Cecil
Keesokan harinya, aku terkejut melihat Egi berada di depan gerbang sekolahku. Semula ia terlihat seperti sedang mengejar-ngejar Lisa tapi aku tahu tujuannya datang ke sekolahku, pasti bukan untuk menemui Lisa melainkan untuk menemuiku. Aku sengaja pulang terakhir karena aku tahu Egi pasti akan menungguku pulang. Benar dugaanku tujuan kedatangan Egi ke sekolah adalah untuk menungguku. Ia tersenyum melihatku berjalan melewati gerbang sekolah.
"Ada apa?" tanyaku dengan ketus.
"Hi!" sapa Egi tak memperdulikan sikap ketusku. "Kemarin aku melihatmu jalan dengan Leon di Mall. Kamu tahu hal itu berbahaya bukan, kenapa kamu senang sekali mendekati bahaya sih?" tanya Egi dengan nada khawatir.
Tunggu, kenapa dia jadi sok perhatian padaku ya? Memangnya aku sudah bilang kalau aku akan mempercayainya 100%?
"Aku mau jalan dengan Leon atau dengan siapapun itu bukan urusanmu," jawabku dengan dingin.
"Aku tahu itu bukan urusanku tapi kamu tahu bukan kalau waktu kecelakaan mobil Leon semakin dekat. Kalau takdirmu sampai tertukar dengan takdir Lisa, berarti kamu yang akan berada di posisi Lisa hari itu." Ucapan Egi membuatku terdiam.
Aku memikirkan baik-baik ucapannya dan ternyata memang masuk akal. Banyak takdirku yang sudah tertukar, salah satunya adalah Anita yang kini menanggung penderitaanku. Ada beberapa hal lain yang berubah dalam hidupku termasuk kesehatanku dan tubuhku yang jauh lebih kuat. Egi benar, jangan sampai aku kini berada di posisi Lisa, ketika kecelakaan itu terjadi bisa saja Leon sedang bersamaku, bukan dengan Lisa. Benar yang Egi katakan. Aku harus berhati-hati mulai sekarang.
"Iya. Aku tahu, terima kasih sudah memperingatkanku," kataku masih dengan nada yang dingin. Entah mengapa aku tak bisa berkata baik pada Egi, mungkin karena trauma dalam diriku belum hilang, entahlah. Mau menerima Egi sebagai rekan satu kubu saja sudah membuatku meningkatkan kewaspadaan sampai 100 %.
"Kamu sudah mencari tahu tentang tanda di tanganmu? Benar bukan apa yang kukatakan?" tanya Egi.
Aku jadi teringat dengan apa yang dikatakan oleh Pak Sandi. Benarkah Egi tak tahu kalau dirinya memang sudah meninggal?
Aku menatap Egi dengan tatapan serius. "Kamu tak sepenuhnya benar. Tanda ini memiliki dua arti, pertama sebagai tanda kalau kita sudah bereinkarnasi seperti yang kamu katakan. Namun ada arti lain, yakni sebagai pembeda dengan orang yang bereinkarnasi lain, karena di masa depan atau lebih tepatnya beberapa bulan lagi ... kita sudah mati."
Egi tertawa mendengar ucapanku. "Apa? Aku udah mati? Kata siapa? Aku masih hidup di masa depan. Siapa sih yang bilang? Sok tahu banget!"
Aku tersenyum tipis melihat Egi yang tak mempercayai ucapanku. "Jadi kamu tidak percaya dengan ucapanku? Terserah kalau kamu tidak percaya. Asal kamu tahu, kita bukan orang pertama yang melakukan penjelajahan waktu. Kita adalah orang kesekian yang melakukan reinkarnasi. Bedanya adalah kita tak bisa melihat laki-laki bernama Black yang sudah membuat kita kembali ke masa lalu seperti sekarang."
