NaikRanjang. Bab 2

Qiana terkejut bukan main dengan isi surat yang ditulis adiknya. Kertas berwarna putih itu lepas dari tangan dengan sendirinya. Sudah syok lantaran kehilangan adik satu-satunya kini di tambah lagi syok dengan permintaan almarhumah Quinsha.

"Qiana, batalkan pernikahan kamu dengan Edwin Nak. Demi keponakan kamu" Rahardyan sang papa membuka percakapan setelah sesaat di ruang keluarga itu hening.

"Biar aku pikirkan dulu, Pa. Maaf, aku ingin sendiri dulu." Pungkas Qiana. Gadis itu terpaksa melenggang pergi, walaupun dia tahu bahwa ini tidak sopan meninggalkan dua keluarga yang sedang membicarakan pernikahannya. Toh, pria yang bersangkutan pun tidak ada di tempat ini juga. Qiana menuju kamar, saat hendak masuk, ia berpapasan dengan adik iparnya yang akan dijodohkan denganya itu. Kamar Qiana dan Quinsha memang bersebelahan.

Qiana melirik sekilas wajah dingin yang tak peduli dengan kehadirannya itu melewatinya begitu saja. Qiana juga masa bodoh dengan adik ipar yang jaim dan sok itu.

"Aaaagggg...." Teriak Qiana, setelah mengunci pintu. Ia jatuhkan tubuhnya di kasur dalam posisi terlentang. Pikiranya melanglang buana. Berpisah dengan Edwin? Pria baik dan sayang kepadanya. Terlebih, mereka sudah merencanakan pernikahan secara matang.

Lalu pria angkuh itu yang akan menjadi suaminya? Oh tidak! Batinya menolak keras pernikahan itu. Danial selama setahun menjadi adik iparnya. Qiana hanya disapa beberapa kali, itupun hanya menanyakan jika tidak ada Quinsha 'kemana adikmu pergi?

"Hiks hiks hiks. Kenapa kamu harus memberi aku pilihan yang sulit adikku? Kenapa... hiks hiks hiks. Jika kamu ingin aku merawat anakmu, akan aku rawat dengan senang hati. Tetapi kenapa harus mengganti posisi kamu berada di sebelah suami kamu adikku..." Rancau Qiana, ia menangis memeluk lutut.

Tok tok tok

"Masuk" Jawab Qiana serak, segera mengusap air matanya menatap pintu siapa yang datang ternyata mamanya.

"Qiana... maafkan mama sayang..." Afrida memeluk tubuh putrinya merasa bersalah. Afrida sadar, anak pertamanya ini selalu mengalah. Dulu, rela adiknya menikah lebih dulu lantaran keluarga Danial tidak ingin anaknya berpacaran lama-lama. Lalu sekarang, Qiana harus mengalah lagi. Dipaksa meninggalkan pria yang dicintai, dipaksa menjadi pengganti adiknya.

"Ma, tolong aku Ma..." Ucap Qiana memelas. Jika ada jalan lain ia tidak ingin menikah dengan Danial, dan tidak ingin membatalkan pernikahannya dengan Edwin.

"Sayang... kamu sayang dengan adik kamu?" Tanya Afrida.

"Tentu sayang sekali Ma"

"Nah, mama minta tolong berkorbanlah demi Quinsha sayang. Agar dia tenang disana. Mama tahu kamu anak baik. Quinsha menyerahkan suami dan putranya untuk kamu bukan tanpa alasan sayang. Coba kamu pikir, jika Danial menikah dengan wanita lain dan wanita itu hanya ingin hartanya saja, kasihan kan, keponakan kamu yang menjadi korban," Afrida memberi gambaran yang pahit dulu. "Sekarang... kamu istirahat, dan pikirkan matang ya. Nak," Pungkas Frida lalu meninggalkan putrinya setelah memberi ciuman manis.

Qiana mengangguk lalu menyentak tubuhnya ke kasur. Selang waktu lima menit handphone nya bergetar. Ia ambil handphone yang tergeletak di ranjang sebelahnya. Nama pria yang dia cintai, siapa lagi jika bukan Edwin itu yang muncul. Qiana tidak berani mengangkat telepon itu justru meletakan di dada. Air matanya berderai entah apa yang akan dikatakan kepada Edwin tentang masalah ini. Betapa kecewanya Edwin, jika tahu dia akan menikah dengan pria lain.

Kriiing... kriiing... kriiing...

Panggilan yang sempat dimatikan oleh si penelpon pun berdering kembali. Kali ini Qiana menggeser tombol hijau menempelkan ke telinga.

"Sayang... kenapa kamu tidak menjawab panggilan aku?" Tanya Edwin di seberang sana.

"Aku ketiduran Mas," Jawab Qiana mendengar suara pria itu pun lagi-lagi air matanya terjun kembali membasahi handphone.

