saya kan pengangguran," Zahra cekikikan.
"Kalau gitu, kamu ikut saya ke bogor,"
"Baik, Kak"
Qiana minta Nunuk, menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan Nazran, kemudian telepon Danial. Tentu saja hendak minta izin, karena kepergiannya sekarang tidak direncakan.
"Ya... tidak diangkat" Monolog Qiana. Qiana memutuskan pergi, tetapi minta Zahra yang menyetir agar mengantarkan ke showroom terlebih dahulu.
Hanya Qiana sendiri yang datang ke showroom, sementara yang lain menunggu di mobil. Qiana berjalan tergesa-gesa tidak menghiraukan banyak mata yang memperhatikan dirinya. Keseluruhan pekerja di tempat ini adalah pria. Mereka tahu jika Qiana adalah adik ipar Danial bukan istri. Sebab, semasa Quinsha masih ada, tidak jarang Qiana ikut ke Showroom. Tentu showroom bukan sembarang Showroom. Siapa yang tidak mengenal Danial, pembisnis otomotif terkaya di kotanya.
Qiana masuk lift, tidak sulit baginya mencari ruangan Danial yang terletak di lantai dua. Terakhir Qiana datang bersama Quinsha 6 bulan yang lalu.
"Mbak Qiana... turut berduka cita" Ucap beberapa wanita di dalam kubikel masing-masing, lantas ke luar menjabat tangan Qiana.
"Terimakasih... Pak Danial ada di dalam?" Tanya Qiana.
"Ada Mbak,"
Qiana berlalu. Lagi-lagi tiga wanita di belakang bisik-bisik.
"Kenapa Tuan Danial tidak naik ranjang saja ya"
"Jangan dong! Nanti gue gak ada harapan"
"Alaah... ngarep. Mana mau Tuan Danial dengan pegawai rendahan seperti kita. Dahlah, jangan mimpi," Tiga wanita itu berdebat sendiri. Sementara Qiana sudah tiba di depan ruangan Danial.
Tok tok tok.
Beberapa kali mengetuk pintu, tidak ada jawaban. Qiana masuk begitu saja. Ia mengedarkan pandanganya ke seluruh ruangan yang dia kunjungi 6 bulan yang lalu, tetapi tidak ada yang berubah.
Entah di mana suaminya berada kini, yang jelas, kursi yang biasa Danial duduki pun kosong. Qiana melihat bingkai foto yang berada di atas meja, lalu mengangkatnya. Foto mesra Danial dengan Quinsha, membuat mata Qiana berkaca-kaca. Entah mengapa hati Qiana merasa sedih melihat foto yang dia pegang.
"Ngapain kamu ke sini?"
Prak!
Figura yang Qiana pegang jatuh ke lantai, terkejut dengan kehadiran Danial yang baru dari toilet. Hingga bingkai kaca itupun hancur. Sesaat, Qiana menunduk menatap puing-puing kaca, lantas beralih memandang mata Danial yang menyimpan bara api, membuat Qiana ngeri.
"Maaf" Ucap Qiana dengan bibir gemetar.
"Kenapa kamu lancang? Hah?" Bentak Danial.
Qiana pun mundur. Bukan hanya sekali dua kali, Danial membentak, tetapi mengapa kali ini hati Qiana sakit seperti tertusuk pisau. Air matanya pun mengalir tanpa dapat ia cegah.
Qiana balik badan lalu kembali ke luar, tanpa berkata-kata. Ia bukan belok kanan melawati lift umum. Tetapi memilih belok kiri menuju lift yang hanya di lalui keluarga saja. Tentu saja tidak mau tangisnya menjadi kecurigaan para karyawan. Ia turunkan tas slempang di pundak, memilih menenteng hingga tas tersebut berayun-ayun bersamaan dengan lambaian tanganya.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Erina Munir
guaalak bangeet ... om kudanil...kebiasaan suka ngegentak gitu...jeleek tauu
2024-02-03
0
Dewi Anggya
kasaaaar amat nihh somplaaak
2024-01-31
0
Eka elisa
kn cumn figura aj yg pcah bisa di gnti yg baru kan....? kcuali hti kmu yg di bikin /Brokenheart//Brokenheart//Brokenheart//Brokenheart//Brokenheart/gk bkln bisa di gnti kudanil...👿👿👿
2024-01-06
2