Cecil
"Kenapa? Kamu ragu? Kali ini aku minta kamu percaya sama aku. Tadi saat kutelepon Lisa, ia awalnya tak mau mengakui. Kami bertengkar hebat dan akhirnya aku berhasil meyakinkan Lisa untuk meminta maaf sama kamu. Ia terdengar amat menyesal dengan perbuatannya. Kamu mau 'kan menerima permintaan maaf dari Lisa?" Leon menatapku dengan lekat. "Kamu mau aku temani?" Leon kembali membujukku untuk datang ke tempat di mana Lisa akan meminta maaf langsung padaku.
Hati kecilku meragu namun aku tak mau mengecewakan Leon, temanku satu-satunya di sekolah ini. Kalau bukan Leon yang kupercaya, siapa lagi? Anita? Anak itu bahkan tak mau berurusan denganku karena takut dibully lebih parah lagi.
"Aku ... akan memaafkan Lisa. Aku akan pergi kalau kamu juga pergi," jawabku.
"Tentu. Ayo kita pergi sekarang!" Aku dan Leon pun pergi ke alamat yang diberikan oleh Lisa.
Kami memasuki kawasan pabrik yang menurut Leon adalah milik keluarga Lisa. Leon memarkirkan motor miliknya di tempat parkir. Motor tidak boleh memasuki area pabrik jadi kami harus berjalan kaki untuk sampai di tempat Lisa dan teman-temannya yang sedang belajar sambil bekerja.
Di tengah perjalanan, ponsel Leon terus berdering. Aku meminta Leon mengangkatnya. Raut wajah Leon langsung berubah muram, sepertinya ada sesuatu yang terjadi.
"Kenapa?" tanyaku pada Leon setelah ia menutup panggilannya.
"Cil ... Mamaku jatuh di kamar mandi. Tak ada orang di rumah selain asisten rumah tanggaku. Aku khawatir dengan keadaan Mama. Aku harus membawa Mama ke rumah sakit. Maaf, Cil, sepertinya aku tak bisa menemani kamu," jawab Leon dengan wajah yang sangat serius.
"Iya, tak apa, Leon. Pergilah. Sudah dekat kok tempatnya. Aku bisa sendiri. Mama kamu yang lebih penting, cepatlah bawa Mama kamu ke rumah sakit." Tanpa pikir panjang aku membiarkan Leon pergi.
"Maafin aku ya, Cil. Aku tak bisa mengantarmu. Tenang saja. Semua akan baik-baik saja. Aku percaya, Lisa tulus mau berteman sama kamu, buktinya dia mengajak kamu belajar sambil bekerja di perusahaan Papanya. Nanti kabari aku ya. Aku pergi dulu." Leon pun pergi meninggalkanku.
Aku melanjutkan langkahku menuju alamat yang diberikan oleh Leon. Rupanya gudang tempat Lisa sedang bekerja berada di bagian paling belakang area pabrik. Aku berhenti di depan gudang No. 28. Suasana sekitar gudang agak sepi, mungkin karena hari sudah mulai sore dan pekerja lebih banyak berada di gudang depan.
Pintu gudang terlihat terbuka sedikit. Aku mengetuk pintu namun tak ada yang menjawab. Aku beranikan diri untuk masuk ke dalam gudang yang lumayan besar tersebut.
"Lisa?" Aku memanggil nama Lisa namun tak ada yang menjawab panggilanku.
Aku mendengar suara dari sudut pojok, aku pikir Lisa pasti ada di tempat tersebut. Aku pun berjalan menghampiri. Aku semakin jauh melangkah masuk ke dalam gudang besar yang hanya terdengar suara langkah kakiku saja.
"Lisa?" Aku kembali memanggil nama Lisa namun tetap saja tak ada yang menyahut. Aku ingin berbalik dan pulang saja namun aku takut mengecewakan Leon yang sudah berusaha mendamaikanku dan Lisa.
Aku menatap tumpukan plastik dan barang produksi pabrik yang tersusun rapi di rak yang tinggi. Ruangan ini memang gudang tempat penyimpanan barang-barang pabrik. Entah pekerjaan apa yang dilakukan oleh Lisa dan teman-temannya di gudang ini.
Sambil menengok ke kiri dan kanan, aku terus melangkah menuju tempat yang tadi mengeluarkan suara. Aku berbelok diantara rak besar dan terkejut melihat ada seorang laki-laki yang duduk sambil menunduk. Aku tak bisa melihat jelas wajahnya karena rak tinggi di kedua sisi yang penuh barang-barang membuat cahaya lampu terhalang.
"Pe-permisi. Apa ... Lisa ada? " tanyaku pada laki-laki tersebut.
Laki-laki tersebut mengangkat wajahnya dan menatapku dengan lekat. Kedua keningnya bertaut seolah mencoba mengenali siapa diriku. Ia masih muda, mungkin sebaya denganku. Apakah laki laki itu juga salah satu peserta magang? Apakah dia tahu dimana Lisa? Aku coba tanya saja deh.
"Aku temannya Lisa. Kata Lisa, dia ada di sini. Apakah kamu melihat Lisa?" tanyaku dengan polosnya.
