Cecil
"Cil, acara kamu kemarin keren banget loh. Kapan kamu adakan acara kayak semalam lagi?" tanya Lucy saat aku baru tiba di sekolah. Semalam Lucy datang tak lama setelah Lisa namun karena aku terlalu fokus pada Lisa jadi aku mengacuhkan keberadaannya.
Aku menaruh tasku di dalam laci yang sudah kupastikan tak ada isinya di dalamnya. Aku trauma berat dengan laciku sendiri. Berjaga-jaga itu perlu bukan?
"Hmm ... kapan ya? Nanti aku minta sama Papa deh supaya mengadakan acara ulang tahunku yang lebih meriah lagi dari yang semalam," jawabku.
"Cakep tuh. Cil, memangnya Papa kamu kerjanya apa sih? Kok banyak banget uangnya? Di kelas ini yang paling kaya tuh Papanya Lisa. Selain pemilik yayasan sekolah juga pengusaha sukses. Kalau Papa kamu gimana?" tanya Lucy.
Aku yakin, Lisa yang menyuruh Lucy mengorek keterangan tentang latar belakang diriku. It's oke. Kalian jual, aku beli.
"Papaku cuma pengusaha biasa aja kok. Pasti masih lebih kaya Papanya Lisa dong. Kebetulan aku anak Papa satu-satunya, jadi Papa begitu memanjakanku," jawabku agak merendah.
"Kamu beruntung sekali, Cil. Boleh tahu perusahaan Papa kamu namanya apa?" Lucy masih belum menyerah. Ia masih mengorek keterangan tentang diriku.
"Papaku cuma bisnis alat-alat kesehatan saja. Bukan perusahaan besar." Tak tahu saja Lucy kalau perusahaan Papaku kini masuk 100 perusahaan terbesar di negara ini.
Lucy tak lagi bertanya padaku. Bu Guru sudah datang dan memulai pelajaran. "Selamat pagi, anak-anak!"
Aku melirik ke kursi sebelahku. Tempat duduk Anita masih kosong dan Lisa juga belum ada di tempat. Pasti Lisa sedang melakukan sesuatu pada Anita. Aku harus menolongnya.
"Permisi, Bu! Saya ijin mau ke toilet!" Aku mengangkat tanganku dan pergi ke toilet setelah mendapat ijin.
Kucari keberadaan Anita namun belum kutemukan. Tas Anita ada di lacinya namun Anita entah berada dimana. Aku berjalan melewati taman dan langsung bersembunyi di belakang tembok saat melihat Lisa sedang menyuruh Anita mencabut rumput.
"Kamu gantikan tugas yang diberikan Bu Guru untukku. Jangan bilang siapa-siapa atau aku akan membuatmu tak bisa bersekolah lagi di sekolah ini!" ancam Lisa.
Deg ...
Lagi-lagi Anita menggantikan tempatku. Aku ingat waktu itu aku sedang kebelet pipis. Sebelum kelas dimulai, aku menaruh tasku di laci dan pergi ke toilet.
Setelah menuntaskan hajatku, aku keluar dari toilet dan melihat Lisa tengah disuruh mencabuti rumput. Lisa melihatku dan menyuruhku menggantikan tugasnya.
Bodoh, kenapa aku melupakan hari ini? Apa mungkin karena terlalu banyak hari sial dalam hidupku sehingga aku lupa penyiksaan apa saja yang kualami? Sial! Kalau saja aku ingat kejadian hari ini, aku pasti sudah menyuruh Anita untuk pergi ke toilet yang lain agar tidak bertemu dengan Lisa. Sekarang aku harus melakukan sesuatu agar bisa menolong Anita.
Aku harus melakukan apa?
Pikir, Cil. Pikir!
Lisa sedang asyik duduk di bangku taman seraya memainkan ponsel miliknya. Hanya Lisa yang tak pernah kena razia ponsel. Semua karena kuasa Papanya, tak ada guru yang berani menyita ponsel Lisa.
Aku berjalan mengendap-endap ke lantai atas. Kubawa ember dari toilet atas lalu tanpa ragu kusiramkan air di dalam ember tersebut ke bawah.
Byuuurrr!
"Wwhhaaaaa ... Sialan! Siapa yang sudah menyiramku!" teriak Lisa.
Yess! Berhasil!
Cepat-cepat aku berlari turun dan masuk ke toilet lantai bawah. Aku pura-pura baru keluar dari toilet saat mendengar suara Lisa yang sedang memaki-maki orang yang menyiramnya. Aku menekan flush agar Lisa yakin aku benar-benar habis buang air.
"Dasar tidak punya otak! Kalau aku tahu siapa yang menyiramku, akan aku patahkan tangannya!" ancam Lisa.
Aku membuka pintu toilet dan pura-pura terkejut. "Loh, Lisa? Kamu kenapa?" tanyaku penuh perhatian. "Kamu basah kuyup. Kehujanan?"
"Kehujanan kepalamu! Tak lihat kalau hari cerah?" omel Lisa padaku.
