Dinikahi Ustadz

Dinikahi Ustadz

Terdampar di Pesantren.

Pagi yang begitu cerah terasa begitu hangat, suasana sejuk juga ikut mendominasi membuat Vania enggan membuka matanya. Namun suasana pagi ini terasa begitu asing, pagi yang kini dia rasakan terasa begitu janggal, kesunyian pagi yang biasanya terasa begitu hampa kini tak menghampiri paginya, kenyamanan tempat tidur yang empuk nan lembut kini tak terasa nyaman malah seperti hamparan tanah yang berbalik menyakiti tubuhnya.

Dengan paksa, Vania menyadarkan diri dari lelapnya. Gemuruh orang-orang di sekitarnya terdengar begitu jelas memaksa dia untuk tersadar. Saat matanya perlahan terbuka, kejanggalan itu benar-benar nyata.

"Di mana ini?" Kaget bukan main, kepalanya terasa begitu pusing terlebih keadaan yang begitu asing, langit-langit ruangan ini jauh berbeda dengan keadaan kamar nya, bahkan keadaan sekitar pun terlihat begitu asing, membuat dia begitu tercengang, dia ingin bangun untuk memastikan, tapi naas, kepalanya yang terasa pusing membuatnya begitu berat untuk bangun.

"Ummi... Wanita ini sudah bangun."

Teriakan seseorang terdengar begitu jelas dan langsung keluar dari ruangan itu, Vania semakin kebingungan. Di mana ini, dan situasi apa ini? Satu, dua, tiga, bahkan lebih dari itu kini beberapa orang wanita berpakaian sar'i mengerumuni nya yang tengah berbaring di tempat tidur.

"Nak, kamu sudah bangun?"

Pertanyaan lembut seorang wanita paruh baya terdengar begitu lembut, bahkan tangannya langsung mengelus kepala Vania, membuat gadis itu tertegun.

Vania hanya bisa terdiam, bungkam sejuta basa, bingung dengan keadaannya sekarang. Bak berada di kerumunan bidadari surga yang cantik nan anggun, dia di buat tergagap. "Di mana ini, dan siapa mereka?" Vania hanya bisa bertanya-tanya dalam hati, apakah ini mimpi. "Tidak mungkin ini di surga kan? kau hanya berstatus Islam di KTP saja Vania," batinnya lagi semakin kalang kabut, jangan berpikir yang tidak-tidak, dia tidak mau mati dulu karena belum menikah dengan kekasihnya.

"Nak, apa kamu baik-baik saja?"

"Dimana ini? Dan kalian siapa?" Vania kini bicara, dia yakin ini bukan mimpi, bukan pula sedang di kelilingi bidadari, karena jelas dia baru ingat kalau semalam dia sedang party di sebuah bar, dan minum minum bersama teman-temannya, "Aisst, kenapa kepala ku terasa begitu berat." batinnya kembali menggerutu, terlebih kenapa ingatan nya hanya sampai di sana. Dia tidak ingat kenapa dia bisa berakhir di tempat asing ini.

"Jangan memaksakan diri untuk bangun, Nak. Ini minum dulu!"

Lagi-lagi wanita paruh baya satu ini begitu lembut memperhatikan Vania, setelah duduk di tepi ranjang, beliau langsung membantu Vania untuk bangun dari tidurnya dan membantu menyandarkan kepalanya.

"Terima kasih, Bu." Vania langsung mengambil gelas air minum itu dan meneguknya, setelah di perhatikan, sepertinya wanita paruh baya ini merupakan tetua dari wanita-wanita bersayr'i yang mengerumuninya. "Bisa jadi beliau yang tadi di panggil, Ummi." batinnya lagi masih dengan memperhatikan orang-orang yang mengerumuninya. "Ini di mana?"

"Kau di pesantren. Apa kau tidak ingat kejadian semalam, dasar tidak tahu malu."