Laki-laki tersebut berdiri dan berjalan menghampiriku dengan langkah yang agak gontai. "Lisa?" Ia menunjuk ke ruangan di belakang rak. Rupanya setelah kami berada cukup dekat aku bisa melihat laki-laki itu dengan jelas. Wajahnya lumayan tampan namun matanya merah dan aku mencium bau yang sama sekali belum pernah aku hirup sebelumnya.
"Makasih." Cepat-cepat aku berjalan melewatinya dan masuk ke dalam ruangan yang ada di pojok belakang rak besar. Di dalam ruangan, ada beberapa rak berisi kardus. Aku kembali memanggil nama Lisa namun bukan Lisa yang datang melainkan pemuda itu yang ternyata berjalan mengikutiku. "Benar Lisa di sini?"
Laki-laki itu tersenyum penuh maksud padaku. Bulu kudukku meremang. Kali ini aku menangkap sinyal bahaya, sepertinya laki-laki ini punya maksud lain padaku. Cepat-cepat aku berjalan menuju pintu namun sayang ia menutup dengan rapat dan menahan pintu tersebut dengan tubuhnya.
"Kamu mau apa?" Aku mundur satu langkah.
"Kamu cantik, Lisa." Ia berjalan mendekatiku. Bau yang tadi kuhirup kembali memenuhi indra penciumanku. Jangan-jangan ... ini bau alkohol? Apa laki-laki itu sedang mabuk?
"Mau apa kamu? Aku ke sini mau ketemu Lisa."
Ia kembali tersenyum dan terus menatapku dengan tatapan bak singa lapar. Ia lalu berjalan mendekatiku. Aku terus mundur sampai menabrak tembok. "Panas sekali." Laki-laki itu membuka kancing bajunya. "Aku mau kamu!"
Aku berusaha lari namun ia langsung menangkap tubuhku dengan mudahnya dan memelukku dengan erat. Aku kalah kuat. Tenaganya amat besar meski sedang mabuk. "Mau apa kamu? Lepasin! Aku akan teriak!" ancamku.
Laki-laki itu tak peduli. Ia terus memegang tubuhku dan bahkan menciumku dengan paksa. Aku mendorong tubuhnya tapi ia semakin nekat saja. Ia membuka paksa bajuku. Aku kalah tenaga. Aku berteriak minta tolong. "Tolong! Tolong! Lepaskan aku!"
Dengan mudahnya laki-laki itu menjatuhkan tubuh mungilku ke lantai.
Brakk!
Kepalaku terbentur meja lumayan kencang. Rasanya sakit sekali dan semua seakan berputar. Bukannya menolongku yang tak berdaya, laki-laki itu malah membuka rok-ku.
Tubuhku terasa lemas Aku tak bisa bergerak. Kepalaku sakit dan aku hanya bisa menangis. Aku bahkan tak bisa berteriak. Aku tak bisa melawan saat ia merenggut kesucianku dengan paksa. Ia tertawa dan tersenyum puas. Wajahnya, matanya dan tawanya terus terbayang meski mataku penuh dengan air mata.
Aku terus berdoa dalam hatiku semoga Lisa datang dan menolongku. Semoga ada yang membantuku dari laki-laki biadab ini.
Jangan ... Jangan sakiti aku! Rasanya aku ingin berteriak namun tak bisa. Aku hanya menangis saat ia menuntaskan gairahnya. Laki-laki itu tak peduli padaku. Dasar laki-laki biadab! Aku pun jatuh pingsan dan tak sadarkan diri.
Entah berapa lama aku pingsan, saat terbangun aku merasakan udara panas berada di sekelilingku. Kepalaku sakit dan aku sesak nafas. Laki-laki itu sudah tidak di atas tubuhku lagi. Ke mana laki-laki itu? Dia meninggalkanku setelah merenggut kesucianku, dasar kurang ajar! Aku akan membunuhnya nanti!
Aku merasa udara di sekelilingku semakin panas. Dengan tubuh yang gemuk redam, bagian inti yang terasa amat sakit, kepala terluka dan pakaian yang koyak, aku berusaha bangun namun kepalaku yang terbentur meja begitu pusing dan membuatku kembali terjatuh. Aku membuka mataku lebih lebar dan melihat kalau ternyata gudang tempatku berada saat ini dipenuhi api.
Sekuat tenaga aku berusaha menyeret tubuhku keluar dari gudang ini. Aku harus menyelamatkan diriku. Aku harus hidup dan membalas semua perbuatan orang-orang yang telah mencelakaiku. Aku terus menyeret tubuhku keluar dari gudang. Sayangnya, belum sempat aku keluar dari ruangan, aku mendengar sebuah ledakan dan aku tak sadar apa yang sudah terjadi. Semua gelap. Apakah aku akhirnya mati?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
ㅤㅤㅤ ㅤ🍃⃝⃟𝟰ˢ𝐀⃝🥀✰͜͡v᭄ʰᶦᵃᵗ
ko minta maaf nya di gudang yg sepi mencurigakan
2024-11-05
0
sherly
hadew boleh ngk kalo curiga sama kamu Leon, si Lisa mau minta maaf kenapa hrs dikawasan pabrik sungguh aneh
2024-09-17
0
Alivaaaa
Astaghfirulloh 😭😭😭😭😭
2024-07-24
1