Naik Ranjang.

Naik Ranjang.

Naik Ranjang. Bab 1

"Quinshaaaa..." Tangis pilu seorang gadis 27 tahun yang bernama Qiana, di depan jenazah adik satu-satunya yang bernama Quinsha. Quinsha, tengah pulang lebih dulu meninggalkan dirinya. Tangan Qiana gemetaran saat membaca surat yang ditulis adiknya sebelum meninggal. Kertas yang Qiana pegang jatuh ke lantai, lantaran syok dengan isi surat tersebut. Yakni, permintaan terakhir almarhumah agar menggantikan dirinya menjadi istri Danial, dan menjadi ibu pengganti bayi yang baru dilahirkan Quinsha beberapa jam yang lalu. Dunia seolah runtuh bagi Qiana. Qiana di hadapkan dalam pilihan yang sulit. Jika menikah dengan Danial, berarti harus rela meninggalkan Edwin sang kekasih yang tiga bulan lagi akan menikahinya.

************************************

"Mas, aku tidak kuat lagi" Lirih Quinsha.

"Kamu harus kuat sayang... demi anak kita," Di peluknya erat istrinya yang tak berdaya di ruang ICU. Air mata Danial tak tertahan lagi merembes keluar. Pria itu takut akan kehilangan istri tercinta yang dia nikahi satu tahun yang lalu. Pasalnya sejak anaknya lahir, Quinsha terus merancau.

Pernikahan manis antara Danial dengan Quinsha dikarunia anak laki-laki tampan dan lucu yang di lahirkan tiga jam yang lalu. Tetapi pendarahan hebat membuat Quinsha harus masuk ruang ICU.

"Mas, Kak Qiana kemana?" Tanya Quinsha. Qiana adalah kakak perempuan Quinsha, saat ini tengah mengurus perkebunan milik keluarga Rahardyan sang papa, yang berada di bogor. Quinsha merasa hidupnya takkan lama lagi. Ia memusatkan kesadaran, walaupun terasa dadanya ada yang menghimpit. Masih sempat berpikir mencari ibu untuk anaknya agar ia pergi dengan tenang. Hanya Qiana kakak kandungnya itu yang pantas menggantikan dirinya dari pada orang lain, lantaran masa depan anaknya akan dipertaruhkan.

"Dia di perkebunan sayang..." Jawab Danial menggenggam erat tangan Quinsha, lalu mencium tangan istrinya lembut. Tidak tahu apa yang istrinya rencanakan.

"Mas... tolong panggilkan Kak Qiana, aku ingin berbicara dengannya" Ucapnya sudah tersendat-sendat.

"Tapi aku tidak tahu nomor teleponnya sayang. Nanti aku minta Mama sama Papa. Beliau sedang dalam perjalanan kemari,"

***********

"Jadi begini konsep pernikahan kita nanti sayang..." Ujar Edwin pria itu tengah membahas acara pernikahan yang tinggal tiga bulan lagi akan dilaksanakan.

"Terus... kita akan mengundang berapa orang Mas?" Tanya wanita yang tak lain adalah Qiana. Diusianya yang sudah 27 tahun, sudah tidak ada kata pacaran bagi Qiana. Edwin pria yang baru di kenalnya kurang lebih 6 bulan itu begitu mengajak menikah, Qiana antusias menerima.

"Undang saja semua teman-teman kamu sayang. Kita akan rayakan pernikahan kita semeriah mungkin," Tegas Edwin.

Setelah membicarakan pernikahan mereka, kemudian menikmati makan siang. Karena saat ini tengah berada di restoran. Qiana menyuap nasi kebuli cocok disantap saat musim hujan dan cuaca dingin di puncak.

Kriiing... kriiing... kriiiing.

Handphone Qiana begetar, ia memandang wajah Edwin tanda minta izin mengangkat panggilan. Edwin pun mengangguk, tahu apa maksud calon istrinya itu. Qiana pun beranjak dari duduknya meninggalkan Edwin. Tiba di tempat yang sepi, deringan handphone pun mati. Segera ia melihat siapa yang telepon ternyata dari mama tercinta. Qiana menghubungi kembali nomor mamanya. Mama mengatakan agar Qiana pulang saat ini juga ditunggu disalah satu rumah sakit di Jakarta. Perbincangan selesai, Qiana kembali menemui Edwin.

"Mas, aku di suruh pulang ke Jakarta saat ini juga. Bagaimana ini?" Tanya Qiana bingung. Dengan wajah sedih gadis cantik itu menceritakan bahwa ibunya menyuruh datang ke rumah sakit. Apa lagi sang mama menangis saat berbicara di telepon. Itu artinya ada anggota keluarganya yang sakit.

