Saling membantu.

Di sebuah kamar hotel, Alvero terlihat sedang duduk ria bersenda gurau sambil meneguk minuman beralkohol di temani seorang wanita penghibur yang tengah duduk di sampingnya, bahkan bukan hanya duduk, wanita penghibur itu mulai menggerayangi tubuh nya dan merayu nya dengan mesra. Lelaki itu bak mendapatkan kenikmatan dunia yang tiada dua, bisa bersuka ria di atas kekuasaan dan kekayaan dalam genggamannya.

"Tuan." Sekretaris Alvero terlihat masuk, menunduk malu melihat kelakuan atasannya itu, mengaku-ngaku sebagai calon suami  Nona Vania tapi di belakang bermain gila. Kalau saja posisinya tidak dalam tekanan keluarga Atmajaya, dia ingin sekali melaporkan kelakuan bejat atasannya ini pada Pak Edward agar lelaki ini di tendang saja dari perusahaan.

"Non Vania, kasihan sekali. Seharusnya Non di jauhkan dari lelaki seperti ini." Sekertaris itu hanya bisa mengeluh dalam hati, setelahnya dia mulai melaporkan tugasnya.

"Katanya non Vania sudah di temukan, dan Pak Edward sudah terlihat pulang ke mansion." ucapnya menceritakan. 

Alvero hanya tersenyum, "Begitukah." timpalnya dengan begitu santai. Entah apa yang terjadi pada gadis itu, dari kemarin sore tidak ada kabar dan tak bisa di hubungi. Bahkan saat kemarin malam dia mendengar kabar kalau calon istrinya itu menghilang, membuat dia semakin pusing, mengganggu ketenangan nya saja. 

"Tumben sekali dia tidak menghubungi ku." gumamnya langsung meneguk gelas alkohol nya. Sedikit heran juga, karena biasanya gadis itu setiap menit selalu menghubungi nya. 

"Kau sudah bilang pada Pak Edward kalau aku belum mengunjungi nya karena sibuk kan?" ucapnya lagi pada sekretaris nya. Dia harus terlihat baik meski sejujurnya dia sudah muak terus berpura-pura mencintai gadis itu.

"Sudah Tuan. Tapi Pak Edward tidak bicara apa-apa, beliau langsung masuk dan terlihat begitu lelah." Sekertaris itu langsung mengiyakan apa yang di tugaskan padanya, tapi dia tidak mau menceritakan lebih dari itu, bahkan dia enggan menceritakan kalau Non Vania tidak terlihat pulang bersama Pak Edward. Percuma dia menceritakan itu karena atasannya saja tak mempedulikan nya sama sekali.

"Kalau Pak Edward bertanya, bilang saja seharian ini aku sibuk menghadiri persentase penting yang tak bisa di undur." Alvero kembali memberi perintah. Sejujurnya dia benar-benar bersyukur Vania menghilang dan membuat Pak Edward kelimpungan, dia jadi bisa memegang kuasa dan membuat keputusan sesukanya tanpa meminta pendapat bapak tua itu.

"Iya, baik Tuan. Tapi bagaimana saya harus menjawab kalau Pak Edward bertanya soal hasilnya. Bagaimana kalau Pak Edward keberatan dengan keputusan, Tuan." Sekretaris itu kembali bertanya, pasalnya kalau menurut dia produk yang tadi di tawarkan begitu menarik bahkan bisa menambah nilai tinggi untuk hotel mereka, tapi atasannya itu malah menolak mentah-mentah.

"Aisst, kenapa mempersulit itu hah. Bilang saja kalau itu penghamburan. Produk itu benar-benar tak menarik dengan harga yang sangat tinggi." Alvero menjawab dengan kesal, tidak bisakah jangan banyak tanya dan turuti saja perintahnya. Dia tahu jumlah dana khusus untuk kemajuan hotel menduduki saldo paling tinggi, bahkan sekalipun dia menerima produk itu dia bisa langsung membayar semuanya dengan sangatlah mudah. 

