Naik Ranjang. Bab 16

Di restoran, dua orang pria tengah berbicara serius tentang masalah di hotel.

"Tidak ada cara lain, Ka, kamu harus ke hotel sekarang juga. Minta petugas, mengecek CCTV" Perintah Danial.

"Kita, lah. Masa gue doang, memang gue jongos loe," Tolak Raka, tetapi sebenarnya hanya di bibir saja. Sejujurnya, ia pun ingin segera tahu tentang peristiwa malam pesta kemarin malam.

"Gua sekarang ada urusan, Ka. Tolonglah" Pungkas Danial, ia lupa jika ada janji siang ini. "Jika mereka tidak mau mengecek. Ya, kamu cari cara, bagaimana membujuk petugas." Lanjutnya.

"Memang mau kemana loe?" Tanya Raka, ketika Danial mengenakan jaket yang dia letakkan di pangkuan.

"Kan sudah gue bilang, ada urusan Ka, masa harus lapor loe sih" Jawabnya, kemudian berlalu.

"Ciee... cieee... parah banget loe, sudah cinta mati sama kakak ipar," Ledeknya. Langsung kena tatapan tajam dari Danial. Di restoran tadi, rupanya Danial sudah menceritakan jika dia naik ranjang. Danial kesal, karena temanya selalu meledek. Hingga tiba di parkiran, mereka pun berpisah.

****************

"Danial... Istri kamu tidak diajak?" Sambut mama Danial. Rupanya pria itu berkunjung ke rumah orang tuanya.

"Dari kantor Ma, Papa kemana?" Tanya Danial.

"Di ruang kerja. Kamu ini bagaimana sih, sudah hampir tiga bulan loh, kalian menikah, tapi belum mengajak istri kamu kesini," Omel mama Halina.

"Iya, Ma. Besok" Jawabnya pendek. Sang mama hanya menarik napas panjang. Memandangi putranya yang baru saja duduk, berdiri lagi lalu ke ruang kerja Azhari.

"Ada apa Pa?" Danial langsung pada intinya. Saat menarik kursi lalu duduk di sebelah sang papa. Sebab, tadi pagi Azhari menghubungi agar datang ke rumahnya.

"Sopan sekali! Kamu?!" Ketus sang papa, mendorong pelipis Danial hingga miring. Azhari kesal, anaknya itu kebiasaan, sejak kecil jika tiba darimana pun tidak mengucap salam.

"Salah lagi kan" Danial geleng-geleng kepala.

"Ini... Papa belikan tiket hadiah pernikahan kalian" Azhari memberikan dua lembar tiket honeymoon ke negara A.

"Honeymoon?" Danial terkejut, menatap tiket yang dia pegang.

"Iya, kenapa kamu kaget begitu?" Mama tiba-tiba sudah berada di belakang Danial, meletakan nampan yang berisi dua cangkir kopi. "Kamu ini jadi pria jangan kaku begitu, Danial. Kalau kamu tidak ada waktu berdua dengan istri kamu, lalu kapan Qiana bisa melupakan Edwin. Kamu juga, jangan terus menoleh ke belakang. Masa depan kamu saat ini Qiana. Biarkan Quinsha tenang disana. Jika kamu menjadi pria baik, sayang dengan Qiana, insyaAllah... kalian akan berkumpul dengan kedua istri kamu di akhirat nanti," Nasehat mama panjang lebar, wanita paruh baya itu tahu, jika anaknya sampai saat ini belum bisa mencintai Qiana.

"Aamiin..." Jawab Azhari.

Danial tidak menolak maupun mengiyakan, hanya diam masih memandangi tiket yang dia letakkan di atas meja.

"Danial... pergilah. Jangan pikirkan anak kamu. Selama kamu pergi, biar Nazran sama Mama"

"Ya" hanya itu jawaban Danial. Setelah berbincang-bincang sambil ngopi, Danial pun akhirnya pulang.

Jika Danial datang ke rumah orang tuanya, Qiana sebaliknya. Mama dan papanya justru berkunjung ke rumah. Mereka rupanya memastikan bahwa Qiana baik-baik saja. Sudah sejak jam 10 pagi Afrida bermain dengan cucunya. Setelah Nazran tidur kemudian pamit pulang.

"Nggak nunggu Abang pulang Ma, Pa?" Tanya Qiana saat mengantar ke halaman rumah.

"Lain kali, kemarin kan baru ketemu suami kamu," Rahardyan yang menjawab.

Setelah kepergian orang tuanya, Qiana membuka lap top di kamar sambil menemani Nazran tidur. Untuk memajukan bisnis "Teh Qiana" begitu merk yang tercantum dalam produk teh miliknya. Qiana kini merekrut mitra agar bergabung dengan perusahaan. Dan hasilnya mencengangkan. Ribuan autlet disebar di seluruh Indonesia. Selain meraup ke untungan yang besar, Qiana senang, karena bisa mempekerjakan banyak pengangguran saat ini.

