9

Dua hari berselang sejak kejadian di kelas saat itu. Elli pada akhirnya tahu siapa Evan dari hasil mendengar gosip antar anak perempuan disekitar duduk dikelas atau kantin.

Ternyata Evan adalah senior yang sangat terkenal di kampus mereka. Tidak hanya dijurusan mereka, jurusan lain juga mengenal Evan dengan sama baiknya. Bahkan ada yang sengaja menukar jurusannya setelah satu semester dan mendaftar lagi kejurusan yang sama dengan Evan hanya untuk mendekatinya.

Tapi dimata Elli, Evan yang mereka nilai ramah, baik dan kesayangan para dosen itu, berbeda dimatanya. Elli selalu merasa janggal mengenai cerita-cerita tentang dirinya. Terutama saat tidak ada yang tahu dia berasal dari keluarga seperti apa, siapa orang tuanya padahal dia terkenal kaya raya. Dimana keluarga kaya level atas seperti yang digambarkan anak-anak itu pastilah mudah diketahui.

Elli, Arsen dan Lilia, teman satu kelompok dalam tugas kelompok mereka, saat ini sedang berkumpul di perpustakaan guna mencari bahan tugas.

Suasana yang tadinya hening, sedikit riuh dan perlahan jadi berisik saat Evan masuk kesana. Petugas perpustakaan bahkan tidak menegur mereka yang berisik dan terlihat acuh tak acuh. Sangat berbeda saat anak lain sebelum Evan yang menyebabkan sedikit keributan, tadi dia begitu galak.

Elli melihat Evan berbicara dengan seorang mahasiswa lain. Sepertinya itu senior juga. Keduanya tampak berdiskusi dengan dikelilingi anak-anak yang berbisik dan menatap Evan terang-terangan.

"Pasti lelah jadi Kak Evan." celetuk Lilia.

"Sepertinya dia sudah terbiasa." sahut Elli.

"Ayo fokus tugas saja..." respon Arsen tampa menoleh. Matanya fokus pada buku, tapi Elli tahu dia sangat tidak nyaman. Arsen selalu menunjukkan gelagat yang sama saat berada disekitar Evan.

Tampa Elli sadari, Evan kini menatapnya dengan intens. Hal yang hanya disadari oleh anak-anak perempuan yang sejak tadi menatap Evan. Anak-anak itu mengikuti arah pandang Evan dan seketika suasana menjadi hening.

Karena merasa aneh dan Liliana juga menyenggol lengannya, Elli menoleh dan melihat kearah Evan. Mata mereka bertemu, alih-alih merasa senang seperti anak lain, Elli malah merasa tidak nyaman. Dimatanya, Evan terlihat seperti orang yang menyimpan banyak rahasia.

'Satu-satunya orang yang tidak bisa aku baca, aku penasaran dengan isi kepalanya yang mencurigakan itu.'

Elli melirik Arsen yang duduk dihadapannya, penasaran dengan reaksinya karena Evan kini beralih padanya. Elli sedikit terkejut ketika Arsen membalas tatapan Evan. Anehnya, anak-anak yang tadi penasaran pada Elli kini terlihat kembali bersikap biasa saja. Mereka kembali ketempat masing-masing seolah pertunjukan telah selesai.

Elli yang merasa aneh, mencoba menyapa Lilia, tapi gadis itu malah menyimpan alat tulisnya dan segera pergi, seolah tidak melihatnya sama sekali. Begitu juga dengan teman Evan yang tadi berbicara dengannya, dia pergi begitu saja seolah Evan sudah tidak ada disana.

Angin dingin yang tiba-tiba berhembus membuat Elli bergidik.

 'Dari mana angin ini?'

"Arsen?" sapa Elli, dia kini bergetar. Bukan hanya karena angin dingin yang berhembus, tapi ada tekanan besar yang ia rasakan disekeliling mereka. Tekanan yang membuat dadanya seolah ditekan kuat, membuatnya sulit bernapas. "Arsen!" panggil Elli lagi, kali ini dia meraih tangan Arsen dan menggenggamnya erat.

"Elli!"

Seperti tersentak pada kenyataan, Arsen mendadak panik melihat Elli yang menggigil. Bersamaan dengan itu, udara kembali normal dan tekanan tadi hilang begitu saja.