Seorang dari empat wanita yang ada di dalam tiba-tiba sewot sendiri, satu wanita itu terlihat berbeda dari tiga wanita anggun yang lainnya, bahkan dari cara memandang Vania pun terlihat begitu kesal.

"Wus... Jangan begitu bi Narmi!" Seorang wanita lainnya yang terlihat begitu muda berusaha menegur. Setelahnya langsung kembali menatap Vania dan berusaha menjelaskan apa yang tengah terjadi. "Maaf, biar Azzura yang memperkenalkan diri dulu Ummi."

"Iya, bicara lah. Kalian sepertinya seumuran."

"Perkenalkan, saya Azzura. Ini Ummi Aisyah, beliau Ustadza...." Ingin menjelaskan, tapi perkataan Azzura terhenti saat isyarat Ummi memberi tahu untuk tidak lebih dari itu. "Maaf, beliau Ibu Kak Afham yang semalam bersama kakak. Dan ini bunda saya." tuturnya menunjuk sosok wanita yang berdiri persis di sebelah kanan nya. "Dan ini bi Narmi, ibu kantin di pesantren ini." lanjut nya menjelaskan. Tatapan Azzura seolah menyiratkan kalau tak harus menanggapi ucapan bi Narmi tadi.

Vania sampai tertegun, mimpi apa dia semalam sampai bisa terdampar di sebuah pesantren yang isinya sudah pasti orang-orang alim, yang menjunjung tinggi norma norma Agama. Dia malu sendiri kan, terlebih dia ingat saat keluar rumah kemarin dia menggunakan baju seksi.

"Loh, pakaian ku?" Vania sampai tercengang kaget, bahkan dia langsung meraba tubuhnya dia balik pakaian yang tertutup itu, apa yang terjadi padanya sampai pakaian yang seksi itu menghilang dan kini pakaian tertutup yang menempel di tubuhnya. "Apa yang terjadi?" ucapnya penuh tanya. Dan kenapa sekarang raut wajah semua orang jadi berubah. Apa dia benar-benar berbuat salah.

"Jangan pura-pura lupa. Dasar gadis tidak tahu diri. Gara-gara kamu seisi pesantren jadi kacau. Gara-gara kamu nama baik Gus Afham jadi tercoreng." Lagi-lagi bi Narmi sewot. Bagaimana dia tidak kesal, wanita asing yang tidak tahu siapa dia bahkan dari mana asalnya ini benar-benar bak sebuah petaka. Tiba-tiba ada di komplek pesantren dengan keadaan mabuk berat dan Gus Afham yang merupakan pemuda baik-baik harus ikut terseret dalam kekotorannya.

"Bi Narmi, bicaranya baik-baik." Azzura lagi-lagi berusaha meredam keadaan. Semuanya tahu keadaan ini benar-benar mencengangkan dan begitu di sayangkan, dan kenapa pula harus pas menimpa Kak Afham. Tapi tidak harus mengecam wanita ini berlebihan, ini musibah, jadikan kejadian ini jalan untuk meningkatkan kesabaran mereka.

"Akh, jangan terlalu baik Nak Azzura. Bibi kesal, masa iya Gus Afham harus menikahi wanita ini. Sungguh di sayangkan, dasar wanita tidak tahu malu."

"Bi Narmi!" Ummi Aisyah kini yang angkat bicara, jangan melebihi batas, meski mungkin salah, mencaci bukan hal yang benar. Dia juga berulang kali menghela nafas, bingung harus memulai dari mana, jujur kejadian ini juga benar-benar menjadi pukulan keras untuk dirinya dan mencoreng nama baik pesantren dan keluarga besar nya. Namun, dia yakin Allah punya rencana baik untuk semuanya.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Semuanya telah Allah atur, Ummi Aisyah hanya bisa berpasrah dan melihat takdir apa yang akan Allah tunjukkan kepada keluarganya.

