Sepertiga malam yang tenang, sunyi senyap mendominasi suasana kala itu. Namun tak membuat Afham absen dari rutinitasnya. Lelaki itu perlahan membuka mata, mulai merasakan sentuhan sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya. Bahkan satu tangannya tak terasa sudah mulai keram di jadikan bantal kepala oleh seorang gadis yang kini mulai terlihat jelas meringkuk di pelukannya.
"Dasar..." Bibirnya kini mulai tersenyum, memeluk Vania dengan kehangatan, bahkan tangannya pun bergerak mengelus kepala sang istri dan mengecup nya. Tak mengira wajah cantik ini bisa terlihat tenang juga setelah beberapa jam lalu membuat drama sampai menghancurkan tempat tidur nya.
Keadaan tidur Vania rupanya tak sebaik yang dia bayangkan, setiap inci tempat tidur itu bak terjamah oleh nya, gadis itu berguling ke sana kemari seolah mencari kenyamanan dengan mata yang terpejam, bahkan bantal dan guling yang awalnya tertata rapi sampai berantakan tak lagi di tempatnya. Saat dia berusaha menyelimutinya gadis itu langsung menelusup masuk ke pelukannya bahkan menyita satu tangannya di jadikan sandaran kepala.
"Apa senyaman itu." Gumamnya masih menatap wajah cantik yang tengah terlelap bak cahaya bulan yang tenggelam di gelapnya malam, sungguh bersinar dan tenang, dia sampai tak tega kalau pergerakan nya pasti akan menggangu tidur lelap nya.
"Maaf, tidurlah dengan tenang." Afham perlahan mengambil sebuah bantal, mengangkat kepala sang istri dan menyimpan itu di bawah nya. Saat dia perlahan melepaskan pelukan Vania, istrinya itu langsung terbangun dan bergumam.
"Aku masih ngantuk." Vania malah mengeratkan pelukannya, bersandar dengan nyaman tanpa ada niatan melepaskan pelukan itu. Namun tiba-tiba dia merasa ada yang janggal, bukannya semalam dia memeluk guling, tapi kenapa sekarang guling nya terasa begitu lebar bahkan begitu kekar. Dengan ragu-ragu dia membuka mata, dan benar saja Afham sudah tersenyum menatapnya.
"Assalamualaikum, dek."
"Wa-waalaikumsalam." Vania benar-benar malu. Padahal dia yakin semalam dia memeluk guling. Tapi ternyata kenyamanan yang dia rasakan semalaman adalah karena pelukan suaminya ini, bahkan tangannya sendiri begitu nyaman memeluknya. "Kak Afham sudah bangun?" tanyanya dengan suara khas bangun tidur, padahal dia merasa ini masih dini hari tapi suaminya ini sudah bangun saja.
"Maaf, aku malah membangunkan Adek." Afham kembali memeluk Vania, dan lagi-lagi bibirnya itu kembali mengecup kening sang istri, kali ini dengan waktu cukup lama. "Kalau masih ngantuk, tidur lah. Nanti aku akan bangunkan saat sudah adzan subuh."
Vania sesaat terdiam, mengingat kembali cerita Khumaira kalau suaminya ini benar-benar lelaki yang taat beribadah, bukan hanya Ibadah mahdhah yang sudah di tentukan kewajiban nya, ibadah ghairu mahdhah pun yang merujuk pada ibadah umum dan hukum nya di sunat kan selalu dia kerjakan.
Dia benar-benar malu, Afham yang sesempurna itu bersanding dengan dirinya yang hanya seorang hamba hina. Dia hanya pendosa, yang berstatus sebagai seorang muslim tapi shalat saja tidak bisa. "Astaghfirullah....."
"Dek." Afham yang melihat raut murung sang istri langsung meraih dagu nya untuk memastikan apa yang di pikiran di balik wajah murung itu. "Kenapa?"
"Kak, aku hanya seorang pendosa, bahkan jauh dari itu aku begitu hina. Masihkah ada pintu tobat untuk ku. Aku bahkan sudah terjerumus masuk jauh dalam kegelapan. Sekalipun aku tidak pernah shalat." ucap Vania dengan begitu malu.
"Dek." Afham sampai tak mengira hal itu yang tengah di pikiran Vania. Bahkan suaranya itu terdengar begitu paruh memperlihatkan seberapa besar penyesalan nya. "Setiap hamba pasti pernah terjerumus pada dosa. Baik itu dosa kecil bahkan doa besar." Dia mulai bicara, mengeratkan kembali pelukannya sambil mengelus kepala istrinya itu untuk menenangkan nya.
"Mungkin saja seseorang terjerumus dalam kelamnya zina, pernah meneguk arak, ataupun meninggalkan shalat lima waktu padahal meninggalkan shalat satu waktu pun perbuatan dosa. Namun, pintu tobat masih terbuka karena ampunan Allah begitu luas."
Vania sesaat terdiam, Entah apa yang harus dia utarakan, bak sebuah kobaran api yang di siram segelas air, hatinya perlahan lebih tentram, ucapan dan perlakuan Afham benar-benar meluluhkan hatinya. "Jadi Allah akan mengampuni ku?" tanyanya memastikan sambil menggerakkan kepalanya menatap wajah suaminya itu.
