Edward menunduk, menghela nafas panjang sambil perlahan menutup matanya, malu bukan main setelah dia mendengar penjelasan tentang apa yang terjadi pada Vania, sungguh dia benar-benar tak mampu berkata-kata saking malunya. Vania memang anak nakal, tidak mengenal agama sedikitpun, bahkan dirinya sendiri tak jauh berbeda dengan putrinya.
"Dad, Daddy tidak akan mengizinkan aku di nikahi dia kan?" Vania kini angkat bicara, heran sendiri karena sedari tadi Daddy nya itu hanya diam tanpa kata, tolong bicaralah dan bela dirinya, dia tidak ingin di nikahi lelaki yang bernama Afham itu. "Dad!" panggilnya lagi karena sang Daddy benar-benar tak menggubris perkataan nya.
"Sebelumnya saya meminta maaf sebesar-besarnya atas kecerobohan dan kebodohan putri saya yang telah membuat kekacauan, bahkan membawa aib untuk keluarga Pak Ansell. Vania bukan anak baik, bahkan saya sendiri bukan orang baik seperti Pak Ansell sekeluarga, apa tidak keberatan Nak Afham harus menikahi putri saya yang begitu banyak kekurangan bahkan seorang pendosa."
Hanya itu yang bisa Edward lontarkan, baginya yang merupakan wali dari Vania tidak keberatan jika putrinya akan di nikahi oleh Nak Afham, malah sebaliknya dia akan begitu senang, namun dia begitu malu jika Vania harus menjadi menantu keluarga mereka, takut putrinya itu malah akan menyusahkan.
"Tidak apa-apa Pak, saya sudah bertekad untuk bertanggung jawab, bagaimana pun saya akan menikahi, Dek Vania." Afham menjawab dengan lugas, padahal awalnya dia mengira proses ini yang akan berat untuk di lewati mengingat ini sebuah pernikahan karena kecelakaan, tapi rupanya Pak Edward bisa mengerti bahkan lebih menghargai sang Abie. "Insyaallah saya akan berusaha menjadi imam yang baik untuk Dek Vania." ucapnya dengan begitu tegas.
Iya. Seorang suami adalah sosok iman untuk istrinya, dimana peran seorang makmum akan mengikuti dan berjalan searah menuju ridho-Nya, seburuk ataupun sebagus apa seorang makmum, sosok iman lah yang akan membimbing nya. Afham yakin, seperti apapun seorang yang akan menjadi makmum nya, Allah telah menitipkan amanah untuk dia agar bisa membimbing nya. Dia di beri pelajaran kalau dia memiliki tanggung jawab dan kewajiban.
"Tapi Vania tidak mau, Dad." Vania kini sampai meninggikan suaranya, tolong mengerti dirinya, meski Daddy nya sudah saling mengenal dengan keluarga mereka, mereka tetap asing untuk nya. Terlebih dia sudah memiliki kekasih bahkan mereka sudah berencana untuk lebih serius ke jenjang pernikahan.
"Vania." Edward malah semakin malu, tidakkah putri nya sadar bahwa posisinya sekarang bukan untuk menolak, seharusnya putrinya bersyukur. Nak Afham masih mau menjaga Marwah nya dengan cara menikahi nya, padahal jelas sejujurnya dirinya lah yang salah. Kurang baik apa coba Nak Afham memperlakukan nya. "Maaf Nak Afham, boleh saya bicara berdua dulu dengan putri saya." ucapnya minta izin.
"Oh, silahkan Pak." Afham langsung menatap Azzura, mengisyaratkan kepada adik sepupu nya itu untuk menunjukkan ruangan kosong untuk mereka berdua.
Vania kini mulai duduk di tepi ranjang sebuah kamar yang menurut nya ini begitu lusuh, jauh berbanding dengan kamar miliknya yang begitu mewah, dia sampai risih, memikirkan nya saja dia begitu enggan menjadi bagian keluarga besar ini.
"Kenapa Daddy tidak langsung membawa ku pulang saja, aku sudah tidak nyaman terus berlama-lama di sini, Dad."
"Vania." Edward mulai geram, kini dia berani membentak Vania saat mereka hanya berdua saja. "Bisakah kau hilangkan sikap egois mu itu. Kau beruntung, mereka orang-orang baik, mereka masih mau menerima desakan warga untuk menikahi mu, meski mereka tahu kau bukan anak baik-baik." Dia sampai mengelus dada, rupanya dia sudah terlalu jauh membimbing Vania di jalan yang salah.
Semenjak kematian istrinya dia benar-benar kehilangan arah dan rupanya Vania pun merasakan keterpurukan yang sama sampai melampiaskan kesedihannya dengan hidup sesukanya. Dia malu menjadi sosok Ayah yang tidak bisa membimbing putri semata wayangnya ini.
"Tapi, Dad. Vania sudah mempunyai kekasih. Vania sudah memiliki masa depan Vania sendiri."
"Kau pikir itu penting sekarang hah?" Edward lagi-lagi marah, setelah dia bentak pun putrinya itu tidak berpikir sedikitpun, "Kau masih memikirkan lelaki yang belum pasti itu di saat kau telah menghancurkan martabat orang lain. Kau tiba-tiba datang ke sini dengan keadaan mabuk dan kau malah berulah dengan sesukanya, menyeret seorang pria baik-baik sampai menarik persepektif warga padahal Nak Afham tidak berbuat apa-apa, apa kau benar-benar tidak punya hati."
