Afham mulai menarik nafas, duduk bersila memposisikan tubuhnya menghadap Vania, tangannya perlahan mengambil gelas air minum itu dan memberikan nya pada sang istri. "Minum dulu Dek." Setelah Vania benar-benar meneguknya dia kini beralih melihat beberapa cemilan, dipilihnya sebuah piring berisikan potongan kue yang sudah tersedia sendok di atasnya.
Dia tahu, Vania begitu terpuruk dengan keadaan ini, hatinya yang terus berontak jelas berdampak buruk pada keadaan mentalnya, dan dia tidak bisa begitu saja memberikan nasihat sebelum perasaan Vania sedikit lebih membaik, karena sekeras apapun dia menasehatinya, jika keadaan hatinya belum mereda, yang ada akan semakin murka.
Ya, bagaimana tidak sesak? Bagaimana mungkin bisa melenggang leluasa. Bila dunia yang seberat itu. Dunia yang setidak terjangkau itu. Dunia yang setajam itu. Masuk semuanya kedalam hati tanpa terkecuali. Masalah akan selalu ada, dan penyelesaiannya tergantung kita yang menyikapinya.
"Dek, makan lah ini?" Afham langsung mengisyaratkan Vania untuk membuka mulut, dia akan berusaha menyuapinya agar perasaan hati istrinya semakin membaik. "Apa adek tahu rasa manis kue ini berasal dari mana?" ucapnya mencari pusat lain agar istrinya itu mau menerima suapan darinya.
Benar saja, Vania yang enggan menanggapi pertanyaan Afham memilih menerima suapan itu agar tak ada kesempatan baginya untuk bicara. Dia sedang marah dia sedang kesal, karena lelaki itu tak kunjung memberikan dia jawaban tapi lelaki itu malah berbicara yang tidak-tidak. Kenapa malah memberi dia pertanyaan yang jelas sekali jawabnya. Jelas kue bisa terasa manis karena adanya gula.
Afham sampai tersenyum dan kembali melanjutkan ceritanya, "Iya, adek benar." Seolah Vania yang menjawab padahal dia sendiri yang menjawab pertanyaan nya, "Kue ini terasa manis karena ada gula yang tercampur di dalamnya. Dan karena gula itu pula semua orang menyukai kue akan rasanya yang manis. Tapi terkadang orang-orang lupa akan jasa gula di balik rasa manis yang begitu mereka sukai, dan terlena dengan kenikmatannya."
"Lantas, kenapa Kak Afham menceritakan ini?"
"Itu sama persis dengan kehidupan, Dek." Seulas senyum kini kembali terlihat di bibir Afham, hati yang tadi sempat berontak sepertinya kini mulai membaik, bahkan Vania kini merubah cara panggilan nya, dan terus menerima suapan darinya.
"Allah memiliki asam Ar-rahman. Yang mana, Allah menyayangi setiap mahluk ciptaannya, mau itu muslim ataupun non muslim, beriman atau tidak, Allah memberikan rezeki kepada setiap makhluk nya tanpa terkecuali. Tapi, tak sedikit dari setiap manusia mengetahui akan hal itu, mereka hanya terlena akan kemewahan dan kenikmatan dunia, sampai tak tahu atau mungkin lupa bahwa Allah lah yang memberikan semuanya."
Vania tiba-tiba tertegun, bahkan bibir yang awalnya sedang mengunyah keu pun tiba-tiba berhenti, secara garis besarnya, dia mengerti akan perkataan Afham, bahkan dia sadar, dia tergolong orang yang lupa akan kasih sayang Allah di tengah gemerlapnya keindahan dunia. "Lantas, bagaimana yang akan terjadi pada orang-orang lupa diri itu."
"Bak seperti seorang yang sakti, Dek." Afham sampai bernafas lega, tidak mengira kalau Vania akan merespon perkataannya. "Kalau Adek sakit, bukannya Adek harus mendatangi dokter dan minum obat." tuturnya lagi.
"Maksudnya?" Vania kini bingung, dia tahu orang saksi pasti akan berobat tapi apa persangkutan nya dengan hal yang sedang mereka bahas.
"Adek juga pasti tahu rasa obat itu pahit, tapi tetap saja dokter meminta adek untuk meminum nya agar keadaan adek semakin membaik, dan karena Adek percaya pada dokter itu, adek menerimanya dan meminum itu meski terasa begitu pahit. Dalam hati Adek tertanam kepercayaan kepada Dokter itu kalau obat itu akan menyembuhkan."
Iya, Afham akan menjelaskan secara logika karena istrinya itu pun selalu berpikir secara logis, meski mungkin nasihatnya akan semakin panjang dan akan di arahkan dulu pada hal lain, dia harus bisa sedikit demi sedikit mengikis amarah di hati Vania, agar keyakinannya bisa sejalan dengan dirinya.
Vania sesaat terdiam, berpikir keras memaknai apa yang Afham katakan. "Jadi maksudnya orang-orang yang lupa diri harus di obati?" tanyanya memastikan, hanya itu yang dia mengerti, dia tak bisa paham makna yang tersirat dalam perkataan suaminya itu.