"Nak, sekarang perkenalan diri mu, dan hubungi lah kedua orang tua mu!"

Vania sendiri tercengang hampir tak bisa berkutik, apa tadi katanya? menikahi! Siapa yang akan menikah dan siapa yang akan di nikahi, kenapa dia yang di sudutkan dan seolah dia yang salah. "Menikah, Afham? Tolong jelaskan. Aku tidak mengenal kalian, aku bahkan tidak mengenal siapa itu Afham, kenapa dia harus menikahi ku?"

Pikiran Vania kacau, kepala yang sudah pusing kini semakin pusing tujuh keliling, dia harus bangkit dan pergi dari sini, dia harus pulang. Orang-orang di sini benar-benar tidak waras. "Permisi, aku harus pulang. Kalian tidak mengenal ku dan aku pun tidak mengenal kalian." Dia benar-benar bangkit, langsung melangkah beranjak keluar tanpa mempedulikan orang-orang yang sedari tadi mengerumuninya. Saat langkahnya sampai di pintu keluar kamar, seorang lelaki bertubuh tinggi dan berbadan kekar terlihat berdiri persis di depan mata nya.

Langkah Vania pun terhenti, saat sorot mata mereka saling bertemu tiba-tiba tatapan Vania meredup, lelaki berwajah tampan itu memiliki bola mata indah seolah dengan tatapan nya saja bisa merubah emosi yang murka nan gundah itu menjadi lebih terarah.

"Tunggu..." Sorot mata Vania kini kembali menatap lelaki itu, meyakinkan kembali, dan benar saja, kilas balik kejadian semalam sedikit demi sedikit kini terlintas di benak nya. "Astaga.... My gad!" Tanpa sadar dia langsung membungkam mulutnya dan menunduk malu. Haruskah dia menggali lubang saja untuk keluar dari situasi ini, "Ma-maaf," bibirnya tergagap, kedua tangannya bahkan sampai meremas pakaiannya saking gugupnya. Ingin rasanya dia mengutuk dirinya sendiri sampai hilang kendali.

"Siapa nama mu, Dek. Aku Afham. Untuk membereskan semuanya akan lebih baik aku mengetahui nama mu." Pemuda yang bernama Afham itu masih berdiri tegak tanpa pergerakan, hanya matanya yang bergerak ke arah lain tak lagi memandang wanita asing yang harus di nikahi nya itu.

"Vania." Hanya itu yang keluar dari bibir Vania, antara canggung dan malu, dia mendadak lemas, aura lelaki ini benar-benar berbeda, dia bak menjadi sebuah kutu yang hanya menjadi kotoran saja. Namun terlepas dari itu, dia baru tersadar akan perkataan Bi Narmi tadi, kenapa pula Afham harus menikahi nya hanya karena insiden semalam. Mereka tidak sampai tidur bersama, dia hanya memeluk dan mencium lelaki ini, itupun karena efek minuman sialan yang menghilangkan kesadarannya, tak lebih dari itu kenapa harus sampai menikah segala.

"A-anggap saja kejadian semalam tidak pernah terjadi."

"Duduklah Dek Vania, biar kita bicarakan dulu."

"Tidak, aku harus pulang. Maaf semalam aku sedikit mabuk, tidak perlu berlebihan menyikapi nya."

Afham, sampai menghela nafas berat. Kalau saja dengan kata maaf semua masalah akan berakhir, dia tidak akan sepusing ini, bahkan dia pun tidak akan mendapatkan amukan dari sang Abie, karena di klaim telah menodai marwah seorang wanita, padahal dia hanya korban saja.

"Astaghfirullah. Ya Allah, jalan apa sebenarnya yang akan Kau berikan kepada hamba." Afham lagi-lagi hanya bisa menghela nafas melihat kepergian wanita asing itu dengan tatapan kosong, detik selanjutnya dia langsung melangkah mengikuti nya karena sudah tahu apa yang akan terjadi.

