2

Seminggu setelah sadar, Elli mulai menjalani terapi berjalan untuk memulihkan seluruh tubuhnya. Koma selama dua tahun membuat ototnya melemah. Kakinya yang patah juga telah tersambung lagi selama dia koma, hanya saja dia belum bisa berjalan normal.

Kecelakan yang dialaminya sungguh parah. Elliana juga mengalami patah tulang rusuk. Dua tulangnya patah dan nyaris menusuk jantungnya. Untungnya orang yang membawanya ke rumah sakit memiliki pengetahuan sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Saat kecelakaan itu terjadi, media-media meliputnya secara besar-besaran karena Elliana mengalami kecelakaan tidak lama setelah kematian ayah kandungnya yang juga tiba-tiba. Ayah Elliana cukup dikenal sebagai pemilik pertambangan dan beberapa lahan pertanian sawit. Keluarga mereka memiliki cukup banyak pengikut di media sosial sehingga menarik pemburu berita.

Ketika Elli sadar, banyak media yang ingin mewawancarainya karena menjadi sosok yang bangun setelah koma 2 tahun. Tapi dokter Edo dengan tegas tidak mengizinkannya. Ela yang aktif dimedia sosial yang menjadi sosok pengganti untuk menjawab rasa penasaran orang-orang.

Ela bahkan sangat baik memerankan sebagai sosok ibu yang selalu setia mengurus dan mendampingi putrinya sejak dia koma hingga saat ini.

"Ibu kamu sungguh menyayangimu ya, Elli. Dia terlihat sangat senang saat kamu semakin membaik. Jadi kamu harus semangat untuk bisa sembuh sepenuhnya." ujar perawat yang selalu mengurusnya itu. Dia menunjukkan vidio ibunya, tampaknya perawat ini ingin memberikan dorongan semangat untuknya.

Elli tidak menjawab, sejak sadar dia memang jarang bicara. Bukan karena tidak memahami pembicaraan seperti yang diduga orang-orang, tapi karena tidak menarik minatnya untuk membuka mulutnya. Terutama saat dia tahu bahwa semua yang ditunjukkan ibunya hanyalah sandiwara.

'Dia adalah orang tua yang ingin membunuh anaknya sendiri. Bagaimana bisa aku senang melihat vidio itu?' ujarnya dalam hati.

Tepat ketika dia dikabarkan mengalami amnesia, pikiran yang tampaknya ditahan sebelumnya keluar seperti kotoran busuk yang memenuhi kepala Elli. Dia mendengar bagaimana harapan-harapan dimasa depan ibu kandung dan ayah tirinya saling bersahutan ketika mereka berkomunikasi melalui isyarat mata.

Pintu terbuka, ibunya masuk bersama seorang pengasuh yang mendorong kereta bayi ke dalam ruang rawat inapnya. Elli melirik kereta bayi itu, bertanya-tanya dalam hati siapa anak yang kini duduk disana dan menatap matanya dengan polos.

'Aku tidak mengerti apa yang dia pikirkan, dia berceloteh dengan tidak jelas.' bingung Elli ketika suara bawel batita itu terdengar dikepalanya.

"Bagaimana kabarmu hari ini, Sayang?" tanya ibunya.

Elli beralih, menatap mata ibunya dan mengangguk sekali sebagai jawaban. Ibunya tersenyum, tapi dalam kepalanya terdengar kekesalan.

"Ibu dengar kamu baru selesai terapi. Kalau berjalan dengan baik, katanya dalam seminggu lagi mungkin kamu bisa berjalan tampa kursi roda dan bisa pulang juga." Lagi-lagi Elli hanya mengangguk pelan. Membuat Ela tersenyum agak masam untuk sesaat sebelum kembali berpura-pura penuh kasih sayang.

"Kami berharap kamu segera pulang, kami ingin kita kembali berkumpul. Oh! Kamu mungkin belum pernah bertemu dengan adikmu karena saat dia lahir kamu masih belum sadar. Dia adikmu, namanya Athala."

Ela mengambil anak itu dan meletakkannya diatas pangkuannya. "Umurnya satu tahun delapan bulan. Dia mirip dengan Ibu, kan?"

'Tidak sepertimu yang mirip dengan pria bodoh itu.'

Elli terpaku pada isi pikiran ibunya ketika melanjutkan perkataannya dalam hati. Berpikir siapa pria bodoh yang dimaksud sang ibu.

'Tampaknya yang dia maksud adalah ayah kandungku.'

"Boleh saya bertanya, Ibu?" tanya Elli, sesaat Ela tersentak karena akhirnya Elli bersuara setelah sejak tadi diam saja.

"Tentu saja Sayang, apa itu?"

"Ceritakan tentang kecelakaan saya, karena saya tidak ingat."

Ibunya tampak tak suka, tapi dia tetap tersenyum.

"Ibu sudah sering bercerita di media, kronologinya juga ada dibahas media TV sayang."

"Saya tidak punya ponsel."

"Ya ampun! Ibu minta maaf karena melupakan hal itu. Besok Ibu akan belikan yang baru. Ponselmu hancur saat kamu kecelakaan."

Elli mengangguk, tapi tidak melepaskan tatapannya dari Ela. Dia sedang menuntut Ela akan kronologinya.

"Ini sangat menyedihkan, Ibu sungguh tidak sanggup menceritakannya lagi. Yang pasti, saat itu kamu baru saja pulang sekolah. Supirmu menabrak mobil truk besar yang oleng."

