Amora terlihat baru memarkirkan mobilnya, setelah tadi siang berusaha payah mencari alasan untuk pulang kini dia kembali lagi ke pesantren karena Mommy nya begitu kekeh ingin ikut mengantar Vania ke rumah suaminya.
"Mom, tunggu dulu." Amora kembali mengunci mobilnya saat ibunya terlihat begitu terburu-buru ingin keluar. "Om Edward tidak akan tahu kan kalau kejadian Vania kemarin ulah kita?" tanyanya memastikan.
Pasalnya tadi saat dia menyuruh orang untuk menghilangkan rekaman cctv di bar guna untuk menghilangkan bukti, malah kedahuluan oleh orang-orang Om Edward yang terlebih dulu meminta rekaman cctv itu. Alhasil keadaan mereka benar-benar bisa terancam.
"Jangan takut, Amora. Kau tidak akan terseret, hanya orang-orang Jasmine yang akan kena getahnya. Mommy bisa jamin itu."
Mommy Amora begitu percaya diri, meskipun mereka terseret pasti ada jalan keluar dari masalah itu, yang penting sekarang mereka harus melihat seperti apa kehidupan yang akan di alami Vania. Semoga setelah keluarnya Vania dari kediaman Edward, mereka perlahan bisa menguasai kekayaan Om Edward yang sudah mereka incar sejak dulu.
...**...
Sementara itu keadaan di pesantren, pengajian telah selesai, para tamu undangan dan para warga sudah mulai keluar dari majelis setelah mengikuti pengajian yang pesantren adakan, kajian tausiyah dari ustadz Ali dalam rangka tasyakuran pernikahan anggota keluarga pesantren, yakni Afham beserta Vania yang tadi siang baru di gelar.
Dari sebagian warga ada yang belum tahu tentang kabar semalam membuat mereka bertanya tanya, sosok Gus Afham yang tak pernah terdengar kabarnya dekat dengan seorang wanita tiba-tiba sudah menikah saja, membuat mereka kaget saat mendengar kabar ini.
Bahkan persepektif warga pun mulai bermunculan, dari mulai menjelekkan Afham karena tak mengira bisa terlibat zina, dan ada pula yang membela nya dan meluruskan cerita semalam, membuat suasana di majelis sedikit bergemuruh oleh percakapan itu.
Ada juga yang menjelek-jelekkan Vania sampai berakhir membandingkan mereka yang jauh berbeda sampai menyayangkan pernikahan ini. Bahkan ada yang begitu blak-blakan menjelekkan dan menyayangkan pernikahan ini.
"Bukannya keluarga ustazah Aisyah terlalu baik, masa iya mau menerima menantu seperti itu. Kasihan sekali Nak Afham, pasti dia terpaksa menikahi wanita yang suka mabuk-mabukan itu."
Celotehan warga mulai terdengar begitu jelas di telinga Vania, bagaimana tak terdengar, para warga kini sedang mendekat ke arah dia untuk menyalami Ummi Aisyah dan orang-orang pesantren yang ada di sekelilingnya. Bahkan dia menjadi tak percaya diri, pantaskah dia ada di sekeliling orang-orang baik ini.
"Astaghfirullah, ya Allah." Vania sampai terhenyak, dia sadar dia memang pendosa. Dia terima perkataan itu karena memang benar adanya tapi kenapa hatinya begitu sakit. "Apakah Engkau akan mengampuni dosa-dosa hamba, Ya Allah."
Khumaira yang sama-sama mendengar celotehan itu langsung mendekati Vania, dia tahu sahabatnya mulai insecure karena terlihat jelas dari raut wajahnya. Tapi tidak harus demikian, "Tak apa-apa, justru kau harus bersyukur, kau begitu sepesial Vania, begitu banyak teguran yang mana semua itu semata kasih sayang Allah agar kau senantiasa mengingat, Nya."
"Iya." Vania langsung tersenyum sambil merangkul tangan sahabatnya ini, memang adik kakak yang terlahir dari ajaran agama yang begitu kental, setiap kata-kata mereka selalu menenangkan, membuat dia kembali mengingat nasehat Kak Afham tadi, meski semuanya terasa pahit, ini adalah sebuah obat agar dia bisa sembuh dan kembali berjalan di jalan yang benar. "Tapi ngomong-ngomong, apa Kak Afham terpaksa menikahi ku?"
Vania tiba-tiba langsung menatap Sifa, dengan ekspresi wajah yang begitu serius, bagaimana pun celotehan para warga tetap membuat dia penasaran, siapa tahu, jika tadi Kak Afham tidak mengatakan apa-apa mungkin suaminya itu curhat pada adiknya.
"Aisst..." Khumaira sampai reflek menyentil kening Vania, dia kira Vania tadi mendengarkan dengan jelas tausiyah dari paman Ali, tapi sepertinya tidak demikian, buktinya kakak iparnya itu masih mempertanyakan hal yang seharusnya tak di tanyakan lagi, "Kau begitu pintar saat di kampus, tapi kenapa kau polos sekali dalam hal ini." omelnya lagi berusaha memecah fokus Vania dari ocehan para warga.
"Sakit tahu, aku kan hanya bertanya." Bak seorang anak yang sedang merengek. Vania sampai langsung mengelus keningnya dengan wajah yang begitu polos, masalah nya bukan dia tidak mendengar ceramah ustadz Ali, dia hanya penasaran.