"Iya, bertaubat lah yang tulus. Menghindari dosa saat ini, menyesali dosa yang lalu. Dan bertekad tidak akan mengulangi nya lagi di masa mendatang." Afham kembali menjelaskan, bahwasanya tobat di lakukan dengan ikhlas, bukan karena mahluk ataupun tujuan duniawi. Tobat harus sungguh-sungguh kita menyesali dosa terdahulu sehingga tidak ingin mengulangi nya lagi.
Seperti di terangkan dalam Firman Allah, QS At-Tahrim : 8 ; Yā ayyuhallażīna āmanụ tụbū ilallāhi taubatan naṣụḥā, (Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.)
Jangan berputus asa dari Rahmat Allah walau begitu banyak dosa yang kita lakukan, karena pintu tobat dan Rahmat Allah begitu luas.
"Lantas, bagaimana aku mengawali semuanya. Bahkan aku tak tahu apa-apa dan tak bisa apa-apa." Vania kembali bertanya, mungkin mudah bagi yang sudah terbiasa, dan tahu caranya beribadah. Tapi tidak untuk nya, dia ingin berubah tapi bingung mengawalinya harus bagaimana.
"Mari belajar, Dek. Mulai semuanya dengan shalat lima waktu. Karena shalat merupakan tiang nya agama Islam." Afham sampai tak berpaling sedikit pun, matanya terus menatap Vania, melihat jelas raut wajah yang harus akan sebuah ajaran.
Dia menjelaskan. Shalat memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Shalat adalah tiang agama juga batas pemisah antara keislaman dengan kekufuran dan kemunafikan. Oleh karena itu, Rasulullah memberikan perhatian ekstra terhadap masalah shalat. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan contoh pelaksanaannya secara detail, dari awal sampai akhir, dari takbir sampai salam.
"Bahkan di antara keutamaan shalat adalah Membersihkan diri dari dosa." tutur Afham lagi.
"Benarkah." Vania kini sedikit termotivasi.
"Iya, Dek. Dengan mengerjakan ibadah sholat lima waktu, sejatinya seorang muslim berarti sedang membersihkan diri dan meluruhkan dosa- dosa yang dimilikinya."
Afham kembali menjelaskan, bahwasanya melalui sebuah riwayat dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda; "Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?"
Para sahabat menjawab, "Tidak akan tersisa sedikitpun kotorannya." Dan Beliau bersabda; "Maka begitulah perumpamaan sholat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa." (HR Bukhari dan Muslim)
Vania mengiyakan dengan sungguh-sungguh, dan akan perlahan belajar, walau mungkin ini pasti akan menambah beban untuk suaminya. "Maaf, aku pasti malah akan menjadi beban karena Kak Afham harus terus mengajari ku."
Afham sampai langsung menggerakkan tangannya mencubit ujung hidung Vania, bukannya sudah dia bilang jangan berkecil hati. "Dek, seorang suami adalah imam untuk istrinya. Jadi jangan selalu merasa bersalah, karena memang sudah menjadi tanggungjawab dan kewajiban ku untuk mendidik istri ku yang cantik ini." tuturnya dengan tersenyum kecil.
Suami adalah surga dan neraka bagi seorang istri, keridhoan suami menjadi keridhoan Allah.
"Terima kasih." Vania ikut tersenyum, senang rasanya mendapatkan begitu banyak cinta dari suaminya ini. Dia menjadi ingin melakukan sesuatu, dan langsung mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir suaminya itu sebagai tanda terima kasih nya. "Ayo kita mulai belajar sekarang." ucapnya lagi berusaha mengalihkan kecanggungan. Dia malu karena Afham langsung terdiam setelah mendapat kecupan darinya.
"Dek," Afham sampai terkejut, tersenyum kecil karena gadis yang telah memancing nya ini malah ingin kabur dari pelapukan. "Adek mengajak ku belajar sholat atau mengajak ku melakukan hal lain." ucapnya kembali merangkul Vania yang hendak bangun. Tidak tahu kan kalau dini hari seperti ini dia selalu lebih sensitif.
"Belajar sholat kok. Ayo." Vania malah terkekeh, dia tidak bermaksud apa-apa karena kecupan itu benar-benar tanda terima kasih nya. "Kak, haruskah aku bangunkan Sifa dan mengajak nya."
"Jangan." Afham sampai secepat kilat menolak keinginan istrinya itu. Dia sudah bisa membayangkan akan se-rusuh apa sepertiga malam nya kalau Vania dan Khumaira berkumpul bersama.
"Kenapa?" Dengan begitu polosnya Vania malah bertanya. Padahal sudah begitu jelas jawabannya.
"Karena aku ingin berdua saja dengan Adek." jawab Afham dengan cepat. Tangan nya kini bergerak pelan menelusuri tengkuk Vania, mengambil kembali kecupan yang istrinya itu ambil dengan begitu tiba-tiba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Moh Yasin
co cweeettt
2024-08-15
0
Haaimah Nurhaimah
kok aku baper yah 🙈🙈🙈🤫🤫🤫
2024-03-21
1
Wahyu Enggar Astari
👍👍👍👍👍
2024-02-01
0