Amukan massa kembali bergemuruh saat Vania terlihat keluar dari rumah, bahkan lemparan kerikil mulai mengenai tubuh kecil Vania yang mulai bergetar ketakutan.

"Nikahkan mereka, dasar penzina!"

"Hukum mereka!"

Tubuh Vania merosot ambruk, bergetar hebat merasa ketakutan, kedua tangannya bergerak reflek menutup wajahnya saat buat kerikil itu mulai mengenai kepalanya, seumur hidup kejadian ini yang begitu mengerikan yang pernah dia alami, "Ada apa ini? Dad... Tolong Vania."

Afham yang kaget akan perlakuan warga langsung berlari menghampiri Vania, dia tidak mengira warga akan se-brutal itu memperlakukan nya. "Hentikan, Bu, Pak. Mohon hentikan. Iya, saya akan menikahinya."

Terpopuler

Comments

maulana ya_manna

maulana ya_manna

mampir di sini thor....
lama gak di NT🤭....

2024-07-10

0

ardan

ardan

seru nih, dari awal cerita, alurnya author membawa readers utk menebak ke arah mana dan apa yv telah terjadi, yuk lanjut lagiiii ke bab berikutnya 😀👍

2024-03-12

2

🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚

🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚

Kayak nya seru 🤭

2023-12-28

1

lihat semua
Episodes
1 Terdampar di Pesantren.
2 Flashback; Amukan Warga
3 Orang tua, Vania.
4 Restu dari wali.
5 Suami Istri
6 Menguatkan.
7 Belajar saling mengenal.
8 Tekanan mental.
9 Bak sebuah obat yang pahit.
10 Harus berubah seratus delapan puluh derajat.
11 Menutup aurat.
12 Cinta.
13 Jodoh tak terduga.
14 Pulang.
15 Urusan mendesak.
16 Harus meringankan beban suami.
17 Akan berusaha menjadi istri yang baik.
18 Saling membantu.
19 Sepertiga malam.
20 Berkencan.
21 Keadaan di kantor.
22 Bodyguard berlebel suami.
23 Percekcokan.
24 Cahaya dalam gelap.
25 Menjaga kehormatan.
26 Penanda tanganan proposal.
27 Permintaan.
28 Di tinggal ke Pesantren.
29 Batal Wudhu.
30 Sosok Imam yang baik.
31 Tragedi pagi hari.
32 Berita murahan.
33 Suasana Kampus.
34 Teman laki-laki.
35 Jadwal Donasi.
36 Berikhtiar dan berdoa.
37 Harus Seimbang.
38 Menunggu.
39 Balas dendam terbaik.
40 Berbelanja.
41 Jajan tanpa bawa uang.
42 Bayar hutang.
43 Berusaha.
44 Nasehat dalam sebuah hinaan.
45 Endrosan.
46 Pertemuan tak terkira.
47 Takut jarum suntik.
48 Rencana ke Pesantren.
49 Perjalanan ke pesantren.
50 Serangan tak terkira.
51 Para bodyguard.
52 Kelicikan Alvero.
53 Calon kakak ipar tidak jadi.
54 Cemburu nya seorang istri.
55 Cemburu tandanya cinta.
56 Mendengarkan Ceramah.
57 Terkuak.
58 Pertemukan dengan Amora.
59 Kecaman untuk Amora.
60 Amora yang Malang
61 Belajar hadist.
62 Persiapan resepsi.
63 Walimah itu Sunnah.
64 Rencana Amora.
65 Nasehat untuk Amora.
66 Sudah seperti keluarga.
67 Banyak yang di pelajari.
68 Keluar kota.
69 Sepasang Insan yang berbeda.
70 Nasehat Vania.
71 Nasehat Azzam
72 Belajar memasak.
73 Mencintai karena Allah
74 Penyesalan Amora.
75 Bertaubat lah.
76 Menemui Vania.
77 Ustadzah Vania
78 Bantuan Azzam.
79 Ujian.
80 Tugas mendadak.
81 Bukan wanita baik-baik.
82 Rezeki adalah ujian.
83 Tidak bisa di hubungi.
84 Hembusan angin.
85 Prosedur pertanggungjawaban.
86 Fastabiqul khairat.
87 Menasehati Rosa.
88 Setiap kesalahan adalah sebuah pelajaran.
89 Persiapan keluar kota.
90 Melepas Rindu.
91 Kebersamaan itu indah.
92 Gadis Malang.
93 Jalan terbaik.
94 Tersedak angin.
Episodes