Tapi bukannya akan lebih menguntungkan kalau dana itu dia gunakan untuk keperluannya sendiri. Tugasnya di perusahaan hanya untuk mendapatkan kekuasaan dan kedudukan tinggi, sedangkan untuk kemajuan hotel itu bukan urusannya, dia tidak ingin di buat repot akan hal itu.

"Jangan banyak tanya lagi, dan lakukan saja apa yang ku suruh. Pergilah, kau benar-benar menganggu." Alvaro langsung mengusir sekretaris nya tanpa ampun, dia ingin segera melampiaskan gairah nya yang sedari tadi sudah dia tahan. Meski kesal harus melampiaskan hasratnya pada wanita penghibur seperti ini, ini jauh lebih baik karena Vania sekalipun tak pernah mau di ajak tidur oleh nya.

Sementara itu, Vania terlihat baru keluar kamar mandi setelah dia membersihkan tubuhnya, sungguh terasa begitu segar berendam di air hangat setelah begitu banyak hal yang dia lalui hari ini. Dia bahkan tak sadar begitu lama ia di dalam sana.

Dia kini langsung celingukan mencari sosok Afham, saat sebelum dia mandi suaminya itu bilang bisa mencarinya di ruang kerja di pintu bagian ke dua. Bahkan sebelum masuk kamar mandi suaminya itu menjelaskan satu persatu ruang itu. 

"Wah, benar-benar berfungsi." Vania tersenyum, serasa mendapat mainan baru. Hanya dengan menempelkan tangannya semua akses pintu benar-benar terbuka dengan sendirinya. Dari mulai kamar mandi, ruang pakaian, bahkan kini ruang kerja suaminya.

"Assalamualaikum, Kak." Dengan perlahan dia masuk dan menit selanjutnya kini matanya melihat sang suami yang tenang duduk di sebuah kursi meja kerja di mana ada sebuah monitor di depannya. 

"Waalaikumsalam." Afham langsung menengok ke sumber suara, detik selanjutnya dia langsung tersenyum diam tanpa kata menatap istrinya itu dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. "Masyaallah..."

Pakaian tidur nya terlihat begitu seksi, celana nya hanya sampai setengah paha dan atasannya lengan pendek dengan kancing baju bagian atas yang tak di pasang sepenuhnya. Bahkan rambutnya pun terlihat masih basah, air itu sampai menetes membasahi leher jenjangnya.

"Kak," Vania kembali memanggil Afham karena sedari tadi hanya terdiam menatapnya, dia jadi malu sendiri kan. Dan lagi-lagi mengumpat adik iparnya karena membelikan baju tidur yang sangat begitu sopan, bahkan kancing atasnya pun copot entah kemana. Apa tak sekalian saja belikan dia baju yang transparan. 

"Maaf, apa ada Hair Dryer?" tanyanya tanpa mempedulikan penampilan nya, toh ini di dalam kamar, dan hanya suaminya yang melihat itu, jadi dia bebas berpakaian seseksi apapun, "Maaf Kak, rambutnya masih sangat basah dan aku tidak bisa mengeringkan nya tanpa alat itu." ucap nya lagi.

"Tunggu sebentar." Afham langsung bangkit, perasaan di kamarnya ada alat itu karena Khumaira pernah membelikan nya cuma dia tak pernah memakainya. Dan setelah alat itu di temukan dia kembali bingung harus menyambungkan setrum nya di sebelah mana, dia tidak mempunyai meja rias seperti yang ada di kamar adiknya, "Di sini saja Dek."

Vania kini mendekat, sedikit ragu karena itu meja kerja sang suami bahkan tadi suaminya itu duduk di sana. Dan setelah dia duduk dan hendak bermaksud mengambil hairdryer nya, malah kalah cepat oleh pergerakan Afham yang hendak membantunya. "Kak."

