5

Sudah dua jam Anggi duduk dan memeriksa setiap postingan yang Ela bagikan di akun media sosialnya. Meneliti setiap bagian dan peristiwa yang dibagikan. Baik foto maupun vidio sampai waktu di bagikan dan hubungan antar postingan.

Buku catatannya penuh coretan acak. Dimana dia mencatat dan menandai hal yang perlu diulik. Kopi yang semulanya panas menjadi dingin tampa tersentuh.

"Kamu mau lembur atau apa?" tanya rekannya di ambang pintu. Anggi memang masih berada di studio milik salah satu stasiun televisi.

"Rita, kamu ingat materi yang aku ajukan minggu lalu?"

"Tentu saja, kamu jadi harus mencari bahannya sendiri, meliput sendiri karena keras kepalamu itu." jawab wanita bernama Rita itu.

"Benar, aku bertemu dengan anak itu dan kamu tahu apa fakta yang aku dapatkan?"

Rita melipat tangannya di dada sambil bersandar di tiang pintu. "Memangnya apa?" tanyanya setengah malas.

"Bahwa ada kemungkinan besar Elliana diabaikan dalam keluarganya saat ini. Kasus kecelakaannya yang sampai saat ini jadi kasus dingin sejak dulu mencurigakan. Terutama melihat keanehan postingan ibunya setelah menikah lagi tidak lama setelah suaminya meninggal."

Rita tampak tertarik. "Kamu ingin menggiring opini pada ibu anak itu?"

"Kenapa tidak? Instingku sangat kuat tahu!"

Sementara itu, ditempat lain, Arsen berjalan dengan pakaian aneh yang membuat banyak mata menatapnya. Ketika dia memasuki mobilnya, dia segera melaju menuju rumahnya.

Seorang asisten rumah tangga menantinya di depan pintu ketika dia keluar dari mobilnya. Seorang pria paruh baya berpakaian rapi bernama Arman.

"Selamat datang kembali, Tuan." sambutnya ketika Arsen melewatinya.

"Bagaimana keadaannya?"

"Anak itu dalam keadaan aman. Dia menghubungi Anda beberapa kali. Silahkan memeriksa pesan masuk Anda." jawab Arman.

Arsen memeriksa ponsel yang telah ditinggalkannya sebulan lebih itu. Tersenyum ketika membaca pesan dari Elli yang menanyakan keadaanya karena tidak ada kabar darinya.

Paginya, Arsen segera membawa buku yang telah disiapkan Arman seperti biasanya. Buku yang ia butuhkan untuk belajar bersama Elliana.

Ketika Arsen berdiri di depan pintu rumahnya, Elli sedang memegang gelas berisi sereal. Wajahnya teramat datar meski dia penasaran kemana saja Arsen sebulan lebih belakangan ini. Saat dia mencoba membaca isi kepala Arsen, dia sedikit kecewa. Arsen tidak memikirkan apapun.

"Masuklah."

"Aku baru saja membaca pesanmu tadi malam, tapi karena sudah sangat larut, aku tidak membalasnya. Ponselku tertinggal dirumah saat aku pergi ke luar kota." jelas Arsen tampa diminta.

'Tidak membawa ponsel lebih dari sebulan, apa dia punya nomor darurat lainnya?'

"Hmm, begitu ya."

'Seperti biasanya, acuh tak acuh pada urusan orang lain. Elliana, Kamu sungguh unik.' kata Arsen dalam hati, namun karena Elli berjalan di depannya, dia tidak bisa mengetahuinya.

Mereka tetap belajar seperti biasanya. Elli benar-benar tidak menanyai apapun terkait kepergian Arsen keluar kota, atau alamat rumah Arsen yang sebelumnya sempat ia pikirkan. Kembali kedirinya yang masa bodoh sebab Arsen sudah muncul lagi.

"Aku memutuskan akan bekerja paruh waktu mulai besok." mulai Elli setelah mereka hening karena fokus belajar. "Aku butuh biaya hidup, apa kamu punya tempat yang membutuhkan karyawan?"

Arsen menoleh, meletakkan bukunya dan sesaat fokus pada pertanyaan yang Elli tanyakan.

"Ibumu tidak mengirim uang?"

"Sudah kubilang mereka mengabaikanku."

"Itu... Karena kamu selama ini terlihat santai. Aku pikir walau mereka tidak perhatian mereka tetap membiayai hidupmu, kenapa kamu tidak pernah bilang kalau butuh uang? Aku bisa memberikannya padamu."

Elliana menatap Arsen yang pikirannya saat ini penuh kekawatiran dan rasa iba padanya. Membuat Elli merasa terbebani dan entah kenapa perasaannya menjadi sedikit buruk.

"Jangan begitu, Kamu bukan orang tuaku yang harus kumintai uang. Aku bisa bekerja." kata Elli, raut wajahnya jadi dingin.

"Ma-Maaf! Aku tidak bermaksud meremehkanmu. Sungguh! Aku hanya ingin menolong karena kita sekarang teman." Arsen langsung jadi panik.