"Habiskan dulu makanan kamu," Titah Edwin, setelah menenangkan wanita yang dicintainya itu.

Qiana menuruti kata Edwin makan walaupun hanya sedikit karena sudah tidak berselera. Hanya beberapa suap Qiana pun menyudahi makan lalu pamit pulang. Dengan mobilnya, Qiana pulang seorang diri tanpa Edwin. Lantaran, calon suaminya itu sedang ada urusan bisnis dengan klienya yang tidak bisa dia batalkan.

Di dalam mobil pikiran Qiana tidak tenang, membayangkan jika papanya yang sakit. "Ah tidak" Ia membantah batinya sendiri. "Tapi kan kata mama rumah sakit keluaga? Berarti Dek Quinsha melahirkan dong" Qiana melepas stir, sedetik kemudian menepuk kening. Karena terlalu panik tidak berpikir ke arah sana. Pikiran Qiana sedikit tenang kala yang ia tangkap hanya lahiran justru kebahagiaan yang keluarga besarnya terima. Dari bogor ke Jakarta ia tempuh 1,5 jam melaui tol, kendaraan miliknya pun tiba di rumah sakit.

Tiba di parkiran, ia mengulang kembali panggilan, mamanya mengatakan bahwa Quinsha berada di ruang ICU.

"Ruang ICU?" Pikiran Qiana kembali kacau kala mengingat ruang ICU, itu artinya adiknya ada apa-apa. Tiba di ruang tersebut jerit tangis keluarga terdengar memilukan hati. Dengan langkah tergesa-gesa Qiana membelah kerumunan keluarga. Tampak seorang pria yang tak lain Danial menangis tergugu di dada istrinya yang sudah terbujur..

"Quinshaaaa..." Jerit Qiana setelah menyadari apa yang terjadi merangkul tubuh adik kandungnya. Jika Danial bagian dada, Qiana bagian perut. Kakak Ipar dan adik ipar itu menangisi orang yang mereka sayangi.

"Qiana... Danial... relakan Quinsha Nak," Ujar Afrida, ibu kandung Qiana dan Quinsha, berusaha untuk tegar merelakan putri keduanya yang telah mati syahid. Ibu paruh baya itu membangunkan tubuh putri sulungnya. Sementara Rahardyan sang papa membangunkan Danial. Menantunya itu tidak mau melepas tubuh almarhumah istrinya. Padahal jenazah akan segera dibawa pulang ke rumah duka.

Sore hari nya, semua keluarga dari pihak Danial maupun Quinsha masih mengelilingi gundukan tanah peristirahatan terakhir Quinsha.

"Selamat jalan adikku..." Ucap Qiana mengusap gundukan tanah di sela-sela isak tangis.

"Selamat jalan istriku..." Ucap Danial memegang batu nisan yang tertulis nama Quinsha Jasmine.

Malam harinya di rumah duka, semua keluarga di kumpulkan oleh Rahardyan. Kecuali Danial, pria itu masih mengurung diri di dalam kamar. Padahal Azhari papa Danial beserta istri pun berada di tempat itu. Rahardyan hendak mengutarakan pesan terakhir yang di ucapkan putrinya.

"Qiana... sebaiknya kamu membaca surat ini Nak," Halina mama Danial memberikan sepucuk surat titipan Quinsha dua jam sebelum menghembuskan napas terakhir kepada Qiana.

Dengan tangan gemetaran Qiana membuka lipatan kertas yang di tulis dengan tangan tidak rapi. Air mata Qiana mengalir deras, membayangkan ketika adiknya menulis pasti dalam keadaan lemas.

*Assalamualaikum*

*Kak Qiana, maafkan adikmu yang selalu merepotkan Kakak. Selalu membuatmu kesal, dan sudah jahat telah melangkahi Kakak menikah lebih dulu. Saat ini aku akan merepotkan untuk yang terakhir, Kak. Jika umur aku tidak panjang. Tolong menikahlah dengan Mas Danial. Aku percaya, hanya kak Qiana yang mampu merawat keponakan Kakak*

...*Quinsha Jasmine*...

.

.

Terpopuler

Comments

Rena utami

Rena utami

adik yg egois

2024-02-03

1

Dewi Anggya

Dewi Anggya

mampiiiiir 😘👌

2024-01-31

1

LISA

LISA

Aq mampir Kak

2024-01-15

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!