'Aku cukup memberikan gambaran besarnya saja.' Itu adalah isi pikiran yang Ela saat ini. Karena bukan petunjuk penting, Elli berusaha memancingnya. Dia ingin tahu apakah dalangnya sungguh ibunya sendiri bersama ayah tirinya. Karena dua orang itulah yang sejak awal dia bangun dari koma, selalu memikirkan cara menyingkirkannya.

"Menabrak truk, apakah pelakunya ditangkap?"

"Apa? Kenapa kamu menanyakan pelakunya? Tentu saja dia harus ditangkap. Tapi saat kejadian tempatnya cukup sepi, supir truk berhasil kabur. Hingga saat ini polisi belum menemukannya."

'Hahahaha! Tentu saja tidak ketemu karena tidak dicari.'

Deg!

Elli merasakan kemarahan setelah mendengar pikiran ibunya. Tapi dia berusaha menjaga wajahnya tetap tenang dan datar.

"Jadi begitu." Elli menyudahi pembicaraan itu, sudah cukup jelas baginya siapa dalang dari kecelakaan yang menimpanya.

"Oh ya, katanya kamu juga jadi kehilangan kemampuan membaca dan menulis. Apa ingatanmu sungguh hilang semua, sampai semua pelajaran yang kamu dapatkan sejak kamu TK?"

"Sepertinya begitu."

"Ah... Jadi begitu. Tapi kamu anak yang pintar, kamu mudah memahami apapun sejak masih kecil. Jadi jangan terlalu khawatir."

"Ya, Ibu."

Elli terpaksa bersikap tidak tahu apa-apa meski merasa terancam setiap kali dia bertemu Ibunya. Ayah tirinya tidak lagi mengunjunginya setelah kunjungan kedua dengan alasan sibuk. Hal yang cukup Elli syukuri karena pikiran ayahnya jauh lebih jahat. Dia hanya akan terganggu dan takut dengan pikiran-pikiran yang dilihatnya.

.

Memasuki dua minggu setelah sadar, Elli diizinkan pulang. Dia juga sudah bisa berjalan dengan normal meski masih harus melakukan terapi berkala sampai dinyatakan sembuh total.

 "Ibu, Saya sudah belajar menulis dan membaca lagi dengan terapis kemarin. Selanjutnya, Saya ingin mulai belajar lagi dari awal."

Mereka sedang dalam perjalanan pulang, hanya ada dia dan ibunya yang membawa sendiri mobilnya.

"Ibu mengerti, kamu bisa membaca lagi buku-buku pelajarannya sejak SD. Kamu anak yang cukup teliti, semua bukumu ada diperpustakaanmu."

"Saya punya perpustakaan?" Elli tidak bisa mendengar isi hati ibunya karena Ibunya tidak menoleh padanya.

"Ya, ayah kandungmu yang membuatnya untukmu. Lagi pula itu bukti prestasi anaknya."

'Dia berkata seolah aku bukan anaknya. Tapi aku tahu dia ibu kandungku.'

Sesampainya mereka dirumah, Elli merasa banyak hal yang familiar baginya. Mungkin karena itu rumah dimana ia dibesarkan, Elli tidak merasa asing sama sekali. Ada dua asisten rumah tangga yang langsung membantunya dan mengarahkannya ke kamarnya. Sementara ibunya langsung pergi ketika adik tirinya menangis.

"Saya senang Nona Elli akhirnya sadar lagi. Jika Tuan masih hidup, pasti dia sangat senang."

Elli yang baru saja duduk ditepi kasurnya, menatap salah satu asisten rumah tangga yang sudah tampak tua itu dengan saksama, melakukan kontak mata untuk mengetahui isi kepalanya.

"Nona?"

Elli tersenyum, sejak tadi dia hanya menatap ibu tua itu. Dari pikiran yang didengarnya, dia memahami bahwa ibu itu tampaknya telah lama bekerja untuknya dan juga pernah menjadi pengasuhnya.

Seminggu berlalu, Elli menghabiskan banyak waktunya di dalam perpustakaan miliknya. Dia jarang ikut makan bersama yang lain karena terus mengurung diri. Hanya mantan pengasuhnya yang terus mengurus dan memperhatikannya. Ibu dan ayah tirinya lebih fokus pada kesibukan masing-masing. Hal yang disyukuri Elli karena dia juga tidak ingin bertemu dengan mereka.

Hingga tiba masa dimana Elli harus memeriksakan kondisinya dan melakukan terapi selanjutnya di rumah sakit, dia bertemu seorang pria yang menawarkan bantuan secara cuma-cuma.

"Maaf?"

Tentu saja Elli terkejut, pria yang baru memperkenalkan dirinya sebagai juniornya di SMA yang sama itu, menawarkan bantuan setelah mereka tidak sengaja bertemu di pusat rehabilitasi medik rumah sakit.

"Kamu terlihat tidak percaya padaku, tapi saya sungguh tulus ingin membantu. Selain karena karena sebagai junior, Kamu adalah panutan saat disekolah. Kamu senior yang sangat dihormati."

'Tentu saja aku tidak ragu, pikirannya terlalu murni. Aku sampai malu ketika membaca isi kepalamu.' kata Elli dalam hati.

Pasalnya, pria yang mengaku bernama Arsenio itu menunjukkan pikiran-pikiran penuh bunga-bunga dikepalanya. Seolah dia adalah fans yang beruntung karena bertemu idolanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!