"Kamu lagi ngarang cerita ya? Udah deh, enggak lucu dan tak masuk akal!" Egi masih tak percaya dengan ucapanku.
Aku kembali tersenyum kecil dan gantian kini aku yang meledeknya. "Kamu pikir kita kembali ke masa lalu itu juga masuk akal? Itu juga tidak masuk akal, Boy! Kita saat ini seperti sedang bermimpi dan di masa depan kita sama-sama sudah mati. Itu adalah tanda yang diberikan karena kita di masa depan sudah tiada. Ikutlah denganku, aku tahu tempat dimana semua rasa penasaranmu bisa terjawab!"
Dengan patuh Egi mengikutiku ke Triple S Caffee. Aku dan Egi menunggu sampai Pak Sandi datang. Keadaan cukup canggung antara kami berdua. Aku tak mau menatap Egi dan memilih membuang pandanganku ke arah lain. Setiap kali menatap wajahnya, aku selalu teringat kejadian di gudang itu dan tubuhku akan mengingat kenangan buruk itu terus.
Aku benar-benar membenci laki-laki yang ada di depanku namun ia ternyata juga adalah laki-laki yang dijebak. Aku bingung harus berbuat apa. Aku tak mungkin memaafkan kesalahannya begitu saja karena sudah menyebabkan luka batin yang sulit untuk dihilangkan.
"Dua hari lagi kecelakaan itu akan terjadi, ingatlah, dua hari lagi, jangan pergi dengan Leon atau takdirmu bisa saja berubah," kata Egi memecah kesunyian di antara kami
"Iya, bawel banget sih. Aku tak akan pergi dengan Leon. Tenanglah!" balasku lagi-lagi dengan ketus.
"Kamu ... jadi ikut membuntuti mereka dan melihat kejadian itu secara langsung? Kamu siap tidak melihat nyawa orang hilang di depan matamu?" Egi menatapku dengan lekat, lagi-lagi aku membuang pandanganku. Aku tak mau Egi tahu kalau aku tak siap.
Sejujurnya aku takut melihat orang meregang nyawa di depan mataku namun kalau aku tidak datang, bagaimana caraku meyakinkan diriku kalau Egi tidak bersalah? Bagaimana cara kami mendapatkan bukti atas kejahatan mereka? Kami harus membalikkan nasib buruk kami pada kedua orang jahat itu. Hanya ini satu-satunya cara.
"Aku tak akan memaksamu. Aku tetap akan datang dan menjadi saksi kecelakaan itu. Asal kamu tahu, kecelakaan itu tidak bisa dihentikan. Jadi, jangan coba-coba untuk melawan takdir!" ancam Egi padaku.
Suara tawa terdengar dari belakang Egi. Aku berbalik badan dan melihat Pak Sandi yang baru datang dan mendengar percakapan kami yang sedang tertawa. "Betul itu. Jangan merubah takdir. Cukup memperbaiki takdir saja."
Pak Sandi menarik kursi di antara aku dan Egi lalu menatap Egi dengan lekat. "Ini yang kamu bilang laki-laki yang sudah memperkosamu di masa depan?" tanya Pak Sandi tanpa basa-basi.
"Iya. Dia juga bereinkarnasi dan memiliki tanda di lengan yang sama denganku," jawabku.
Pak Sandi memegang tangan Egi dan melihat tanda lahir yang ada di tangannya lalu tersenyum. "Aku benar-benar tidak bisa melihat tanda lahir kalian. Bentuknya seperti apa, aku tidak tahu. Hanya kalian berdua yang bisa melihatnya. Itu artinya kalian berdua akan segera tiada dalam waktu dekat ini."
Tubuhku terasa merinding mendengarnya. Ya, memang waktu kami semakin dekat. Mampukah aku melewatinya dan tetap selamat? Berbeda denganku yang hanya bisa diam merenungi nasib, Egi malah membantah ucapan Pak Sandi.