"Duduklah biar ku bantu." 

Vania sampai tersenyum, Kak Afham kini benar-benar berdiri di belakang nya, satu tangan nya memegang hairdryer dan satunya lagi menggeraikan rambutnya, bahkan sentuhan lembut tangannya mulai terasa  begitu nyaman menyela setiap helai rambutnya. "Kak!" dia kini mulai bicara menghilangkan kesunyian di ruangan itu.

"Hem..."

"Tadi kenapa Kakak tiba-tiba bertanya soal Alvero?" Walau ragu kembali membahas lelaki itu tapi Kak Afham pasti bertanya bukan tanpa alasan. Dan tadi pertanyaan belum terjawab.

"Aku baru tahu kalau Daddy yang mengakusisi hotel di mana aku mengajukan proposal, dan aku di beri tahu bawahan ku kalau Alvero sang general manager hotel yang menolak produk itu." 

Vania sampai kaget, dia memang yang memberikan posisi itu pada Alvero, tapi dia tidak meminta lelaki itu untuk bertingkah sesukanya, "Maaf. Sepertinya Daddy pun belum tahu tentang ini." Rasanya tak enak hati mengetahui fakta itu. Padahal kalau langsung pada sang Daddy produk itu pasti akan langsung di terima dengan senang hati.

"Kenapa malah minta maaf. Adek tak salah. Mungkin kemarin bukan waktunya saja," Afham menimpali dengan begitu santai, tidak ada yang harus di sayangkan, "Itu kemarin, tidak untuk selanjutnya karena aku akan kembali mengajukan proposal itu. Tapi sekarang akan langsung melalui jalur singkat." timpalnya lagi sambil fokus menggeraikan rambut Vania yang kini sudah kering sepenuhnya.

"Jalur singkat?" Vania sampai terheran-heran dan kembali mengucap kata itu. Dan detik selanjutnya dia dibuat kaget karena ternyata yang dia duduki kursi putar sampai kini dia sudah berubah posisi duduk menghadap suaminya yang perlahan setengah jongkok di depan nya.

"Iya, kini aku akan langsung mengajukan proposal nya pada putri dari sang penguasa hotel itu, yang merupakan istriku sendiri." Afham sampai tersenyum kecil mengucapkan itu, terus menatap wajah yang sama-sama sedang tersenyum menatapnya. "Persentase nya sudah di jelaskan oleh Khumaira, dan sekarang bagaimana tanggapan adek. Menurut Adek proposal aku di terima atau tidak." lanjutnya lagi sambil perlahan meraih kedua tangan Vania dan menggenggamnya nya.

Vania malah tersenyum kecil, bukankah posisi ini malah seperti dia sedang di lamar Afham, dan Afham sedang menunggu jawaban nya. "Emh. Aku terima. Tapi tetap Daddy yang memutuskan nya. Namun insyaallah aku akan membantu untuk hasil yang terbaik." jawabnya dengan pasti. Meski dia tidak punya kuasa di perusahaan sang Daddy dia akan berusaha membantu suaminya.

Vania benar-benar akan bersungguh-sungguh, mengingat kembali nasehat yang di jelaskan paman Ali dalam tausiyahnya di pesantren waktu itu, beliau menjelaskan;

'Hunna libasul lakum wa antum libasul lahunna (dia para istri adalah pakaian bagimu para suami, dan engkau para suami adalah pakaian baginya.). Yang mana, banyak sekali mak'na dari sebuah pakaian, dan di antaranya sebagai simbol kedekatan, dan saling membutuhkan. Suami Istri harus memiliki sifat responsif, dalam hal ini suami istri berperan sebagai partner dalam menjalin kehidupan, saling membantu, saling menopang, dan saling meringankan.

Mengingat apa yang di ceritakan Khumaira, bahwa produk baru Kak Afham ini sudah di usahakan dengan cukup matang bahkan dengan modal yang sangat besar, sebisa mungkin dia akan membantunya.