"Vania. Pernikahan merupakan ikatan yang suci bagi sepasang suami istri. Pernikahan juga sebuah komitmen antara laki-laki dan perempuan. Maka ikatan itu tidak mungkin di dasari paksaan dan ketidak sukaan. Sebuah pernikahan di bangun atas dasar cinta dan kasih sayang. Dan Kak Afham pasti lebih tahu tentang itu, karena di antara tujuan pernikahan adalah meraih sakinah mawadah warahmah, jadi tidak mungkin Kak Afham terpaksa menikahi mu."
Khumaira berusaha menjelaskan kembali tausiyah yang tadi pamannya sampaikan, bukan hanya karena pernikahan itu adalah sebuah sunah rasul, ada banyak pula hikmah di dalam nya. Di antara, adalah pelajaran untuk kita bahwa Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan pasangan supaya kita mengingat akan kebesaran Allah.
"Cinta? Kita bahkan tidak saling mengenal. Bagaimana bisa Kakak mu mencintai ku?"
"Astaghfirullah, Vania. Cinta itu bukan hanya sekedar rasa suka, menye-menye layaknya ABG yang banyak tingkah. Tingkat cinta bagi Kak Afham sudah berbeda, baginya bukti cinta yang paling besar adalah saling menjaga untuk mendekatkan diri pada Allah. Dan kau bisa rasakan sendiri, adakah cinta dan kasih sayang yang sudah Kak Afham curahkan kepada mu?"
"Entahlah."
Argh.... Khumaira mulai frustasi, haruskah dia karungi saja sahabat nya ini dan dia buang jauh-jauh, kenapa masih belum peka juga. "Vania sayang. Kau belum sadar juga. Lihat keadaan dirimu sekarang, Kak Afham selalu berusaha membuat mu menjadi lebih baik, terus menasehati mu, terus membimbing mu. Berharap besar kau bisa berubah dan berhijrah bukannya itu jelas rasa cintanya untuk mu. Bahkan tanpa di perjelas pun saat dia mulai menerima qabul dari Daddy mu sejak itu lah rasa cinta nya di luapan pada mu." tuturnya dengan jelas.
Vania sesaat terdiam, benarkah demikian, tapi baginya kenapa definisi cinta yang Khumaira jelaskan berbeda dengan apa yang dia rasakan, baginya cinta itu rasa ketertarikan pada lawan jenis nya yang membuat nya ingin memiliki sosok yang dia sukai.
"Kenapa diam. Apa kau masih belum yakin?" Khumaira kembali bicara karena sahabatnya itu hanya diam saja, benar-benar otak dengkul yang butuh teguran atau mungkin membutuhkan bukti nyata. "Haruskah aku tanyakan langsung pada orangnya?" ucapnya lagi sambil tersenyum jahil saat melihat sosok Abang nya yang baru terlihat keluar dari aula majlis laki-laki. "Bang Afham sini!" teriaknya sambil melambaikan tangan.
Sontak Vania sampai kaget, "Tidak harus sampai segitunya Sifa. Iya, aku percaya. Jadi jangan bertingkah macam-macam."
Vania malah tersenyum dan malah berbisik menggoda Vania. "Lihat! Bang Afham langsung berjalan ke sini saat tahu kau juga ada di sini. Padahal biasanya meski aku sudah memanggilnya sampai tiga kali pun dia tidak pernah mempedulikan ku." ucap nya menceritakan. Dia bahkan langsung meregangkan posisinya dari Vania saat Abang nya sudah semakin dekat. "Dah ya, aku pergi." ucapnya lagi sambil menyeringai.
"Aisst, Si-sifa." Vania sampai kalang kabut sendirian, benar-benar sahabat menjengkelkan, bisa-bisanya adik ipar nya itu kembali mengerjainya, setelah berteriak memancing perhatian orang lain dia langsung pergi begitu saja. Dia jadi malu sendiri terlebih saat Afham sudah berdiri tegak di depannya saat itu pula orang-orang mulai memperhatikan dia dan suaminya ini.
"Ada apa, apa terjadi sesuatu?" Afham langsung bertanya, dan saat gadis itu terus menunduk dia mulai mendekatkan tubuhnya merangkul istrinya itu dan perlahan mengecup kening nya. "Jangan terus berdiri di sini. Ayo kita kembali ke rumah!" ajaknya dengan begitu lembut.
Vania sampai tertegun, apa yang barusan terjadi. Suaminya ini benar-benar merangkulnya dalam kehangatan, bahkan kecupannya bak sebuah obat yang menyingkirkan kegelisahan nya akan nyinyiran warga-warga tadi.
Bukan hanya Vania yang meloyot akan tingkat romantis Afham, para ibu-ibu yang tadi bergosip ria menjelekkan Vania dan mengira Afham terpaksa menikahi nya, sampai terbungkam sendiri. Pemandangan di depan mereka benar-benar bak tamparan keras bagi mereka untuk tak lagi berburuk sangka kepada orang lain.
Bahkan tak sedikit dari ibu-ibu itu kembali terkagum-kagum pada sosok Afham. "Masyaallah. Ya Allah, Tolong kirimkan satu saja menantu yang baik dan tampan nya seperti Gus Afham." ucapnya hampir meneteskan air liurnya. Kurang apa coba pemuda itu, sudah Soleh, pintar, tampan, kaya raya pula. Hanya mungkin kurangnya pemuda seperti itu pasti tidak ada duanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Moh Yasin
ah aku jadi halu
2024-08-15
0
ardan
luar biasa, author mampu memberikan definisi yg begitu indah perihal cinta.
suka banget thor, cakepppp 😊👍
2024-03-12
4
aaa sweet sekliiii
2024-02-28
0