Sampai di dalam kamar tamu, Qiana melempar tas ke lantai, kemudian bokongnya menyusul. Sudah dia pikirkan sebelumnya bahwa akan mengalami nasib seperti ini. Bukannya dia ingin diajak tidur satu ranjang dengan pria yang baru beberapa jam sah menjadi suaminya, tetapi sikap yang ditunjukan Danial itu yang membuat dada Qiana sesak.
Ya. Dirinya memang tidak secantik Quinsha sang adik, tetapi walaupun lambat menikah bukan berarti tidak ada pria yang suka kepadanya. Qiana ingin berkarier dulu mengurus perkebunan milik papanya, dan mengembangkan usahanya sendiri. Itu alasanya terlambat menikah. Lagi pula usianya masih lebih muda tiga tahun dari adik iparnya yang kini menjadi suaminya itu, walaupun di panggil kakak ipar, bukan berarti sudah tua.
Edwin pria yang seharusnya menikahinya itu salah satu pria yang mencintai Qiana. Ingat Edwin, Qiana mengusap dadanya yang terasa sesak. Kini dirinya sudah mengkhianati pria setulus Edwin.
Udara dalam kamar tiba-tiba terasa panas, Qiana mencari benda untuk menyalakan pendingin ruangan. Tetapi setelah mengedarkan pandanganya ke tempat tidur dan tempat lain tidak menemukan remote, ia baru ingat jika di kamar ini tidak ada pendingin seperti di rumahnya.
Tubuhnya basah karena keringat mengalir, terasa sumpek dan gerah seperti suasana hatinya kini. Tanganya meraba leher karena ada benda yang menggelitik. Rupanya bunga melati masih tergantung di leher. Kesadarannya mulai timbul kala menunduk menatap baju kebaya pun masih melekat di tubuh.
"Pantas saja sangat gerah"
Qiana beranjak dari duduknya membuka jendela, seketika semilir angin dari kebun belakang memberi kesejukan.
Segera Qiana melucuti kebaya hingga menyisakan pakaian tipis kemudian mandi, membersihkan make up yang membuat wajahnya terasa kaku.
Selesai mandi, mata Qiana terasa berat, wajar saja selama tiga hari tidak tidur. Ia tidak mau banyak berpikir, biar kehidupannya yang baru mengalir sesuai skenario, Qiana akan ikuti. Yang penting usaha dan berusaha membuat rumah tangganya seiring berjalannya waktu sakinah, mawadah, warahmah.
Aamiin
**********
Tok tok tok.
Ketukan pintu terasa nyaring membangunkan tidur sore Qiana.
"Sebentar.. " Jawabnya tanpa mencuci muka lebih dulu dia segera membuka pintu.
"Mandikan Nazran" Perintah Danial, seperti memerintah anak buahnya di kantor.
Tanpa suara Qiana mengangsunkan tangan hendak ambil Nazran dari gendongan Danial. Namun, tangan berbulu itu namplek tangan Qiana membuatnya terlonjak kaget. Qiana menatap pria itu tidak tahu apa salahnya.
"Cuci wajah kamu yang belekkan itu, baru menggendong Nazran! Ngerti!" Ketusnya mengintimidasi.
"Belek" Qiana segera berlari ke kamar, antara malu dengan kesal menjadi satu. Sebelum ke kamar mandi ia berkaca dulu memastikan ucapan pria somplak itu apa benar ada belek.
Qiana menarik napas lega ternyata ucapan Danial tidak benar, tetapi kesalnya bertambah karena di bohongi. Walaupun memang matanya memerah khas bangun tidur dan rambutnya acak-acakkan tidak nyaman dilihat.
Setelah membasuh wajahnya, Qiana menyisir rambut mengikat seperti konde kemudian keluar. Tetapi di luar tidak ada siap-siapa. Sudah bisa dipastikan jika si somplak membawa Nazran ke kamarnya..
"Oeeekk... Oeeekk..."
Terdengar tangisan Nazran, Qiana segera mendekati kamar utama. Rupanya pintu tidak dikunci. Di dalam box, Nazran hanya seorang diri tak ada Danial menangis kencang dengan kaki di gerak-gerakan.
"Dasar pria somplak! Anaknya ditinggal sendiri" Omelnya.
"Bicara apa kamu barusan?!" Tandas Danial, rupanya pria itu tengah berjongkok membuka laci lemari entah ambil apa, tetapi terhalang tempat tidur. Ia segera beranjak bersamaan dengan suara laci yang ditutup dengan kencang.
Qiana merasa ngeri menatap wajah pria somplak itu seperti binatang buas yang siap menerkam. Qiana berjalan memutar pindah ke sisi kiri box, ketika wajah galak Danial sudah berada di dekatnya.