Mendengar itu Afham sampai tersenyum bangga. perlahan mengecup punggung tangan sang istri, berterima kasih jika memang mau membantunya, tapi terlepas dari itu, ada hal yang harus istrinya bereskan lebih awal.

"Dek, alangkah baiknya jika adek bicara pada Alvero. Adek sekarang istri ku, dan sebelum itu adek memiliki hubungan dengan lelaki itu, dan untuk menjaga silaturahmi yang baik adek harus mengakhirinya dengan baik-baik."

Vania sesaat terdiam, ucapan suaminya itu benar, tapi dia bingung harus bagaimana. "Menurut Kak Afham, bagaimana baiknya?"

"Buat jadwal dengan nya. Biar kita temui dia bersama." Afham hanya bisa berusaha memberikan yang terbaik, Vania sudah bertekad untuk berhijrah, dan dia harus perlahan melepas segala belenggu masa lalunya.

Terpopuler

Comments

Moh Yasin

Moh Yasin

mantaaap

2024-08-15

0

Berkah Kafa Jaya

Berkah Kafa Jaya

Syg nya Yakin tak d jual musti Berikhtiar untuk diri🌟

2024-01-13

1

Nur Zana Zana

Nur Zana Zana

lanjut Thor 😊

2024-01-03

0

lihat semua
Episodes
1 Terdampar di Pesantren.
2 Flashback; Amukan Warga
3 Orang tua, Vania.
4 Restu dari wali.
5 Suami Istri
6 Menguatkan.
7 Belajar saling mengenal.
8 Tekanan mental.
9 Bak sebuah obat yang pahit.
10 Harus berubah seratus delapan puluh derajat.
11 Menutup aurat.
12 Cinta.
13 Jodoh tak terduga.
14 Pulang.
15 Urusan mendesak.
16 Harus meringankan beban suami.
17 Akan berusaha menjadi istri yang baik.
18 Saling membantu.
19 Sepertiga malam.
20 Berkencan.
21 Keadaan di kantor.
22 Bodyguard berlebel suami.
23 Percekcokan.
24 Cahaya dalam gelap.
25 Menjaga kehormatan.
26 Penanda tanganan proposal.
27 Permintaan.
28 Di tinggal ke Pesantren.
29 Batal Wudhu.
30 Sosok Imam yang baik.
31 Tragedi pagi hari.
32 Berita murahan.
33 Suasana Kampus.
34 Teman laki-laki.
35 Jadwal Donasi.
36 Berikhtiar dan berdoa.
37 Harus Seimbang.
38 Menunggu.
39 Balas dendam terbaik.
40 Berbelanja.
41 Jajan tanpa bawa uang.
42 Bayar hutang.
43 Berusaha.
44 Nasehat dalam sebuah hinaan.
45 Endrosan.
46 Pertemuan tak terkira.
47 Takut jarum suntik.
48 Rencana ke Pesantren.
49 Perjalanan ke pesantren.
50 Serangan tak terkira.
51 Para bodyguard.
52 Kelicikan Alvero.
53 Calon kakak ipar tidak jadi.
54 Cemburu nya seorang istri.
55 Cemburu tandanya cinta.
56 Mendengarkan Ceramah.
57 Terkuak.
58 Pertemukan dengan Amora.
59 Kecaman untuk Amora.
60 Amora yang Malang
61 Belajar hadist.
62 Persiapan resepsi.
63 Walimah itu Sunnah.
64 Rencana Amora.
65 Nasehat untuk Amora.
66 Sudah seperti keluarga.
67 Banyak yang di pelajari.
68 Keluar kota.
69 Sepasang Insan yang berbeda.
70 Nasehat Vania.
71 Nasehat Azzam
72 Belajar memasak.
73 Mencintai karena Allah
74 Penyesalan Amora.
75 Bertaubat lah.
76 Menemui Vania.
77 Ustadzah Vania
78 Bantuan Azzam.
79 Ujian.
80 Tugas mendadak.
81 Bukan wanita baik-baik.
82 Rezeki adalah ujian.
83 Tidak bisa di hubungi.
84 Hembusan angin.
85 Prosedur pertanggungjawaban.
86 Fastabiqul khairat.
87 Menasehati Rosa.
88 Setiap kesalahan adalah sebuah pelajaran.
89 Persiapan keluar kota.
90 Melepas Rindu.
91 Kebersamaan itu indah.
92 Gadis Malang.
93 Jalan terbaik.
94 Tersedak angin.
Episodes

