12

Dua hari setelah dia dipecat dan beasiswanya dicabut, Elli tidak berangkat kuliah hari ini. Panggilan dan pesan Arsen juga tidak di gubris. Apa yang Elli lakukan hanyalah menggeledah ruang bawah tanah yang baru saja ia temukan.

Sebuah ruang yang tidak begitu besar, berisi banyak buku-buku kuno. Selain itu ada benda-benda yang tidak Elli kenali apa fungsinya. Buku dengan simbol-simbol aneh dan bahasa yang sama dengan buku lainnya. Tak satupun dari tulisan itu bisa dimengerti olehnya.

"Sebenarnya apa ini? Apa ayahku ikut sekte pemuja setan?"

Kecurigaan itu bukan tak beralasan. Karena simbol-simbol aneh dalam catatan tangan di sebuah buku mirip diari itu seperti simbol pemuja setan yang ia lihat di internet.

Elli mulai menyerah. Dia juga sudah mencari-cari di internet mengenai orang tuanya. Tapi sangat sedikit sekali informasi yang di dapatkan. Kebanyakan hanya kisah keharmonisan keluarga yang viral beberapa kali. Tidak banyak yang bisa didapatkan untuk dijadikan petunjuk tentang orang yang mungkin mengetahui tempat rahasia ayahnya, atau rumah lain yang dimiliki ayahnya secara rahasia.

Teleponnya berdering, itu adalah panggilan dari Arsen. Teman yang begitu memperhatikannya melebihi keluarganya saat ini. Tapi Elli adalah pribadi yang mandiri dan juga keras kepala.

"Ada apa?"

"Kenapa kamu tidak masuk lagi hari ini?" tanya Arsen dari seberang.

"Karena aku sibuk."

"Sibuk? Kamu menambah tempat kerjamu?" Arsen belum tahu kalau Elli sudah dipecat.

"Belum."

"Elli, biarkan aku membantumu. Kamu bisa tinggal dirumahku, atau aku akan carikan tempat tinggal sementara. Aku mendengar beasiswamu dicabut, jadi tadi aku membayar uang semestermu, maaf tidak mengabarimu dulu. Karena itu Elli, kamu tidak perlu mencari kerja tambahan."

'Anak ini, lagi-lagi dia bertindak tampa persetujuanku.' kesal Elli.

"Arsen, apa aku terlihat sangat menyedihkan dimatamu?"

"Apa?"

"Aku tidak membutuhkan belas kasihan. Aku sehat dan aku bisa bekerja. Aku juga bukan anak kecil yang tidak bisa memutuskan apa yang harus aku lakukan."

"Ell! Aku tidak bermaksud..."

"Aku tidak masuk kuliah bukan karena masalah beasiswa. Tapi terima kasih sekali lagi kamu melakukan sesuatu untukku meski tampa persetujuan. Aku akan membayar uangmu nanti."

"Elli, aku tidak bermaksud memandangmu rendah. Aku hanya..."

"Ya, kamu mengasihani nasibku yang buruk ini. Aku mengerti, tapi itu membebaniku. Aku lebih suka berusaha sendiri meski aku berakhir kalah."

Elli mendengar bunyi bell, dia segera menyudahi panggilan itu.

"Aku kedatangan tamu, sampai jumpa Ar."

Elli berjalan kearah pintu. Karena dia berada jauh di belakang rumahnya, butuh waktu untuk berjalan menuju pintu utama rumah itu. Hanya ada dua orang yang mungkin mengunjunginya saat ini, tangan kanan Evan atau penagih sewa rumah.

"Selamat pagi menjelang siang, Elli." sapa Alvaro dengan nada ringan dan senyum lebarnya.

'Yah, aku sudah menduga dia akan datang cepat atau lambat. Sebenarnya kenapa orang ini ingin aku mengurus majikan mengerikannya itu?'

"Masuklah." kata Elli dingin.

Alvaro duduk di ruang tamu sementara Elli pergi ke arah dapur dan mengambil dua minuman kaleng soda dan dua gelas.

"Sekarang katakan apa maumu setelah kamu membuatku dalam keadaan terjepit." kata Elli tampa basa basi.

"Terjepit? Aku tidak tahu apa maksudmu? Aku kesini ingin menawarkan pekerjaan yang kemarin. Tuan Evan masih ingin kamu yang jadi pelayan pribadinya."

"Kamu sungguh tidak tahu malu. Kamu tidak akan mengakui perbuatanmu dan berpura-pura tidak tahu apa-apa?"

"Aku memang tidak tahu apa maksudmu, Elli." sahut Alvaro, lalu menuang soda kedalam gelas dan dengan santai meminumnya. "Ini enak, seleramu boleh juga. Aku akan menyiapkan merk ini dirumah banyak-banyak jika kamu mulai bekerja."

Elli menghembuskan napasnya dengan kesal. Rasanya dia ingin berteriak di depan wajah Alvaro, tapi dia tahu itu tidak ada gunanya.

"Sebenarnya apa alasan tuanmu itu ingin aku jadi pelayannya sampai dia menyusahkan hidupku?"

"Aku berjanji akan menyelesaikan semua masalahmu jika kamu menerima tawaran ini."

"Apa?"

"Ayo buat kesepakatan." tawar Alvaro.

"Kesepakatan?" ulang Elli.