Argh... Rasanya Edward sudah di buat geram, tak habis pikir dengan putrinya ini kenapa begitu keras kepala, bahkan yang membuat dia lebih heran kenapa pula putrinya ini bisa jauh-jauh sampai di sini, dan berakhir mempermalukan nya. "Siapa mereka, siapa yang semalam bersama mu dan meninggalkan mu begitu saja?"
"Vania tidak ingat, Dad." Vania hanya tertunduk, dia kini sadar Daddy-nya benar-benar sedang marah, mungkin kalau mereka sedang tidak di rumah orang lain Daddy-nya itu pasti akan langsung mengurungnya di kamar agar dia bisa introspeksi diri atas kesalahannya. "Yang Vania ingat, tubuh Vania tiba-tiba merasa panas, saat lelaki itu datang tubuh Vania reflek ingin melampiaskan sesuatu yang terasa aneh di tubuh Vania, setelah itu Vania tidak ingat apa-apa lagi." ucapnya malu, jujur dia sendiri heran kenapa dia sampai hilang kesadaran separah itu.
"Aisst..." Edward sampai berdecak, sudah pasti ada yang janggal dengan kejadian ini, namun dia benar-benar bersyukur lelaki itu adalah nak Afham, dia tidak bisa membayangkan bagaimana akhir nasib putrinya ini kalau itu lelaki lain. "Jangan terus memanggil nya dengan sebutan lelaki itu, panggil yang sopan, dia adalah calon suami mu!"
"Dad!"
"Diam, atau kau memang memilih hukuman lain dan di rajam warga kampung di sini."
"Tidak mau, Dad." Suara Vania semakin sendu, kini dia benar-benar tak bisa berbuat apa-apa, sang Daddy yang merupakan harapan satu-satunya malah sama-sama mendesaknya mengikuti kemauan warga, tidak ada jalan keluar lain, dia benar-benar harus menerima pernikahan ini. "Maafkan, Vania, Dad."
"Jangan hanya minta maaf pada Daddy, minta maaf juga pada Nak Afham beserta keluarga besar nya."
Vania dan Pak Edward sudah kembali berkumpul dengan keluarga Pak Ansell, sosok Vania yang angkuh kini benar-benar menghilang, gadis itu kembali duduk di depan Afham tanpa mengangkat kepalanya.
"Maaf, Vania minta maaf." ucapnya tiba-tiba tanpa mengangkat kepalanya. Antara malu dan hati yang masih kesal, dia benar-benar tak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengikuti alur yang sudah terjadi. "Vania bersedia, menikah." Walau terpaksa, dia benar-benar tidak bisa kabur dalam situasi ini.
Orang-orang yang ada di sana sampai bernafas lega, bagaimana pun lebih cepat lebih baik, sebelum para warga kembali memperbesar masalah yang ada.
"Baiklah, karena semuanya sudah siap. Mari kita mulai ijab qobul nya." Ustadz Ali kini mulai mengondisikan semuanya. Meski ini pernikahan yang mendadak segala sesuatu harus di siapkan dengan baik.
Pak penghulu sudah ada karena sedari tadi warga sudah memanggil nya, Pak Edward sebagai wali sudah siap dengan posisinya, begitupun dengan para saksi, hanya saja satu hal yang belum ada, sebuah mahar untuk mempelai wanita. Karena ini begitu mendadak Afham bahkan tak menyiapkan apa-apa. Yang ada di tangannya sekarang hanya sebuah konci mobil Ferrari dan kunci sebuah apartemen.
"Bagaimana, Dek. Apa tidak apa-apa. Yang ada di tanganku sekarang hanya ini."
Vania hanya mengangguk, mengiyakan perkataan yang bahkan tidak ia dengar dengan jelas, pikirannya kosong, fokusnya beralih memikirkan hal lain. Bak begitu hampa ia benar-benar tak percaya kalau dia akan menikah.
"Baiklah kita mulai ijab qobul nya."
Pak penghulu kini mulai memimpin acara yang khidmat itu, menuntun Pak Edward untuk mengucapkan ijab di susul qabul oleh Afham.
"Bismillahirrahmanirrahim... Kakanda Afham Syakuron Rendra bin Ansell Arian Rendra, aku nikahkan dan kawinan engkau dengan putri saya; Ananda Vania Keisha Edward bin Edward, dengan mas kawin sebuah mobil Ferrari dan sebuah Apartemen di bayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinan Ananda Vania Keisha Edward binti Edward dengan mas kawin tersebut di bayar tunai."
"Bagaimana para saksi?"
"Syah..."
"Alhamdulillah..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Moh Yasin
wawww maharnya oyy
2024-08-14
0
🦋⃟ℛ★🦂⃟ᴀsᷤᴍᷤᴀᷫ ★ᴬ∙ᴴ࿐❤️💚
Maharnya sebuah Kunci Mobil Parari & Kunci Aparteman dibilang Cuman sama si Babang Afham 😳😳
Udah Vania si Babang Afham Tajir Menlintir jugak lah tuu 🤭🤭 keturunan Ninggrat dari Abis Ansel 🤭🤭
2023-12-29
4