"Sepertinya Bang Afham masih lama. Apa kau mau menunggu di kamar ku?" Khumaira langsung merangkul lengan sahabatnya itu, cukup kasihan juga. Mereka sedari tadi sudah bercerita kesana sini, membuat kakak iparnya itu terlihat begitu lelah. "Ayo beristirahat di kamar ku saja. Bang Afham pasti sedang bicara dengan rekan kantornya." ajaknya sambil menarik Vania berdiri.
"Rekan kantor?" Vania langsung bangkit bergerak mengikuti langkah adik iparnya itu melangkah menuju kamarnya.
"Iya, minggu-minggu ini Bang Afham selalu sibuk, perusahaan nya mengeluarkan produk baru. Masih sepaket dengan teknologi Fingerprint yang tahun lalu perusahaan nya kembangkan."
"Fingerprint? Bukannya itu alat yang menerapkan sistem biometrik." Vania sampai kaget, apalagi sekarang keahlian yang di miliki suaminya itu. "Bukannya jika bergerak di bidang properti berfokus pada bangunan dan hunian?" tanyanya lagi.
"Iya, berfokus nya memang di bidang itu, namun karena mengikuti kemajuan teknologi Bang Afham tak ingin monoton dan itu-itu aja." Khumaira terus bercerita sambil menuntun Kakak ipar nya menuju kamar.
Menceritakan, bahwa tahun lalu Fingerprint nya yang berupa kunci pintu sidik jari sukses besar, produk itu menerima respon baik karena memang bisa lebih aman dan tingkat keakuratan datanya sangat tinggi, berbeda dengan kunci card. Hampir semua apartemen nya yang berkelas VIP menggunakan kunci pintu itu. Bahkan produk itu sudah tembus perumahan individu maupun komersial. Bahkan perhotelan bintang lima sudah menggunakan jasanya.
"Coba kau buka pintu ini." Khumaira sampai tersenyum menunjuk handel pintu kamarnya, berusaha menunjukkan banyak jasa yang ditawarkan Abang nya di pasar internasional.
"Tidak mungkin bisa lah. Orang sidik jari ku tidak terdaftar di sana." Vania bahkan tak menyentuh ujung handal pintu itu sama sekali, dari penampilannya saja dia tahu kalau itu kunci pintu sidik jari. Karena semua hotel yang di kelola sang Daddy hampir semuanya menggunakan sistem keamanan seperti ini. Kita harus mengkonfirmasi dulu sidik jari kita baru kalau sudah terdata, kita bisa membuka itu hanya dengan menyentuh nya saja. Dan sebaliknya tidak bisa terbuka oleh sembarang orang.
"Aisst. Kau pintar sekali si. Percuma dong aku membanggakan Bang Afham." Khumaira sampai menyeringai perlahan membuka pintu kamarnya, dan langsung menyuruh Vania istirahat dimana saja sesukanya.
"Sifa." Vania kini kembali memanggil adik ipar nya itu saat dia berhenti bicara. "Lantas apa yang sedang di kerjakan Kak Afham sekarang sampai selalu sibuk." tanyanya sambil mengistirahatkan tubuh nya di sofa yang terasa begitu lembut. Tiba-tiba dia malah merindukan suasana rumah nya.
"Tuh. Bang Afham sedang mengembangkan itu." Khumaira langsung menunjuk sebuah layar sembilan inci yang menempel di dinding kamar nya. "Bang Afham sedang mempromosikan nya ke setiap hotel, karena menurutnya hotel adalah marketing yang terbaik, jadi hotel lah target pertama pasarnya."
"Apa ini?" Vania yang sudah duduk nyaman sampai kembali bangun untuk memastikan. Terlihat seperti layar tablet tapi ini terlihat begitu menarik. "Bukannya ini seperti sistem kunci pintu yang di lengkapi layar video. Biasanya ada di pintu masuk rumah, kan." tanyanya memastikan. Dia harus tahu dulu ini apa dan fungsinya seperti apa biar dia bisa membantu suaminya itu.