"Ya, ayo buat kontrak kerja. Aku jamin ini akan menguntungkanmu. Jika kamu menjadi pelayan tuanku dan tetap berada disisinya dalam keadaan apapun, setia padanya dan menjaganya dengan baik, dia akan menyelesaikan semua masalahmu dan mengabulkan semua permintaanmu. Terutama soal rumah ini dan aset peninggalan ayahmu yang seluruhnya dikuasai oleh ibu dan ayah tirimu."

'Dia bahkan tahu sampai masalah aku dan ibuku. Sebenarnya seberapa banyak dia tahu? Siapa dia dan bagaimana dia tahu?'

"Aku akan menjelaskan dari mana aku tahu masalahmu, itu sangat mudah. Begitu juga penyelesaiannya. Jadi bagaimana?" kata Alvaro lagi seolah tahu apa yang Elli pikirkan.

"Biarkan aku bertemu dengannya langsung." kata Elli.

'Akhirnya.' kata Alvaro dalam hati, tersenyum puas dan segera berdiri. "Tentu, ikutlah denganku sekarang."

.

'Hah... Apa sebenarnya yang aku pikirkan? Apa tindakan benar untuk menemuinya?' pikir Elli, mereka sedang dalam perjalanan.

"Aku dengar dia mengalami serangan perampokan. Apa dia baik-baik saja?"

"Hmm? Perampokan? Apa itu rumor yang tersebar?"

"Jadi bukan?"

"Dia memang diserang, tapi bukan oleh perampok."

"Apa ini rumahnya? Apa tidak apa-apa membawaku kesini? Aku dengar identitasnya sangat rahasia." tanya Elli ketika mereka memasuki gerbang sebuah rumah mewah.

"Ffft!"

Elli menoleh ketika Alvaro menahan tawanya. Mengernyit bingung akan reaksinya yang jauh dari dugaan.

"Jangan kawatir, kamu dikecualikan. Kita sudah sampai, ikuti aku."

Mereka disambut oleh dua orang yang telah tua. Nenek dan kakek yang terlihat masih sangat bugar. Mereka tersenyum ramah pada Elli dan mengucapkan selamat datang.

"Apa aturan memperlakukan tamu seperti itu disini? Mereka seperti menyambut pejabat." celetuk Elli ketika mereka telah melewati pasangan tua itu.

"Hmm? Tidak semua, hanya tamu-tamu tertentu."

Elli cukup terkejut ketika celetukannya dijawab, dia tidak menyangka Alvaro memperhatikannya.

"Tuan, saya datang membawanya." Mereka sampai di depan pintu kamar Evan.

"Masuk." sahut Evan dari dalam.

Deg!

Entah kenapa suara rendah itu membuat jantung Elli berdesir aneh, rasanya dia ingin segera berlari dari sana. Ia teringat tekanan aneh dan menakutkan yang pernah ia rasakan ketika berhadapan dengan Evan.

Anehnya, ketika pintu terbuka dan mereka masuk, kekawatiran Elli hilang begitu saja. Dia bernapas lega karena tidak merasakan tekanan aneh itu. Justru suasana kamar itu terasa sangat tenang dan damai.

Evan sedang duduk di atas kasurnya, bersandar ke kepala tempat tidur dengan tubuh bagian bawahnya ditutupi selimut. Sebuah buku berada di pangkuannya. Mata tajamnya menatap Elli sesaat sebelum menyuruh mereka duduk.

Ketika Elli duduk di sofa kamar itu, Evan meletakkan bukunya, lalu menyibak selimutnya. Meski dia memakai piyama, Elli masih bisa merasakan kesan wibawa dan pesona yang ia pancarkan.

'Yah, penampilannya memang menyilaukan, tapi sayang kelakuannya tidak.' celetuknya dalam hati ketika Evan mulai duduk di hadapannya. Sementara Alvaro keluar begitu Evan telah duduk. Membuat Elli sedikit cemas karena ditinggalkan berdua saja dengan Evan.

"Aku dengar kamu ingin bertemu denganku. Jadi, apa ada permintaan tambahan yang ingin kamu ajukan?" tanya Evan, nadanya seperti seorang atasan yang sedang mengintrogasi bawahannya.

"Saya hanya ingin tahu kenapa Senior sampai melakukan hal memalukan untuk membuat saya terjepit. Saya ingin mendengar alasan kenapa Senior begitu ingin saya jadi pelayan pribadi Senior."

Evan mengangkat sebelah alisnya mendengar panggilan yang Elli buat untuknya. Meski begitu dia tidak memprotesnya. Beberapa anak di kampus juga memanggilnya begitu, tapi tuduhan melakukan hal memalukan membuat Evan menyeringai dengan sorot penuh kesombongan.

"Hal memalukan, ya. Aku sungguh tidak mengerti bagian mana yang kamu anggap memalukan. Bukankah itu hanya sebuah cara untuk mencapai tujuan? Apapun bisa dilakukan, sekalipun itu bertentangan dengan moral kebaikan atau hukum manusia disini. Selagi itu tidak merugikanku. Lagi pula kamu juga mendapat keuntungan dari apa yang aku lakukan, bukan? Dari pada bekerja seperti keledai dengan gaji kecil bukankah lebih baik menjadi pelayanku?"

Elli mengepalkan tangannya, merutuki sikap sombong Evan, namun secara rasional dia tahu tawaran Evan memang menguntungkannya. Dia tidak perlu bersusah payah mencari cara untuk melawan ibunya dan merebut kembali apa yang menjadi haknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!