Bruk!

Mendengar suara dari arah sofa, Qiana menoleh. "Astagfirullah... ngagetin" Qiana mengusap dada. Ternyata Danial orangnya yang melempar jaket.

"Sudah dibilangin berapa kali, kalau masuk itu mengucap salam Bang... ampuuun..." Qiana geleng-geleng kepala. Kelakuan suaminya itu seperti anak kecil saja.

"Cek! Kamu ini seperti nenek-nenek saja. Lagian kamu ngapain? Serius banget, sampai suami datang nggak sadar. Memang nggak dengar pintu dibuka,"

Danial membalikan kata-kata, sambil berjalan ke arah Qiana. Tanganya memegangi pundak Qiana. Diam-diam menghirup rambut istrinya, karena wangi sampai merem-merem. Semenit kemudian, membuka mata. Dia menyipit memperhatikan lap top yang masih menyala dengan deretan angka-angka.

"Lihat ini Bang, hasil penjualan. 'Teh Qiana' Sudah laku terjual 100 juta cup perhari," Qiana tersenyum.

Danial diam menyembunyikan rasa keterkejutanya. Ia pikir hasil usaha istrinya tidak sebanyak itu. Belum lagi 'Teh Qiana' kemasan botol dan kotak pun sudah laris manis terjual di setiap mall, minimarket, dan toko-toko. Danial melepas tanganya lalu duduk di sofa.

Qiana cemberut, lantaran suaminya tidak mengucapkan selamat atas keberhasilannya. "Abang masih nggak senang? Saya punya usaha?" Cecarnya meninggalkan lap top, lalu menyusul suaminya duduk di sofa.

"Terserah kamu saja,"

"Kan! Kan! Jawabnya gak enak di dengar," Omel Qiana.

"Lah, kok kamu ngomel-ngomel sih? Terus saya harus bicara apa sama kamu?"

"Nggak tahulah, nggak usah dibahas" Pungkas Qiana lalu membicarakan malah lain. Jika mama dan papanya belum lama pulang.

"Saya tadi juga ke rumah Mama" Danial juga menceritakan bahwa dirinya ke rumah orang tuanya.

"Terus... bagaimana kabar Mama Halina?" Tanya Qiana, merasa bersalah. Setelah menikah belum pernah bertemu mama dan papa mertuanya. Lantaran kesibukan.

"Baik, besok kita kesana" Danial pun merogoh dompet lalu ambil tiket honeymoon yang diberikan papanya, memberikan pada Qiana.

"Apa ini Bang?" Qiana menarik kertas dari tangan Danial.

"Baca saja,"

Qiana pun membaca tiket ke negara A, senyum tipis muncul di bibir. Ia tengah membayangkan ke Hawai, ke New York, San Francisco. Semua itu hanya dia baca di buku dengan keindahan pantai. Ternyata minggu depan akan segera berkunjung ke sana.

Qiana menoleh suamianya yang sedang mengetik sesuatu di handphone. Tentu senang, tidak menyangka jika suaminya seromantis ini, mengajaknya jalan-jalan dan tidak tanggung-tanggung ke negara yang diimpikan banyak orang, termasuk dirinya. Bukan dia tidak mampu berangkat sendiri, tetapi perhatian Danial ini ada nilai tambah.

"Terimakasih ya Bang" Qiana tersenyum menatap suaminya yang tengah asik dengan handphone.

"Terimakasih untuk apa?" Danial tidak mengerti.

"Terimakasih, Abang sudah mengajak saya jalan-jalan," Jujur Qiana.

"Terimakasih sama Papa, Mama, beliu kok yang memberikan tiket itu," Jawab Danial cuek.

Qiana meletakkan tiket ke atas meja dengan raut wajah kecewa. Ia sudah merasa diangkat Danial tinggi-tinggi, tetapi lantas merasa dihempaskan. Ternyata bukan Danial yang mempunyai inisiatif, melainkan mertuanya.

Qiana pun beranjak, dengan langkah tak semangat menarik handle pintu.

"Mau kemana Qin?"

Qiana hanya melirik sekilas, lalu menutup pintu.

"Kenapa lagi itu anak?" Gumam Danial, lalu ambil tiket di atas meja melipat seperti semula.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Erina Munir

Erina Munir

susah mang klo pasangan yg blom konec...masalah s uprit jd gede...apa lgi yg gede...yaa tsmbah gedee

2024-02-03

0

Dewi Anggya

Dewi Anggya

Emg kyk mna dulu rumah tangga si somplak sm quinsha duluuuuu

2024-01-31

0

Nur Hidayah

Nur Hidayah

Danial Danial, yg peka dong ama istri😁

2024-01-05

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!