"Iya, hampir sama. Cuma ini berbeda fungsinya. Ini hampir sama dengan ponsel, cuma ini lebih di per simpel." Khumaira berusaha menjelaskan. Entahlah ini namanya apa karena dia juga lupa, yang jelas dengan layar ini dia bisa berkomunikasi dengan siapapun kontak yang sudah tersimpan di sistem ini.
"Biar ku tunjukkan cara kerjanya," Khumaira kini langsung menekan tanda home di pojok bawah tablet itu, seketika layarnya menunjukkan pilihan pada siapa dia akan berkomunikasi, dan setelah dia memilih, terlihatlah layar video siapa yang dia panggil.
"Assalamualaikum Non. Ada yang bisa bibi bantu."
Seorang pelayan terlihat jelas di layar itu. Dan saat itu pula Vania sampai melongo takjub, rupanya itu terhubung dengan asisten rumah ini. Jadi ini seperti layanan cepat, dimana kita membutuhkan sesuatu tak harus repot-repot menggunakan ponsel atau telepon rumah, ataupun berteriak sana sini. Tinggal menggunakan ini saja, dan menghubungi siapapun yang kita mintai bantuan, bahkan ini sudah di lengkapi dengan panggilan Video nya.
"Waalaikumsalam bi. Tolong buatkan dua gelas coklat panas ya."
"Iya, Non. Segera bibi siapkan."
"Terima kasih, bi."
Plip.... Layar itu kembali ke layar utama, bak seperti ponsel pada umumnya, hanya saja ini di peruntukkan sebagai layanan cepat di sebuah bangunan. Jika biasanya hanya menggunakan tombol ataupun panggilan, Afham mengembangkan alat komunikasi itu menjadi sebuah layar Video guna mempermudah setiap penggunanya.
"Masyaallah...." Vania benar-benar melongo, kini dia mulai penasaran dan langsung mencoba melihat-lihat menu apa saja di sana. "Jadi dengan siapa saja ini bisa terhubung di rumah ini?"
Khumaira tak langsung menjawab, dia hanya tersenyum haru mendengar perkataan sahabatnya itu yang mulai lebih baik, bibirnya itu kini sudah reflek mengucapkan asam Allah dengan begitu lembut.
"Aku tak banyak menyetelnya dengan ruangan lain. Ini hanya terhubung dengan kamar Ummi, kamar Bang Afham, dan dengan pelayan di dapur saja." Khumaira langsung menjawab. Dia anggota terkecil di rumah ini, jadi tidak begitu banyak hal yang harus dia urus seperti Abie dan Abang nya.
"Mungkin di sistem milik Bang Afham lebih banyak tersambung ke beberapa ruangan," jelasnya lagi.
Vania sesaat terdiam, benar-benar sistem pelayanan yang baik, dia sampai berpikir kalau alat ini di gunakan di hotel hotel sang Daddy ini akan menjadi pelayanan terbaik dan jelas akan menambah nilai plus untuk perhotelan mereka. Alat ini bisa di sambungkan dari tiap kamar hotel ke berbagai layanan hotel. Seperti, resepsionis hotel, layanan spa, layanan keamanan, bahkan bisa di sambungkan ke layanan restoran hotel dan layanan lainnya. Ini akan mempermudah semuanya dengan kesan yang begitu mewah.
"Lantas sekarang bagaimana hasilnya. Apa proposal produk ini sudah di terima?" Vania langsung bertanya untuk memastikan. Karena ini merupakan barang elit nan mewah, pasti akan sedikit susah mengeluarkan, kecuali itu di tawarkan pada sang Daddy yang royal akan kuantitas yang berkelas bukan hanya melihat kualitas.