Updated 94 Episodes

1
Terdampar di Pesantren.
2
Flashback; Amukan Warga
3
Orang tua, Vania.
4
Restu dari wali.
5
Suami Istri
6
Menguatkan.
7
Belajar saling mengenal.
8
Tekanan mental.
9
Bak sebuah obat yang pahit.
10
Harus berubah seratus delapan puluh derajat.
11
Menutup aurat.
12
Cinta.
13
Jodoh tak terduga.
14
Pulang.
15
Urusan mendesak.
16
Harus meringankan beban suami.
17
Akan berusaha menjadi istri yang baik.
18
Saling membantu.
19
Sepertiga malam.
20
Berkencan.
21
Keadaan di kantor.
22
Bodyguard berlebel suami.
23
Percekcokan.
24
Cahaya dalam gelap.
25
Menjaga kehormatan.
26
Penanda tanganan proposal.
27
Permintaan.
28
Di tinggal ke Pesantren.
29
Batal Wudhu.
30
Sosok Imam yang baik.
31
Tragedi pagi hari.
32
Berita murahan.
33
Suasana Kampus.
34
Teman laki-laki.
35
Jadwal Donasi.
36
Berikhtiar dan berdoa.
37
Harus Seimbang.
38
Menunggu.
39
Balas dendam terbaik.
40
Berbelanja.
41
Jajan tanpa bawa uang.
42
Bayar hutang.
43
Berusaha.
44
Nasehat dalam sebuah hinaan.
45
Endrosan.
46
Pertemuan tak terkira.
47
Takut jarum suntik.
48
Rencana ke Pesantren.
49
Perjalanan ke pesantren.
50
Serangan tak terkira.
51
Para bodyguard.
52
Kelicikan Alvero.
53
Calon kakak ipar tidak jadi.
54
Cemburu nya seorang istri.
55
Cemburu tandanya cinta.
56
Mendengarkan Ceramah.
57
Terkuak.
58
Pertemukan dengan Amora.
59
Kecaman untuk Amora.
60
Amora yang Malang
61
Belajar hadist.
62
Persiapan resepsi.
63
Walimah itu Sunnah.
64
Rencana Amora.
65
Nasehat untuk Amora.
66
Sudah seperti keluarga.
67
Banyak yang di pelajari.
68
Keluar kota.
69
Sepasang Insan yang berbeda.
70
Nasehat Vania.
71
Nasehat Azzam
72
Belajar memasak.
73
Mencintai karena Allah
74
Penyesalan Amora.
75
Bertaubat lah.
76
Menemui Vania.
77
Ustadzah Vania
78
Bantuan Azzam.
79
Ujian.
80
Tugas mendadak.
81
Bukan wanita baik-baik.
82
Rezeki adalah ujian.
83
Tidak bisa di hubungi.
84
Hembusan angin.
85
Prosedur pertanggungjawaban.
86
Fastabiqul khairat.
87
Menasehati Rosa.
88
Setiap kesalahan adalah sebuah pelajaran.
89
Persiapan keluar kota.
90
Melepas Rindu.
91
Kebersamaan itu indah.
92
Gadis Malang.
93
Jalan terbaik.
94
Tersedak angin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!