"Sorry, aku tak tahu. Kamu basah banget. Bawa baju ganti tidak?" Meski kesal karena dimaki olehnya, aku tetap sabar. Aku menyeluarkan sapu tanganku dari dalam saku dan membantu mengeringkan air di kening dan rambutnya.
"Tidak bawa. Kamu tidak lihat siapa yang menyiramku?" tanya Lisa. Emosinya sudah mereda melihat perhatianku.
Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak lihat. Aku habis dari toilet. Sakit perut. Memangnya ada yang menyirammu? Berani sekali dia!"
"Lihat saja, kalau sampai aku bertemu dengan orang yang menyiramku, aku akan mematahkan tangannya!" omel Lisa.
Rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak melihat keadaan Lisa saat ini. Rambutnya basah kuyup, seragamnya pun demikian. Bahkan seragamnya terlihat transparan sampai bra yang dikenakannya terlihat jelas.
"Ya ampun. Kamu kasihan sekali. Aku tidak bawa seragam lebih tapi aku bawa cardigan. Kamu mau pakai?" tawarku sambil berpura-pura menatapnya dengan tatapan iba.
"Boleh deh. Aku pinjam cardiganmu. Nanti aku belikan yang baru sebagai gantinya."
"Oh, tak perlu. Pakai saja. Tunggu sebentar, aku ambilkan dulu ya!" Aku pergi ke kelas dan kembali dengan cardigan di tanganku. "Pakailah."
"Terima kasih, Cil. Maaf tadi aku sudah memarahimu, padahal kamu sudah baik sekali padaku. Kamu memang teman yang baik," puji Lisa. Lisa sedang mengeringkan baju seragamnya di bawah pengering tangan. Ia mengambil cardiganku dan memakainya.
"Ah kamu terlalu memujiku. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya seorang teman lakukan. Ayo, kita kembali lagi ke kelas."
Aku dan Lisa kembali ke dalam kelas. Lisa langsung mendapat perhatian dari seluruh anak-anak di kelas dan Bu Guru. Mereka menanyakan kenapa Lisa sampai basah kuyup seperti ini.
Tentu saja Lisa tak mau menjawab. Mana mau ia menceritakan kalau dirinya dihukum mencabut rumput lalu menyuruh Anita menggantikan tugasnya? Wajahnya terlihat kesal karena harus memendam semuanya. Aku puas sekali dengan keberhasilanku kali ini.
Aku melirik Anita yang menatapku dengan tatapan penuh terima kasih. Anita jelas tahu, pelaku yang menyiram air di tubuh Lisa adalah aku.
Setelah meminjamkannya cardigan, sikap Lisa padaku semakin ramah. "Cil, makan siang bareng yuk!" ajak Lisa.
Wow, ada angin apa nih? Lisa mengajakku makan siang bareng. Amazing!
"Makan siang? Pacar kamu, Leon, bagaimana?" tanyaku balik.
"Tak masalah. Leon punya tugas penting siang ini. Ayo, kita makan bareng dengan teman-temanku yang lain. Mereka pasti senang melihat kamu ikut serta makan bersama kami," ajak Lisa.
Aku tak mungkin menolak tawaran Lisa. Ini kesempatan langka, tak akan aku sia-siakan. Aku pun mengiyakan tawaran Lisa dan ikut makan siang bersama teman-temannya di kantin seraya dalam hati terus bertanya-tanya, apa tugas penting yang Leon lakukan?
Sebelum keluar kelas, aku melirik meja Anita. Anak itu sudah mengeluarkan kotak bekalnya dan siap makan siang. Apa tugas penting Leon berhubungan dengan Anita?
Aku membawa nampan berisi makan siang lalu duduk bersama geng penguasa sekolah. Teman Lisa yang lain nampak ramah padaku namun tidak dengan Lucy. Ia menatapku dengan tatapan tak suka yang tidak susah payah disembunyikannya. Di depan teman-teman gengnya, Lisa pun menceritakan kejadian pagi ini dan bagaimana aku menolongnya.
"Cecil menolongmu? Kok waktunya bisa pas ya?" tanya Lucy.
"Waktunya pas bagaimana maksud kamu?" tanya Lisa.
Lucy menatapku dengan tatapan curiga. "Bukankah ... Cecil pergi ke toilet sangat lama pagi ini? Kamu benar ke toilet atau jangan-jangan ... kamu yang menyiram air ke tubuh Lisa?"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
ㅤㅤㅤ ㅤ🍃⃝⃟𝟰ˢ𝐀⃝🥀✰͜͡v᭄ʰᶦᵃᵗ
km harus tetep waspada cil
2024-11-05
0
BirVie💖🇵🇸
waaahhhhhh jangan sampai kau d curigai sama Lisa 🤭
makasih kak Mizzly up nya 🙏🏻❤️
2024-02-13
1
𝐙⃝🦜 Nurma
lucyy sepertinyaa nggk sukaa vevil dekat dengan lisaa
2024-01-21
0