"Entahlah, urusan mendesak yang bang Afham katakan, sepertinya membahas masalah ini." Khumaira langsung menjawab, bahkan menceritakan bahwasanya persentase nya di lakukan siang tadi, seharusnya Bang Afham yang langsung turun tangan sendiri tapi gara-gara tragedi Vania, Abang nya itu mewakilkan kepada bawahannya. "Bang Afham memilih membereskan masalah dengan mu, dan akhirnya menikahi mu dari pada dari pada mementingkan proyek yang sudah berbulan-bulan dia siapkan."
"Begitukah." Vania sampai melemas, jadi kalau sampai proyek itu gagal, itu karena ulahnya. "Maaf."
"Aisst, kenapa minta maaf. Kau tidak salah tahu. Doakan saja semoga urusan bang Afham lancar. Semoga peluncuran produk nya di terima banyak kalangan di luaran sana." Khumaira sampai sewot, ayolah jangan memasang ekspresi seperti itu. Bisa-bisa dia kena teguran sang Abang di kira bicara yang tidak tidak kepada istrinya ini.
"Aamiin, semoga segala urusan Kak Afham di permudah." Vania sampai bersungguh-sungguh. Bahkan dia sudah bertekad akan membantu suaminya itu. Jika memang ada kendala dia akan langsung bicara pada sang Daddy, mengingat semua hotel ada dalam akuisisinya.
Plip.... Pintu kamar Khumaira tiba-tiba berbunyi, pertanda ada orang yang akan masuk kedalam, dan dengan cepat Khumaira menekan sebuah tombol di ponselnya dan detik selanjutnya pintu itu terbuka dan bersamaan dengan itu Afham terlihat masuk ke dalam sana.
"Assalamualaikum."
"Wa-waalaikumsalam!"
Kedua gadis yang sedang asik berbincang di dalam tiba-tiba saling menatap heran, ada apa dengan ekspresi wajah lelaki itu kenapa tidak seperti biasanya. Terlebih yang mereka tunggu adalah segala kopi panas, kenapa malah pemandangan suram dari wajah bang Afham.
"Bang, sudah selesai?" Khumaira memberanikan diri bertanya, meski tak di jelaskan pun dia tahu pasti apa yang di usahakan Bang Afham di perusahaan tidak sesuai harapan.
"Iya, sudah. Ayo Dek." Afham langsung menatap istrinya itu dan meminta dia mengikutinya. Mereka sudah menjadi pasangan suami istri, sudah pasti akan tinggal di satu kamar yang sama tapi dia bahkan belum memperlihatkan kamarnya. "Maaf, urusan nya terlalu lama."
"Iya, tidak apa-apa, Kak." Vania beranjak berdiri, tapi sebelum pergi dia kembali menatap sahabatnya itu. Bagaimana ini, dia harus melakukan apa di saat suaminya terlihat tidak baik-baik saja seperti itu. Terlebih kalau ini tentang apa yang di ceritakan Khumaira berarti ini karena kesalahannya. "Sifa..." Dia langsung berbisik memanggil sahabatnya itu. Tolong katakan sesuatu.
Khumaira hanya tersenyum yang di paksakan, "Hibur saja sampai perasaannya menjadi lebih baik." bisik nya memberi saran, kalau perlu sedikit lebih agresif lah, karena yang dia tahu Abang nya tak pernah sekalipun berpengalaman dalam berhubungan dengan seorang wanita. "Rayu Bang Afham dengan baik ya." bisik nya lagi.
"Aisst," Vania malah geram sendiri, nasehat dari adik ipar nya ini memang tidak pernah benar. "Jangan bercanda,"
Melihat kegelisahan sahabatnya Khumaira malah terkekeh. Bahkan dia langsung mengibaskan tangannya seolah mengusir sahabatnya itu agar lekas keluar dari kamarnya. "Pergi sana!"
"Aisst, awas kau Sifa." Vania hanya bisa mengumpat dalam hati, dan langsung pasrah mengikuti langkah suaminya menuju sebuah kamar yang jaraknya tidak jauh dari kamar Khumaira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Moh Yasin
das@r jail
2024-08-15
0
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Sabar Vania sabar 🤭
2024-01-02
2
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Dasar khumairah 🤭
2024-01-02
0