Elli melirik kiri dan kanannya, dimana orang-orang yang tadi lalu lalang tetap bersikap normal. Tidak sepertinya yang kini ketakutan.

Suara langkah kaki yang menjauh membuat Elli mengalihkan perhatiannya, Evan berbalik dan meninggalkan tempat itu, tampa diketahui keduanya, Evan menarik senyum tipis yang terkesan menyeramkan.

"Apa kamu baik-baik saja, kamu sakit?"

Elli kembali menatap Arsen, ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi pikiran Arsen hanya diisi kekawatiran padanya.

"Aku tidak apa-apa, sebaiknya kita pulang. Lilia juga sudah pulang." kata Elli.

Dengan cepat dia bangkit berdiri, lalu pergi duluan meninggalkan Arsen yang terlihat serba salah.

"Aku kelepasan, tapi jika Elli tidak terpengaruh pada manipulasi kekuatan Kakak, apa dia menjadi salah satu dari kami?" tanya Arsen pada dirinya sendiri.

.

Elli baru saja pulang dari kerja paruh waktunya. Masa satu bulan yang dikatakan pengacara ibunya hampir tiba. Ibunya sama sekali tidak bisa dihubungi. Kemungkinan besar nomornya telah diblokir. Elli hanya bisa menghubungi pengacara itu yang sehari yang lalu mengingatkan biaya sewa rumah itu.

"Sialan sekali! Ibu macam apa dia yang membuang anak kandungnya sendiri?" kesalnya sambil berjalan pulang menuju halte bus.

Tapi baru saja dia sampai, dia melihat senior yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini turun dari sebuah mobil. Dia memasuki sebuah gang sempit diantara dua gedung. Entah apa yang merasukinya, Elli yang biasanya acuh pada urusan orang lain, kini melangkahkan kakinya menyeberangi jalanan dan mengikuti langkah Evan.

Gang yang gelap, hanya diterangi oleh sinar bulan. Langkah kaki Elli terhenti begitu dia melihat pemandangan yang terjadi di ujung gang buntu itu. Pemandangan yang seharusnya tak ia lihat, pemandangan yang menunjukkan sisi lain dari senior yang selama ini begitu dikagumi semua orang.

"Wah, kita kedatangan tamu tak terduga." kata Evan.

Dia baru saja melempar dengan mudah seorang pria yang tingginya hampir sama dengannya. Lalu dia menginjak dada pria itu dan menekannya sebelum menoleh pada Elli.

"Sa-Saya tidak lihat apapun!" kata Elli dengan gugup.

Elli segera berbalik dan berlari dari sana. Seorang pria terjun dari atas gedung dan hendak mengejar Elli, namun dihentikan oleh satu kalimat dari Evan. Seorang pria yang sama yang mengunjungi Elli saat ia tertidur dibawah pohon, orang yang juga membuat Elli menggigil di dalam perpustakaan, Alfaro wilhem basman. Dia adalah pengikut setia Evan.

"Biarkan dia."

"Tapi..."

"Tenang saja, dia pandai menjaga mulutnya."

"Saya mengerti." jawab Alfaro sedikit melunak.

"Nah, urus pencuri ini. Kekesalanku sedikit mereda."

"Apa? Su-Sudah? Anda akan membiarkan dia hidup?" Alfaro sangat terkejut karena ini pertama kalinya Evan meloloskan targetnya.

"Dia anak yang diikuti oleh adikmu kan? Bagaimana penyelidikanmu?" tanya Evan, mengabaikan keterkejutan Alfaro.

"Ya? Anda tidak bisa menjadikannya target. Dia bukan kriminal!"

"Ck! Saat di dekatnya, aku merasa otakku sedikit waras."

"Ya? Sungguh? Karena tanda kebangkitan Anda semakin jelas, mungkin saja dia berguna. Bagaimana kalau Anda meletakkannya disisi Anda?"

"Hmm, apa menurutmu dia telah menjadi penyihir yang bangkit?"

"Ayahnya penyihir yang bangkit terlambat, itu bisa saja terjadi padanya juga."

"Hmm! Sepertinya aku harus ke kampus besok. Aku mungkin harus menahan diri malam ini karena tidak menyentuh darah bajingan itu."

Alfaro berbalik ketika Evan telah pergi. Dia mengurung tubuh pria yang pingsan itu dengan angin puting beliung, lalu melemparnya dari atas gedung ke jalanan seolah dia korban bunuh diri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!