"Permisi!"
Suara itu tiba-tiba memecah suasana di dalam, Edward yang merasa kenal dengan suara itu langsung melihat ke sumber suara dan langsung meminta mereka masuk saat tahu itu Amora dan mommy nya. Bahkan Edward pun langsung memperkenalkan mereka berdua pada Pak Ansell dan juga ustadz Ali. Mereka lah keluarga Pak Edward satu satunya.
Dari pihak Pak Edward tidak ada sanak saudara karena dia anak tunggal, sedangkan Mommy nya Amora adalah adik dari mendiang istrinya. Bagi Pak Edward, mereka berdua lah yang selalu ada untuk keluarganya, dari saat istrinya dulu yang selalu sakit-sakitan dan sampai meninggal pun mereka yang selalu membantu dan mengisi kekosongan itu.
"Om apa yang terjadi?" Amora berusaha memasang mimik iba, bahkan dia langsung mencari keberadaan Vania, dia begitu penasaran seperti apa sekarang raut wajah yang selalu sombong itu, seperti apa wajah yang selalu angguk dan selalu menganggap kalau seisi dunia adalah miliknya. "Aku dengar kata warga kalau Vania menikah?" ucapnya lagi pura-pura berempati. Dan betapa puasnya dia saat melihat wajah Vania yang begitu suram tertunduk tak berdaya.
"Mas aku tak menyangka, Vania pasti terpukul." Mommy Amora ikut bersandiwara, bahkan dia langsung mendekati Vania dan duduk di sampingannya. "Vania sayang, apa kau baik-baik saja." tuturnya dengan lembut, walau tak ada jawaban dia langsung memeluk gadis itu meski tak di respon sedikitpun.
"Lepaskan!" Vania langsung menggerakkan tubuhnya, tersenyum ketir melihat tingkah wanita paruh baya ini, pandai sekali mereka mencari muka padahal dia tahu apa tujuan mereka. "Aku tidak apa-apa, jadi jangan berlebihan." tuturnya dengan dingin.
Edward yang melihat itu sampai malu sendiri, bersikap lah lebih sopan, tidaklah dia malu di depan suaminya bahkan di depan Ayah mertuanya nya. Padahal Mommy Amora sudah menganggap dia seperti putrinya sendiri. "Vania." panggilnya berusaha menasehati.
"Akh, tidak apa-apa, Mas. Mungkin Vania masih terpukul dengan kejadian ini." Mommy Amora berusaha tersenyum yang di paksakan, mempertontonkan sosok pemeran utama yang didolimi. "Lagi pula ini bukan pertama kalinya, Vania memang tidak pernah menerima ketulusan ku." ucapnya lagi.
Vania hanya bisa mengepalkan tangannya geram, memendam segala kekesalan nya dalam hati, baginya drama ini bukanlah hal yang baru, sikap seperti itu sudah bak seperti lalapan yang selalu dia santap setiap hari. "Kenapa tidak bilang saja kalau mereka senang melihat ku seperti ini. Inikan yang mereka inginkan, aku menjadi sosok yang paling jahat dan tak beradab, dan Daddy benar-benar membenci ku."
"Jadi kau suaminya Vania?" Mommy Amora kini langsung menatap pemuda itu, memperhatikan nya dengan cukup teliti dari atas rambut sampai ujung kaki, auranya memang terlihat berwibawa, berpakaian layaknya seorang anak kiyai dengan sebuah peci dan pakaian koko putih yang menambah kesan kesalehannya, "Akh, beginilah anak pesantren, walaupun tampan tetap saja tak menarik." batinnya tersenyum puas, seolah memandang remeh suami keponakan nya itu.
Bahkan Amora pun demikian, di lihat dari segi manapun baginya Alvero berlevel lebih tinggi jauh dari lelaki ini, "Aaa... Akhirnya aku bisa mendapatkan Alvero." batinnya menjerit kegirangan. Bagaimana tidak, lelaki yang begitu dia sukai yang merupakan pacar kakak sepupunya ini pasti akan berbalik hati padanya karena jelas Vania sudah menikah.
Afham hanya mengangguk, dari tadi dia terus memperhatikan Vania, dan selama percakapan itu dia bisa melihat jelas ada tekanan yang di alaminya, itu terlihat begitu jelas saat istrinya mencekam keras kedua tangannya. "Jadi anda bibi Vania dan itu putri bibi?"
"Iya. Tapi lebih tepatnya saya sudah seperti sosok Ibu untuk Vania. Jadi saya benar-benar minta maaf, seharusnya saya bisa mendidik Vania lebih baik. Saya sendiri begitu kaget, Vania sampai mabuk-mabukan separah itu apalagi sampai berbuat hal kotor. Maaf, Nak Afham malah di rugikan atas kejadian ini."