Updated 94 Episodes

1
Terdampar di Pesantren.
2
Flashback; Amukan Warga
3
Orang tua, Vania.
4
Restu dari wali.
5
Suami Istri
6
Menguatkan.
7
Belajar saling mengenal.
8
Tekanan mental.
9
Bak sebuah obat yang pahit.
10
Harus berubah seratus delapan puluh derajat.
11
Menutup aurat.
12
Cinta.
13
Jodoh tak terduga.
14
Pulang.
15
Urusan mendesak.
16
Harus meringankan beban suami.
17
Akan berusaha menjadi istri yang baik.
18
Saling membantu.
19
Sepertiga malam.
20
Berkencan.
21
Keadaan di kantor.
22
Bodyguard berlebel suami.
23
Percekcokan.
24
Cahaya dalam gelap.
25
Menjaga kehormatan.
26
Penanda tanganan proposal.
27
Permintaan.
28
Di tinggal ke Pesantren.
29
Batal Wudhu.
30
Sosok Imam yang baik.
31
Tragedi pagi hari.
32
Berita murahan.
33
Suasana Kampus.
34
Teman laki-laki.
35
Jadwal Donasi.
36
Berikhtiar dan berdoa.
37
Harus Seimbang.
38
Menunggu.
39
Balas dendam terbaik.
40
Berbelanja.
41
Jajan tanpa bawa uang.
42
Bayar hutang.
43
Berusaha.
44
Nasehat dalam sebuah hinaan.
45
Endrosan.
46
Pertemuan tak terkira.
47
Takut jarum suntik.
48
Rencana ke Pesantren.
49
Perjalanan ke pesantren.
50
Serangan tak terkira.
51
Para bodyguard.
52
Kelicikan Alvero.
53
Calon kakak ipar tidak jadi.
54
Cemburu nya seorang istri.
55
Cemburu tandanya cinta.
56
Mendengarkan Ceramah.
57
Terkuak.
58
Pertemukan dengan Amora.
59
Kecaman untuk Amora.
60
Amora yang Malang
61
Belajar hadist.
62
Persiapan resepsi.
63
Walimah itu Sunnah.
64
Rencana Amora.
65
Nasehat untuk Amora.
66
Sudah seperti keluarga.
67
Banyak yang di pelajari.
68
Keluar kota.
69
Sepasang Insan yang berbeda.
70
Nasehat Vania.
71
Nasehat Azzam
72
Belajar memasak.
73
Mencintai karena Allah
74
Penyesalan Amora.
75
Bertaubat lah.
76
Menemui Vania.
77
Ustadzah Vania
78
Bantuan Azzam.
79
Ujian.
80
Tugas mendadak.
81
Bukan wanita baik-baik.
82
Rezeki adalah ujian.
83
Tidak bisa di hubungi.
84
Hembusan angin.
85
Prosedur pertanggungjawaban.
86
Fastabiqul khairat.
87
Menasehati Rosa.
88
Setiap kesalahan adalah sebuah pelajaran.
89
Persiapan keluar kota.
90
Melepas Rindu.
91
Kebersamaan itu indah.
92
Gadis Malang.
93
Jalan terbaik.
94
Tersedak angin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!