Afham, hanya bisa melongo, duduk di kursi dengan posisi menyangga kepala nya dengan tangan yang bertumpu pada meja kerjanya, menatap heran dua gadis yang tengah berbincang-bincang di ruangan peristirahatan nya. Tidak habis pikir, rupanya adiknya mengenal wanita asing yang kini sudah berstatus sebagai istrinya itu, bukan hanya mengenal, mereka bahkan lebih dekat dari bayangannya. Buktinya saking asiknya mereka berbincang dia sampai di abaikan.
"Sudah ku bilang jangan terus mabuk-mabukan, Vania." Khumaira mulai menggerutu, merapihkan pakaian yang di kenakan Vania dari mulai atasan sampai celana panjangnya, "Untung Bang Afham yang melihat kejadian semalam, bagaimana kalau itu laki-laki lain." omelnya lagi. Khumaira kini tersenyum saat pakaian pilihannya ini benar-benar cocok di tubuh Vania. Meski bukan gamis ataupun busana muslim, ini terlihat lebih cocok dan santai di tubuh Vania yang terbiasa menggunakan pakaian seksi.
"Iya-iya maaf." Vania hanya bisa menurut, pasalnya satu temannya inilah yang selalu menegur dan menasehatinya, namun dia nya saja yang terlalu nyaman dengan kehidupan gelapnya. "Tapi ngomong-ngomong, kenapa selama ini kau tidak pernah cerita kalau kau putri seorang ustadz, bahkan keluarga pesantren." bisik nya malu. Padahal selama ini dia selalu begitu blak-blakan menceritakan keaibaan nya pada Sifa. Sekarang dia jadi malu sendiri kan.
"Sudahlah itu tidak penting, sekarang coba kenakan ini. Apa kau bisa?" Khumaira langsung memberikan sebuah kerudung, meski dia tahu Vania pasti tidak mau menggunakannya, Kakak ipar nya itu harus memakainya, setidaknya gunakan itu saat pengajian nanti berlangsung. Untuk selanjutnya biar Bang Afham yang akan menuntun Vania untuk belajar menutup aurat.
Vania langsung menggelengkan kepalanya, "Tidak bisa, aku tidak percaya diri." tolaknya dengan tersenyum kikuk, saat ijab kabul saja dia terpaksa menggunakan pasmina itupun hanya di tempelkan di kepala dan dia belitkan di leher. "Tidak pakai kerudung juga tidak apa-apa kan?"
"Aisst, kau bercanda." Khumaira sampai reflek menepuk lengan sahabatnya itu, nya kali di dalam sebuah acara pengajian tak menggunakan pakaian sopan, bahkan tak menutup aurat yang lengkap. "Meski tak nyaman, paksakan. Atau ku bilang kak Afham ya."
Iya, Allah sangat mencintai umatnya khususnya wanita muslimah, apabila perintahnya di kerjakan maka akan membawa manfaat, begitu pula dengan menutup aurat. Aurat merupakan anggota tubuh yang tidak boleh di perlihatkan pada orang lain yang bukan mahramnya, karena menutup aurat wajib hukumnya untuk setiap muslim.
Untuk menutup aurat tidak hanya sekedar menggunakan hijab Allah memberikan peringatan kepada kita untuk menggunakan pakaian yang takwa, tidak menggunakan pakaian yang terlalu mencolok itu juga merupakan salah satu wujud menutup aurat.
"Iya-iya, dasar galak. Apa kalian benar-benar adik Kakak, kenapa sifat kalian jauh berbeda. Kak Afham sangat sopan, sedangkan kau menjengkelkan sekali."
Khumaira hanya tersenyum, dia seperti ini hanya pada Vania yang merupakan sahabat nya tapi tidak pada orang lain. "Bang Afham, bisa lebih menjengkelkan dari pada aku loh." bisik nya mulai menceritakan tentang kakaknya itu.
"Benarkah?" Vania langsung terpancing, semakin penasaran kan, seperti apa lelaki yang kini telah menjadi suaminya. "Memang Kak Afham bagaimana?"
"Dia itu seperti bunglon, pandai menyesuaikan diri, jika sedang berada di wilayah pesantren, kesopanan nya tidak bisa di bandingkan, saat sedang di rumah dan berhadapan dengan ku, menyebalkan nya tak tertolong, dan saat di perusahaan, dia menakutkannya tiada ampun, semua karyawan nya bahkan tunduk pada perintah nya."
"Perusahaan?"
"Iya. Apa Bang Afham belum menceritakan kalau dia juga seorang pebisnis. Perusahaan nya bergerak di bidang properti." Khumaira menjelaskan lebih perinci. Bahwasanya Abang nya itu seorang pebisnis muda, jejak dan kemampuan Abie Ansell benar-benar menurun pada putra lelakinya itu. "Banyak rekan bisnisnya yang menyukai Bang Afham bahkan tak sedikit dari mereka menawarkan putri putrinya untuk di nikahi Bang Afham, tapi Bang Afham selalu menolak dengan sopan."
"Khumaira!" Afham tiba-tiba bersuara karena adiknya itu sedari tadi hanya membicarakan tentang dirinya. Bukannya membantu Vania bersiap malah terus bergosip. "Cepat, sebentar lagi azan magrib, kau juga harus bersiap kan!"