"Iya, Dek." Afham sampai reflek mengelus kepala Vania, mungkin gadis ini memang telah terjerumus dalam dunia yang gelap, tapi dia yakin Vania pasti akan menjadi wanita Sholehah jika ada yang menuntun dan membimbingnya, "Bak sebuah obat yang begitu pahit, kejadian sekarang pun demikian."
"Ini rahman dan rahim Allah, Allah menyayangi Adek dan ingin adek kembali ke jalan yang seharusnya, maka Allah berikan sebuah teguran bak sebuah resep obat pahit. Cobaan ini memang tidak mudah, terasa begitu menyesakkan bahkan rasanya Adek ingin lari dari masalah ini, padahal sejatinya ini kasih sayang Allah agar Adek bisa kembali mengingat nya. Dan adek di arahkan untuk bisa meyakinkan diri kalau masalah sulit yang adek jalani ini semuanya takdir Allah, semuanya pengaturan Allah, semaunya kasih sayang Allah."
"Maka di saat keyakinan itu muncul, adek tidak akan merasa berontak, adek tidak akan merasa frustasi, melainkan menerima masalah ini, menerima hal apapun yang Allah berikan meski itu sulit ataupun pahit, adek harus percaya semuanya atas dasar kasih sayang Allah pada Adek."
"Sama hal nya adek yang tidak pernah protes saat di beri obat, karena tahu obat itu bukti perhatian Dokter agar adek kembali sehat. Adek pun harus yakin masalah rumit ini adalah obat yang Allah berikan agar adek kembali ke jalan yang benar. Maka bertaubat lah dan meminta ampunan Nya, jika sudah bisa merasa tenang dan kembali ke jalan Nya, adek akan ikhlas menerima semuanya meski itu hal yang begitu pahit."
"Tapi kak, bukankah itu sulit."
Vania tertunduk, menelan keras kue yang sedari tadi dia kunyah, bahkan dia langsung meneguk air minum bekasnya tadi, dia mengerti apa yang di katakan Afham, namun. "Ini tidak mudah Kak Afham. Hati ini berontak, aku tidak bisa menerima masalah ini dengan mudah." lirihnya kelu. Bagi Afham yang sudah mengenal ilmu agama dengan baik, mudah mengatakan itu, mudah melapangkan dada dan ikhlas menerima semuanya tapi tidak mudah baginya. Terlebih hidupnya sudah penuh oleh dosa.
"Dek," Afham lagi-lagi mengelus kepala Vania, kali ini dia menghentikan suapan saat suasana mulai terlihat begitu serius, "Allah tidak pernah mengatakan bahwa hidup akan mudah, tapi Ia mengatakan: Innallaha ma'as-sabirin, 'Sesungguhnya aku bersama orang-orang yang sabar'. Dan itu bukan hanya sekedar kata mutiara ataupun sebuah wacana. Melainkan firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat ke seratus lima puluh tiga."
"Mungkinkah Allah masih menyayangi dan mau menerima taubat ku padahal aku hanya seorang pendosa, aku bahkan tidak mengenal apa itu ibadah," Vania mulai insecure, bisa saja apa yang di ucapkan Afham hanya berlaku untuk orang-orang saleh seperti suaminya itu tapi tak dengan dirinya, setumpuk dosa bak gunung tinggi dalam dirinya bagaimana Allah mengampuni nya.
"Allah maha baik, Dek." Afham kini menyentuh dagu Vania, mengangkat nya perlahan agar istrinya itu menatap nya. "Adek tadi bertanya kan. Kenapa aku masih mau menikahi Adek?"
"Iya," Vania sampai mengalihkan pandangan nya ke arah lain, tolong jangan menatap nya dengan sorot mata itu, dia benar-benar akan luluh. Dan itu akan membuat perasaan nya semakin kacau, di sisi lain dia harus mempertahankan ini dan di sisi lain dia harus memperjuangkan cintanya untuk lelaki yang begitu dia cintai. "Kenapa Kak Afham mau menikahi ku, padahal aku hanya seorang pendosa."
"Karena aku yakin, kejadian ini bukanlah ketidaksengajaan melainkan takdir Allah yang telah mengirimkan sosok adek, Allah telah mengirimkan sebuah amanah yang harus ku jaga dan ku bimbingan dengan baik. Dan Allah menjadikan Adek sebagai istri ku, agar aku bisa terus membimbing mu." Afham menjawab dengan tegas, dan saat sorot mata Vania kembali menatap nya dia langsung membentuk senyuman di bibirnya. "Ayo melangkah bersama, dan berhijrah lah!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Moh Yasin
ada gak satu lg ustat kayak bang afham
2024-08-14
0
seperti boomerang buat kuu
dan palah data diriku yang penuh dosa ini, disetiap titik balik kehidupan yang kujalani semunya penuh dosa, kepada orang tua, kehidupan, rumah tangga penghianatan semunya
bukan terkadang udah diperingati,
maha benar allah dengan segala firmannya maafkan hamba yng penuh dosa ini😑
2024-02-28
1
Naurah Prilly
masih nyimak,😊😊
2024-02-16
0