Masa bodoh bagi Qiana, membiarkan Danial marah, yang terpenting mengangkat Nazran dari box untuk mendiamkan anak itu.
"Jangan kurang ajar kamu! Walaupun saya adik ipar kamu! Tetapi saya lebih tua dari kamu!" Kata Danial dengan suara menggelegar seperti petir, menatap tajam wajah Qiana.
Qiana tidak menjawab menidurkan Nazran di box, kemudian mendorong tubuh kekar Danial dengan kuat menjauh dari Nazran.
"Adik ipar, jika kamu sudah siap menjadi orang tua, belajarlah berbicara pelan! Karena anak Quinsha tidak boleh mempunyai watak somplak seperti bapaknya!" Qiana menunjuk dada Danial sebelum akhirnya meninggalkan suaminya memandikan Nazran.
"Kurang ajar! Berani sekali tuh, perawan tua! Mengatai gw somplak." Gerutu Danial, kali ini berbicara hanya di dengar dirinya sendiri. Ia lantas mencengkeram handle pintu kamar pergi entah kemana.
"Kita mandi yuk... anak ganteng.. seperti..." Qiana menghentikan ucapanya. Ingin mengatakan seperti si somplak, tetapi malas. Bagi Qiana pria yang paling tampan di dunia ini hanya Edwin. "Seperti kakek Azhari," Lanjut Qiana. Anak yang berumur tiga hari itu menatap Qiana lalu berkedip.
"Eemm... gemeess..." Ucap Qiana menģgendong anak yang tidak akan pernah minum asi selamanya itu ke kamar mandi. Lalu perlahan memasukan setengah badan Nazran ke dalam bak mandi yang sudah Qiana siapkan sebelumnya. Rasa takut dan ngeri pasti ada, lantaran baru kali ini Qiana memandikan bayi. Selama tiga hari kemarin mama Afrida yang memandikan Nazran anak yang masih merah itu.
"Seger..." Ujarnya lalu mengangkat tubuh Nazran meletakan di pangkuan yang sudah siap handuk. Dengan cekatan Qiana memakaikan popok dan baju.
Setelah mandi dan minum susu, rupanya Nazran tidur. Qiana pun ke dapur hendak menyiapkan makan malam. Yang pertama kali Qiana lihat adalah; isi kulkas mengeluarkan sayur dan lauk yang sudah beku di dalam freezer. Air matanya pun menetes, seketika ingat adiknya.
Tidak jarang Qiana memasak berdua di dapur ini bersama Quinsha, sambil menunggu somplak pulang dari kantor. Qiana tidak menyangka ternyata takdir berkata lain. Kini dirinya yang harus menggantikan posisinya.
"Selamat jalan adikku... biar aku tidak bisa menggantikan posisi kamu berada di hati somplak. Tetapi Nazran akan selalu dihatiku" Batin Qiana lalu beranjak.
Sambil menunggu daging membatu mencair Qiana mencuci piring yang berjamur entah berapa hari tidak dicuci.
**********
Waktu berganti malam, masakan sudah matang. Satu jam, dua jam, Qiana menunggu suaminya pulang, tetapi tidak ada batang hidungnya, hingga masakan pun dingin. Qiana menarik napas berat. Ia memang harus mempunyai stok sabar untuk menjalani peran yang baru akan dimulai.
Capek menunggu di meja makan, Qiana pun ke kamar. Ia tentu tidak bisa tidur di kamarnya karena harus menjaga Nazran. Lelah luar biasa yang Qiana rasakan saat baru pertama kali status nya berubah menjadi seorang istri. Wajar saja, jika di rumah tidak pernah melakukan pekerjaan rumah tangga karena biasanya bibi yang mengerjakan. Namun, Qiana tidak mengeluh karena semua pekerjaan yang ia kerjakan adalah ibadah.
Setelah mengecek Nazran, Qiana pun menggelar karpet di samping box lalu tidur di sana melewatkan makan malam.
Di luar, Danial baru saja tiba. Padahal, saat ini sudah dini hari, setelah mengunci pintu ia berjalan menuju kamar.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Rima baharudin
ya ampun...... dasar cowok ga tau diri....😈😈😈 udah di bantu ngurus anak malah ngatain perawan tua😈😈😈😈awas aja kalo sampe bucin
2024-06-02
2
Rena utami
rasanya pengen tak gaplok si somplak...sok ganteng lue😪
2024-02-03
0
Erina Munir
somplaak...baru pulang...abis ngapaiin plak pulang matahari mau terbit...🤣🤣
2024-02-02
1