"Sudahlah, aku akan cari sendiri nanti."

"Tidak! Aku akan membantumu. Pamanku memiliki dua restoran. Akan aku tanyakan apakah ada lowongan untukmu."

"Terima kasih, ini sudah siang. Aku akan memasak sesuatu untuk kita makan."

"Ya, Aku akan keluar sebentar membeli beberapa cemilan."

"Hmm."

Arsen bukan hanya mencari cemilan. Dia juga menghubungi Arman dan memerintahkannya untuk mencarikan pekerjaan paruh waktu untuk Elli.

Mereka makan siang dengan santai sambil berbincang ringan mengenai sekolah dan Universitas yang akan mereka masuki. Sampai pada pembahasan dimana Arsen lagi-lagi memancing pertanyaan tentang keluarganya agar Elli mau bercerita tentang keadaannya.

"Elli... Aku mengkawatirkanmu. Kalau sulit tinggal sendiri. Kamu bisa kerumahku."

"Aku tidak merasa sulit. Lagi pula ada yang harus aku lakukan dirumah ini."

"Apa itu? Kamu bisa kesini untuk mampir."

"Tidak,aku tidak apa."

"Baiklah... Tapi kalau kamu merasa kesepian atau sedih, jangan ragu menghubungiku."

"Itu tidak akan terjadi. Aku tidak kesepian ataupun sedih. Kamu lupa lagi, aku kehilangan ingatanku dan aku tidak merasakan apapun pada keluargaku."

Arsen menatapnya dengan sorot mata yang penuh penyesalan. Tidak seharusnya dia menwarkan sesuatu yang sudah pasti akan ditolak Elli. Arsen yang memperhatikan dia sejak awal sangat tahu bahwa Elliana adalah anak pasif pada hal yang tidak menarik perhatiannya, acuh tak acuh bahkan pada hidupnya sendiri. Dia seperti robot yang hanya berjalan lurus kedepan namun memiliki pribadi yang tidak mudah goyah. Elli juga tidak suka privasinya diusik dan juga sangat tidak peduli pada urusan orang lain.

"Pada kasusmu, aku tidak tahu bisa sampai membuat naluri kedekatan yang pernah terjalin antar anak dan orang tua bisa hilang sepenuhnya. Kamu sungguh tidak merasakan apa-apa?"

Tentu saja Arsen tidak tahu bahwa dalang dari kecelakannya adalah ibu dan ayah tirinya. Karena itu dia mengatakan demikian.

"Entahlah, aku tidak merasakan apapun. Mungkin saja dulu hubungan kami memang tidak baik."

"Begitu ya."

Arsen memeriksa ponselnya, dia mendapat laporan yang tampaknya penting.

"Maaf, El! Sepertinya aku harus pergi. Ada urusan mendesak yang harus aku urus." kata Arsen sembari bangkit berdiri. "Aku bisa meninggalkan buku-buku milikku disini kan?"

"Ya, aku juga masih memakainya."

Arsen pergi dengan tergesa-gesa. Elli hanya menatapnya dengan wajah tampa ekspresinya. Dia melirik buku-buku diatas meja, sedikit kehilangan minat, maka dia memutuskan berkeliling rumahnya sekarang. Berharap ada sesuatu yang mungkin akan membangkitkan ingatannya walau sedikit.

Dia memulai dari kamar adik tirinya, tapi tidak ada banyak barang lagi. Tampaknya sang ibu mengemas seluruh isi kamar ini.

"Niat sekali." gumamnya.

Elli mengatakan itu ditujukan pada ibunya yang membawa seluruh barang adiknya seperti orang yang benar-benar pindah rumah.

Lalu dia beranjak kekamar Ibu dan ayah tirinya. Seperti keadaan kamar adiknya, kamar itu hanya berisi barang tidak penting yang sengaja ditinggalkan.

Elli melihat isi lemari yang sedikit berantakan. Laci yang terbuka dan ada sebuah kotak yang tampaknya tertinggal disudut bawah lemari.

Elli mengambilnya, membuka kotak itu dan terkejut dengan isinya. Itu adalah ari-ari kering, foto baru lahir yang sepertinya milik adin tirinya dan cap kaki. Elli melihat tanggal cetak foto yang tertera di sudut foto. Lalu mengembalikan lagi kotak itu ketempat semula.

Matanya beralih pada foto-foto kecil yang ditempel disudut kaca rias. Memperhatikan wajah ibunya yang tidak jauh beda dengan saat ini. Ada tiga foto dan dua diantaranya foto tiga orang. Sebuah foto keluarga tampa dirinya.

"Ini barang bagus, kan? Untuk jurnalis itu." katanya, mengambil foto tiap potret itu lalu mengirimnya pada Anggi. "Dia pasti akan sangat bersemangat dengan bukti ini." Elli menyeringai, lalu meninggalkan kamar itu untuk kembali turun kebawah. Dia hendak mengunjungi perpustakaan, lebih tepatnya ruang pribadi ayah kandungnya. Dia merasa akan menemukan banyak hal disana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!