"Oh... pantas. Suara kamu serak. Oh iya. Ada apa kamu disuruh pulang ke Jakarta Qi?"

"Emm, tidak ada apa-apa, Mas. Adik aku melahirkan," Jawab Qiana lalu menggigit bibirnya belum berani bercerita kepada Edwin untuk saat ini.

"Alhamdulillah..." Terdengar suara Edwin turut bahagia.

"Alhamdulillah.. " Lanjut Qiana, ingat usia Edwin saat ini sudah 30 tahun, tentu saja sudah siap mempunyai generasi penerusnya.

"Terus kapan kita mau pesan baju pengantin sayang?" Tanya Edwin.

Qiana meletakan handphone menutup mulutnya agar suara tangisnya tak terdengar oleh Edwin. Mendengar pertanyaan Edwin, dada Qiana bagai tersayat sembilu.

"Hallo... Hallo..."

Qiana tak mampu lagi untuk berkata-kata membiarkan handphone nya mati. Hingga beberapa menit setelah agak tenang, Qiana pun mengirimkan pesan. Mereka ngobrol lewat pesan dan ditutup emote love masing-masing.

*********

Malam harinya, Qiana sulit sekali memejamkan mata. Ia lantas turun dari lantai dua hendak ambil minum. Ia ambil air dingin dari kulkas kemudian duduk di meja makan.

"Oeeekk... oeeekk..." Suara tangisan berasal dari kamar atas. Qiana lalu mendongak melihat dari bawah. Pintu kamar pria dingin itu terbuka. Padahal Qiana baru saja turun tidak memperhatikan pintu maupun tangisan bayi.

"Oeeeekk... Oeeeekk..."

Tangisan pun semakin kencang hingga beberapa saat belum juga diam. Hati Qiana tergerak untuk melihat keponakannya yang belum dia temui saat kehadirannya tadi pagi.

"Cup... cup sayang..." Ucap mama Afrida, yang tengah menggoyang-goyang cucunya dalam gendongan. Sementara Danial kebingungan sendiri apa yang harus dia lakukan. Padahal sudah membuat susu untuk Nazran Azhari Naqan yang dipanggil Nazran itu, tetapi anaknya tak mau diam.

Qiana masuk ke kamar almarhumah adiknya, lalu mendekati bayi montok dalam gendongan mamanya. Mata Qiana melirik pria angkuh itu masih dalam mode dingin.

"Ma, coba. Aku yang menggendong," Pinta Qiana.

"Oeeekk... Oeeekk..." Nazran kembali berteriak. Mama pun menyerahkan cucunya kepada Qiana.

Qiana menggendong keponakannya menepuk-nepuk pelan bokong bayi laki-laki itu, hanya dengan hitungan menit, kemudian tertidur. Mama Afrida tersenyum melihat putrinya menggendong cucunya.

"Kamu memang luar biasa sayang." Puji Afrida. Sementara pria yang awalnya kebingungan tadi melempar pandangan ke arah lain pura-pura tidak mendengar.

Qiana lantas menidurkan Nazran di box bayi. Matanya mengembun, kala memperhatikan wajah bayi itu tidak meninggalkan almarhumah Quinsha, plek ketiplek sama. Jika baru melihat sekali wajah Azran seperti anak perempuan.

"Aku keluar Ma," Pamit Qiana, diikuti Afrida.

"Kan, apa Mama bilang. Azran itu membutuhkan kamu. Sekarang jangan menolak lagi ya Nak, demi keponakan kamu," Mama Afrida memegang pundak putrinya dengan raut wajah memohon. Mama dan anak itu berhenti di depan pintu kamar Qiana.

Qiana menarik napas berat lalu menganggukkan kepala dengan berat pula. Mama tersenyum mencium dahi putrinya itu sebelum akhirnya menuruni anak tangga.

Qiana berdiri bersandar tembok memejamkan mata. Entah benar atau tidak keputusan yang ia ambil kini. Nyatanya ada anak yang masih merah membutuhkan dirinya. Ia tidak peduli dengan dirinya sendiri, yang penting anak adiknya, papa, mama semua bahagia.

"Maafkan aku Mas Edwin, aku terpaksa mengambil jalan ini. Mungkin kita memang bukan berjodoh. Aku doakan kamu mendapat wanita baik. Karena kamu pria baik yang pernah aku temui," Monolog Qiana sambil melangkah ke kamar.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Ketawang

Ketawang

keluarga yg egois,masak Qiana hrus d sruh berkorban.. sma skli gaj mmikirkan kbhagiaan Qiana😏🥺

2024-06-12

2

Rima baharudin

Rima baharudin

jadi ibu jangan egois😥

2024-06-02

2

Rena utami

Rena utami

sungguh qiansa adik yg egois..smpe meninggal bikin rusuh..kasihan qiana

2024-02-03

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!