"Tak mungkin! Aku masih hidup waktu itu. Aku ingat sekali kalau aku sedang di penjara untuk membayar kesalahanku. Aku memang sedang sakit waktu itu tapi aku masih hidup. Pasti Bapak salah!" Egi tak mau kalah, sikapnya mirip sekali denganku waktu itu.
Cara Pak Sandi menanggapi Egi terlihat santai, mungkin karena Pak Sandi sudah berpengalaman dalam bidang reinkarnasi. "Betul itu, Black?" Mas Sandi kembali berbicara dengan kursi kosong yang kali ini berada di samping Egi. Egi ikut menoleh dan pasti tak melihat siapapun. Percuma saja, dia tak akan bisa melihatnya. Ekspresi wajah Egi yang bingung benar-benar mirip sepertiku saat Pak Sandi pertama kali melakukannya padaku.
"Black bilang kalian berdua sama. Sama-sama tak sadar kalau sudah mati." Pak Sandi tersenyum kecil. "Sepertinya sekarang Cecil sudah lebih bisa menerima keadaan, sedang kamu ... masih belum bisa terima. Kalau kamu tidak bisa mengubah takdirmu dan membuat tanda itu tetap ada di tanganmu, artinya kamu akan tetap mati. Black bilang, kalau tanda di tangan kalian menghilang artinya kalian masih bisa tetap hidup dan melewati hari itu tapi kalau tanda itu menghilang ... artinya game over. Takdir kalian tak berubah meskipun sudah diberi kesempatan untuk kembali ke masa lalu. Aku sudah memperingatkan beberapa kali pada Cecil, kini aku memperlihatkan kamu. Berhati-hatilah, jangan sampai kesempatan yang diberikan kepada kalian berakhir sia-sia."
Egi yang semula terlihat agak sombong kini terdiam dan wajahnya agak pucat. Kami meninggalkan Triple S Cafee dengan berbagai perasaan. Khawatir, takut dan marah. Khawatir kami tak bisa mengubah takdir, takut mengetahui fakta kalau kami akan tetap mati karena tanda di tangan kami tak juga menghilang dan marah karena kami adalah dua orang yang menjadi korban atas orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
"Sudahlah, jangan kebanyakan bersedih. Aku juga dulu begitu saat pertama kali mendengarnya tapi aku tak akan tinggal diam. Aku akan terus berjuang sampai tanda ini hilang dari tanganku. Aku terus mengubah keadaan sedikit demi sedikit. Kalau kita berusaha, bukankah Tuhan yang menentukan hasil akhirnya?" Meskipun aku membenci Egi tapi aku merasa kalau aku harus menghiburnya.
"Aku pikir ... kali ini aku akan terhindar dari nasib burukku karena kamu masih hidup. Aku hanya perlu menjagamu tetap hidup namun ternyata tanda ini masih belum hilang dan artinya aku tetap tidak selamat di masa depan." Egi mengangkat wajahnya dan menatapku dengan lengkap. "Satu-satunya cara untuk selamat adalah kita harus bekerja sama. Kita harus hidup dan melihat orang-orang yang sudah berlaku jahat pada kita membayar semuanya! Maukah kamu bekerja sama denganku? Setelah kita selamat dari semua ini, kamu boleh membalasku. Aku siap kalau itu bisa membuat kamu memaafkan semua kesalahanku."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
ㅤㅤㅤ ㅤ🍃⃝⃟𝟰ˢ𝐀⃝🥀✰͜͡v᭄ʰᶦᵃᵗ
knp gak kerja sama aja kan tujuan kalian sama
2024-11-05
0
BirVie💖🇵🇸
sedihnya Egi...dia.jadi.korbannya.lisa yg udah nyakitin Cecil...
makasih kak Mizzly up nya 🙏🏻❤️
2024-02-13
2
𝐙⃝🦜 Nurma
nah bener kalian harus kerja sama
2024-01-22
0