"Iya, bang." Khumaira sampai tersenyum yang di paksakan, sepertinya suaranya terdengar begitu jelas sampai terdengar oleh kakak nya itu. Kini dia kembali menatap Vania dan memberikan kerudung itu pada kakak iparnya. "Ini kerudung simpel, kau hanya perlu memasukkan nya di kepala mu. Kenakan sendiri saja."
"Lantas kau mau kemana?" Vania langsung menarik tangan Khumaira saat sahabat nya itu terlihat beranjak berdiri, "Kau tidak akan meninggalkan ku seorang diri kan?" tanyanya harap-harap cemas. Bagaimana pun dia begitu canggung kalau harus berduaan dengan suaminya ini.
"Tidak seorang diri, Vania." Khumaira sampai tersenyum melepaskan rangkulan Vania, dia tahu sahabatnya ini tidak ingin di tinggalkan berdua saja dengan bang Afham, tapi jangan merengek, biasakanlah karena Kakak nya itu adalah suaminya. "Bersiap lah, nanti kita bertemu lagi saat pengajian, dan jangan ketakutan seperti itu, Bang Afham tidak akan menggigit kok." godanya nya lagi.
"Assist, dasar Sifa."
Khumaira kini benar-benar beranjak keluar, tapi saat hendak ingin membuka pintu dia kembali menoleh menatap Kakak nya. "Bang awas ya kalau sampai tak membantu Vania berkerudung. Nanti aku bilangin Ummi."
"Iya, Khumaira."
Khumaira kini benar-benar pergi. Afham mulai bangkit dan langsung menghampiri Vania, seperti apa yang di inginkan adiknya dia benar-benar harus membantu istrinya itu untuk belajar berkerudung.
"Apa kalian dekat sudah cukup lama?" tanyanya berusaha mencairkan suasana. Afham pun kini ikut duduk di sofa berserong menghadap istrinya.
"Iya, dari jaman ospek kampus sampai sekarang, kita satu fakultas jadi sering bersama." Meski agak canggung, Vania mulai mengakrabkan diri. Berusaha meyakinkan diri kalau dia harus bisa lebih mengenal suaminya ini.
"Syukurlah. Berarti Adek tidak akan sendiri lagi sekarang."
"Iya, tapi tidak harus selalu mendengarkan perkataan Sifa, aku bisa kok mengenakan ini sendiri." Vania langsung menarik kerudung yang tergeletak di antara tengah-tengah mereka, dia akan berusaha sendiri karena akan lebih malu kalau malah Afham yang memasangkan kerudung itu di kepalanya.
"Adek yakin, bisa. Nanti kalau hasilnya tidak sesuai ekspektasi Khumaira bisa-bisa dia kembali marah pada ku."
Vania sampai tersenyum kecil, mengingat kembali kejadian saat lelaki yang berwibawa ini tiba-tiba di tabok adiknya sendiri. "Aku akan mengenakan nya sendiri dan bila tidak terlihat rapi. Kak Afham bantu merapihkan nya."
Vania kini benar-benar memasangkan kerudung itu di kepalanya, meski sedikit susah karena ini pertama kalinya dia harus berusaha, "Bagaimana, apa begini mengenakan nya?" dengan sedikit malu dia memperlihatkan penampilannya di hadapan Afham. Bahkan rasanya dia ingin menatap cermin untuk melihat penampilan nya sendiri.
"Masyaallah." Afham sesaat sampai tertegun, betul- betul tak terkira takdir yang Allah berikan, meski jalan nya tidak lah mudah, tapi dia benar-benar bersyukur Allah mengirimkan sosok istri seperti Vania, "Iya, adek terlihat Cantik." ucapnya tanpa masih menatap Vania dengan begitu kagum. Antara Solehah dan tidak insyaallah dia akan membimbingnya.
"Jadi sebelum mengenakan kerudung aku tidak cantik." tanyanya polos. Rasanya sedikit kesal, Vania selalu di bilang primadona dari jaman SMP sampai kini sudah menjadi mahasiswa tapi hanya lelaki ini yang tak pernah terpesona dengan penampilannya. Padahal laki-laki di luaran sana begitu mengagumi nya. Bahkan saat pertama kali dia terbangun di sini sampai sebelum akad nikah Afham tak pernah memandang nya dengan baik.
"Tidak kok, justru Adek lebih cantik." Afham sampai tersenyum kecil melihat ekspresi jutek Vania, bahkan tangannya langsung bergerak menyentuh ujung hidung istrinya itu, "Hanya saja, untuk kedepannya jangan perlihatkan semua kecantikan Adek pada orang lain. Adek istri ku sekarang. Perlihatkan lah semua itu hanya pada ku, tidak untuk di lihat orang lain."
Deg.... Tiba-tiba jantung Vania berdegup tak karuan, kenapa hanya dengan mendengar ucapan itu jantung nya serasa mau copot. Terlebih tatapan Afham yang terlibat begitu dalam nan jernih, rasanya ia ingin terbenam dalam ketenangan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Moh Yasin
udah ada rasa" kayaknya
2024-08-15
0
Rena utami
cie..cie..udh mulai ada apa nie
2024-01-07
2
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Lagi kakkakkk,,ngak kerasa udah habis aja 🤭🤭
2023-12-30
0