Tangan Vania semakin bergetar geram, jujur, kalau saja dia sudah tak menyayangi Daddy-nya dan tak ingin membuat beliau malu dia ingin keluar dari sana, dia muak sekali mendengar perkataan bibinya ini, jelas itu bukan sebuah perhatian melainkan penghinaan.
"Tidak, saya benar-benar tidak merasa di rugikan." Afham tiba-tiba bersuara dengan seulas senyum, dia tidak tahu seperti apa kedekatan hubungan mereka, dia hanya berusaha menenangkan Vania karena istrinya itu terlihat tidak baik-baik saja. "Sepertinya Dek Vania tidak seburuk itu." tuturnya lagi.
Vania sampai tertegun, reflek mengangkat kepala menatap sosok lelaki yang tengah membela dirinya, dia bahkan kaget saat tangan lelaki yang kini berstatus sebagai suaminya itu tiba-tiba menggenggam tangan nya dengan erat seolah sedang menguatkannya. "Kau..."
"Akh, benarkah demikian, syukurlah, padahal sebagai sosok ibu saya sampai malu atas tingkah Vania semalam, tiba-tiba hilang padahal semua orang begitu mengkhawatirkan nya."
Jika telinga Afham mendengar jelas perkataan itu, tidak dengan anggota badan yang lain, matanya melihat jelas ketidak nyamanan Vania saat melihat sorot matanya, dan hatinya mulai merasa tak nyaman saat istrinya itu, bak seperti terpojokkan. "Tidak perlu merasa malu, Bi. Sepertinya Dek Vania tidak seburuk yang bibi khawatirkan." ucapnya tanpa mengalihkan pandangan menatap Vania. "Saya yakin, Dek Vania bisa sampai di sini juga bukan karena keinginannya. Kalau tak demikian Dek Vania pasti tak akan berontak saat orang-orang yang bersamanya semalam menariknya dengan paksa untuk kembali masuk mobil,"
"Benarkah demikian?" Edward sampai kaget, dia tidak mengira sampai seperti itu karena Vania tidak mengingat apa-apa.
"Iya Dad," Afham kembali melanjutkan perkataannya, padahal tadinya dia tidak ingin mengungkit prihal ini di khalayak umum biar dia akan membicarakannya dengan Vania di waktu yang terpisah, tapi keadaan membuat dia harus mengatakan nya demi mengingatkan orang orang untuk tidak terlalu menyudutkan istrinya.
"Kalau ini memang karena keinginan Dek Vania, Dek Vania pasti akan mengingat kejadian semalam. Dan Jika memang dia sendiri yang mengkonsumsi nya. Dek Vania pasti sadar apa yang di lakukan nya adalah efek samping obat perangsang yang beraksi di tubuhnya."
"Obat perangsang?" Edward lagi-lagi di buat kaget, sungguh malang sekali nasib putrinya, dia benar-benar akan murka, dia berjanji akan memberi pelajaran bagi orang-orang yang melukai putrinya.
"Tidak mungkin sampai obat perangsang. Kau tidak mengada-ada kan?" Mommy Amora ikut menimpali, seolah ikut prihatin padahal dia ingin menangkis pernyataan Afham, tahu dari mana itu obat perangsang padahal dia hanya seorang anak pesantren yang bahkan tidak mengenal kehidupan kotor di luaran sana.
"Azzura, adik sepupu saya mahasiswa kedokteran, dia tahu betul macam-macam obat-obatan, dan efek samping obat tersebut, semalam saat Dek Vania pingsan, Azzura memeriksa nya dan itulah yang dia temukan setelah dia melakukan pemeriksaan. Untuk lebih meyakinkan, sebaiknya Daddy memeriksa cctv terakhir Dek Vania berada, untuk mencari tahu semuanya."
"Oh, tidak. Kenapa suami Vania begitu berbahaya." Amora hanya bisa kutar ketir dalam hati, jangan sampai terbongkar dan ada bukti, dia benar-benar harus bergerak cepat menghubungi Jasmine untuk membereskan semuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Moh Yasin
klu orang jahat pasti kalah ama yg baik
2024-08-14
0
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
bereskan saja semampu mu Amora, karna kamu salag cari lawan 😆
Kamu cuman anak ingusan mau cari gara² sama si Daddy yg Holang Terpandang 🤭🤭
2023-12-29
3
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Mampus kau Amora, tinggal tunggu waktu aja 🤭
2023-12-29
0