20

Pada akhirnya, Elli bercerita tentang apa yang dia rasakan saat ini setelah terus didesak. Bingung dan takut, Elli kawatir dia berhalusinasi tentang tadi malam dan di ruang perpustakaan saat itu. Belum lagi keanehan akan kemampuannya.

"Kamu tahu, skizofrenia. Aku takut terkena penyakit itu."

"Apa? Kenapa? Memangnya apa yang kamu lihat saat ini?" tanya Arsen was-was. Bukan. Bukan skizofrenia, Arsen takut Elli merasakan sihirnya karena kebangkitan. Karena kalau benar, Arsen berpikir akan berbahaya jika Elli kehabisan mana dan sihirnya meledak disini. Dia tidak tahu bahwa Elli telah mengalami kebangkitan.

"Bukan sekarang, tapi saat diperpustakaan... Saat itu aku seperti mengalami hal-hal mistis sendirian. Lalu tadi malam, hanya aku yang merasa seperti telah mengalami dan melihat sesuatu yang tidak masuk akal."

"Sesuatu yang tidak masuk akal..."

"Aku pikir itu mimpi buruk, tapi rasanya sangat nyata. Tapi kalau nyata, bagaimana atap yang runtuh, barang-barang yang hancur karena angin puting beliung bisa kembali seperti semula saat aku bangun tidur?" cerita Elli setengah bergumam. Meski begitu Arsen masih bisa mendengarnya dengan jelas. "Aku merasa itu bukan mimpi, mataku benar-benar bengkak karena menangis paginya. Tapi... Mereka semua biasa aja..." lanjut Elli dengan nada tidak yakin pada dirinya sendiri.

Sementara itu, Arsen langsung memahami apa yang terjadi. Kejadian diperpustakaan dimana dia yang mengeluarkan aura menekan yang kuat karena sedang berhadapan dengan kakaknya yang melayani Evan, lalu tadi malam ada yang melakukan sihir angin dihadapan Elli. Karena Arsen tahu kakaknya yang memiliki sihir itu, hanya ada dua kemungkinan dalam pikirannya.

"Hanya karena dua hal itu, bagaimana bisa kamu mengira kamu mengalami gangguan mental mengerikan itu, Elli."

"Tapi tadi malam... Tadi malam itu begitu menakutkan. Bukankah mirip seperti penggambaran gangguan mental?"

"Jangan menyimpulkan sembarangan, coba ceritakan detailnya!"

"Aku juga tidak mengerti, bangun tidur ditengah malam aku mendengar suara keras, kaca jendela pecah dan senior... Dia seperti orang lain. Lalu Alvaro datang... Mereka berdua bertengkar dan ada angin puting beliung yang menerbangkan semuanya. Itu sangat mengerikan." Tampa sadar tubuhnya kembali bergetar.

Arsen menggenggam tangannya yang bergetar, berusaha menyadarkannya dari ingatan buruknya. Dia menyimpulkan sesuatu dan cukup yakin akan pikirannya saat ini.

"Tenangkan dirimu, aku pikir itu hanya mimpi buruk. Kamu tidak perlu pergi ke psikolog."

"Tapi..."

"Disini kamu ternyata."

Keduanya tersentak, Evan berjalan menuju tempat duduk mereka. Wajahnya berubah kelam saat melihat tangan Arsen yang menyentuh tangan Elli. Seperti srigala jantan yang telah menandai betinanya, dia langsung menarik tangan itu dan menggenggamnya sampai Elli terpaksa berdiri.

Karena bersentuhan dengan Elli, dia jadi menyerap kemampuan itu. Dengan kemampuan yang lebih unggul, pertahanan Arsen berhasil ditembus. Evan membaca pikirannya.

Setelah membacanya, dia menoleh pada Elli yang bingung dengan sikap Evan saat ini.

'Ada apa dengan ekspresinya? Dia terlihat marah.' tanya Elli dalam hati.

Kekuatan sihir Evan yang ia ketahui sementara ini adalah bisa menduplikasi sihir orang lain dengan cara menyerap sedikit mana lawan lewat sedikit sentuhan.

"Sepertinya kalian lebih dekat dari apa yang aku kira." kata Evan, meski wajahnya terlihat biasa saja, tapi aura intimidasi yang ia keluarkan membuat Arsen tertekan.

"Kami punya hubungan yang baik." balas Arsen, dia mengepalkan tangannya untuk melawan tekanan hirarki diantara mereka. Mereka tidak berada di kekaisaran, meski Arsen telah menyadari kebangkitannya, dia tidak ingin merendahkan diri. "Bukankah aneh kalau Senior mempertanyakannya?" lanjut Arsen.

"Aneh? Dia pelayanku, orang yang tinggal denganku bahkan ti_" Evan melirik Elli tampa sadar membekap mulutnya dan dengan berani melotot padanya.

"Bukankah Senior kesini karena kita harus pergi kesuatu tempat untuk pekerjaan?" potong Elli.

 Elli tersenyum dengan sangat terpaksa, meminta Evan menghentikan ocehannya yang bisa mengakibatkan kesalah pahaman. Dia tidak sadar tindakannya juga akan menyebabkan kesalahpahaman yang lain. Telebih sejak Evan masuk, para penggemarnya yang mengikuti diam-diam sedang menguping di luar pintu, beberapa dari mereka malah tidak sungkan bergerombol di ambang pintu.

"Elli, aku akan mengantarmu." Arsen hendak meraih tangan Elli yang lain, tapi Evan segera menarik Elli kebelakang tubuhnya. "Senior, saya hanya akan mengantarnya bekerja karena saya kawatir." kata Arsen, berusaha tersenyum ramah meski rahangnya jelas-jelas mengeras.

Evan balas tersenyum, lalu meletakkan tangan kirinya dipundak Arsen. Menyerap mananya lalu menggunakan sihir angin untuk membuat udara yang dihirup Arsen terasa membekukan darahnya. Seketika wajah Arsen memucat dengan napas yang begitu sesak selayaknya ikan yang diangkat dari air.

"Arsen?" panggil Elli dengan kawatir dari balik punggung Evan ketika mendengar suara tercekik itu. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya. Dia hendak beranjak tapi tangannya ditahan dengan kuat.

"Senior! Lepaskan saya. Orang-orang bisa..." Elli menghentikan ucapannya ketika melihat keanehan yang lagi-lagi terjadi.

Seperti sebelumnya, hanya dirinya yang merasakan keanehan. Anak-anak yang berada dipintu terlihat sangat tenang, beberapa bahkan terlihat antusias seakan sedang melihat pertunjukan yang menyenangkan.

"Akh! Ugh!" Arsen mencoba melawan kekuatan Evan, namun dia tidak bisa karena nyaris kehabisan mana akibat menahan sihir Evan.

Evan tertawa tampa suara, dia menarik tangannya sehingga Arsen jatuh kelantai dengan napas tersengal-sengal seolah baru saja berlari kencang. Napasnya perlahan teratur, dia mendongak dan menatap Evan yang kini menatapnya dingin.

"Sayang sekali, padahal aku ingin mematahkan lehermu. Tapi Alvaro sialan itu meminta janjiku." kata Evan.

Dia menarik tangan Elli untuk mengikutinya. Elli yang tidak bisa melepaskan diri meski ingin, menoleh pada Arsen yang telah berdiri sebelum mereka benar-benar keluar. Arsen hanya memberikan tatapan kecewa sekaligus marah, namun dia tidak bisa berbuat apapun.

Anak-anak yang bergerombol di depan pintu menyingkir dengan teratur saat mereka lewat. Mata mereka tak lagi fokus. Elli juga tidak bisa membaca pikiran mereka satupun. Semuanya kosong seakan mereka hanyalah raga tampa jiwa.

"Se-Senior, tolong pelan-pelan!" bentak Elli mulai kesal. Tapi Evan tak menggubris permintaannya. Dia justru mengangkat tubuh Elli dengan mudah dan menggendongnya bridal. "Kak Evan! Turunkan aku sekarang!" bentak Elli sedikit kasar.

"Panggilan yang bagus, tidak buruk kalau mulai sekarang kamu memanggilku hanya dengan nama."

Mata mereka bertemu, disaksikan seluruh mahasiswa yang penasaran, Elli melotot pada Evan yang bertingkah diluar dirinya yang biasa. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi dan memilih diam sepanjang perjalanan pulang.

.

Elli duduk di depan Evan dan Alvaro. Sementara Jefri dan Ana yang kini dalam wujud asli mereka, berdiri di belakang keduanya. Elli seperti disidang saat ini karena telah melakukan kesalahan.

"Jadi, kamu melanggar kontrak." kata Alvaro memulai.

"Yang mana? Aku tetap menjaga rahasia." sanggah Elli tidak terima.

"Kamu menceritakan kejadian tadi malam, tentang apa yang kamu lihat pada temanmu."

Mendengar perkataan Alvaro barusan, Elli sontak berdiri. Hal yang dia anggap hanya halusinasinya, ternyata adalah hal nyata karena Alvaro membahasnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!