13

Arsen masuk bersama dengan nenek yang tadi menyambutnya. Arsen berdiri di sisi kanan Evan memegang sebuah map coklat, sementara nenek itu membawakan teh hangat dan cemilan ringan untuknya.

Elli menatap Evan yang kini meminum teh itu dengan sangat anggun. Seperti para bangsawan yang ia lihat di film beberapa minggu lalu.

"Tunjukkan dia kontraknya." kata Evan pada Alvaro.

"Hmm? Dia setuju jadi pelayan Anda, Tuan?"

"Dia tidak punya pilihan, kan?"

Kening Elli mengerut karena tidak menyukai kesombongan Evan yang terlihat sangat menyebalkan dimatanya. Terutama sorot meremehkan yang ditujukan padanya. Alvaro menghembuskan napas karena lelah dengan sikap arogan Evan yang memang sering menyebalkan.

"Elli, kamu bisa membacanya dulu. Jika kamu setuju atau ada poin yang mau ditambah, kamu bisa langsung menulisnya."

Elli yang memang pada dasarnya tidak banyak bicara, segera membaca dua lembar kertas yang disodorkan padanya. Semuanya hanya berisi tentang larangan-larangan yang berkaitan tentang Evan. Tentang kesediaan menjaga rahasia, juga kesediaan melakukan kontak tubuh.

Tentu saja Elli tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kontak tubuh yang tertulis disana. Dia melewatkan itu terlebih dahulu untuk membaca poin-poin keuntungan yang akan ia dapatkan.

"Ya, kontrak ini terlihat menguntungkanku. Tapi, apa maksudnya dengan tutup mulut disetiap poin lembar pertama ini dan apa maksudnya kontak tubuh? Aku tidak bersedia melakukan hal aneh seperti..."

"Kamu pikir aku apa? hanya berlaku disaat aku kehilangan merasa sakit dan setelah kehilangan kesadaranku."

"Apa? Senior sungguh sakit parah?" tanya Elli, tampa sadar menunjukkan ekspresi polosnya.

"Saat nanti aku kehilangan kesadaran, kamu harus berada disampingku lebih lama. Kamu harus mengurus tubuhku."

Kalimat mengurus tubuh yang diucapkan Evan membuat Elli sedikit malu. 'Bagaimana bisa dia memilih kata aneh begitu?' pikir Elli.

"Ffft!"

Elli menoleh pada Alvaro yang kini menutup mulutnya karena hampir kelepasan tertawa. Nenek yang juga sejak tadi masih disana ikut menutup mulutnya. Tapi hebatnya, Evan sama sekali tidak terpengaruh, seolah kelakuan dua bawahannya itu hanyalah angin lalu.

"Baiklah, tapi saya ingin menambahkan permintaan."

"Katakan saja."

"Identitas ayah saya... Saya ingin tahu dia dari keluarga mana. Tidak ada satupun petunjuk tentang asal dan keberadaan keluarganya. Teman dekatnya, orang kepercayaannya dan penyebab kematiannya. Saya tidak percaya pada apa yang tertulis di internet tentang kematiannya"

"Tidak sulit, ada lagi?"

"Hmm... Apa masih boleh?" tanya Elli ragu.

"Tentu saja." jawab Evan.

"Itu... Sampai kontrak selesai, tolong lindungi saya."

Evan melirik Alvaro, bertanya dalam diam apakah dia tahu bahwa dia akan berada dalam bahaya karena bekerja padanya oleh musuh-musuh mereka.

Alvaro yakin Elli belum tahu soal rahasia mereka, jadi Alvaro yakin itu tidak terkait dengan mereka. Karena itu dia menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Melindungi?"

"Ya, Dari ibu dan ayah tiri saya."

"Ah... Kamu kawatir kalau mereka akan mencelakakanmu setelah kita merebut semua milik ayahmu?" tanya Alvaro.

"Itu... Kecelakaan saya yang membuat saya koma dua tahun, mereka adalah dalangnya. Semua itu sudah direncanakan."

Evan menatap Elli untuk beberapa saat, sebuah ingatan tentang dirinya sendiri tiba-tiba menghantamnya seperti gelombang yang menenggelamkannya dalam lautan kenangan pahit. Alvaro yang menyadari ekspresi tidak baik dari Evan mencoba menangani situasi.

"Jangan kawatirkan hal itu, Elli. Kami akan menjamin keselamatanmu dari siapapun yang akan membahayakanmu."

Elli juga menyadari ekspresi Evan, tapi dia tidak memahami alasannya dan tak ingin menduga-duga. Dia juga tidak tahu kenapa ingin meminta mereka melindunginya. Entah dari mana datangnya keyakinan itu. Tapi selama kontrak ini berjalan, Elli merasa dia bisa meminta hal itu sebagai jaminan. Bukan hanya dari ibunya, tapi juga dari Evan sendiri yang tidak sepenuhnya dipercayai oleh Elli sejak awal. Terutama ketika dia teringat nasib pria pada malam itu.

.

Setelah kontrak ditanda tangani, Elli tidak diizinkan pulang lagi. Isi kamarnya telah sampai ketika mereka sedang bicara tadi. Elli sampai menganga karena menyadari fakta yang baru ia ketahui. Dimana seandainya tadi dia menolak kesepakatan, dia sepertinya akan dipaksa untuk melakukannya dan dibuat tidak bisa menolak.

"Kalian sangat mengejutkan." kata Elli.

Barang-barangnya sudah tersusun rapi dalam kamarnya seolah dia sudah tinggal disana beberapa hari. Tidak tahu saja dua kakek nenek itu melakukan segala sesuatu dengan sihir, karena itu mereka menyelesaikannya dalam waktu yang singkat.

Maka, dimulailah aktifitas Elli menjadi pelayan Evan saat itu juga. Secara resmi, Alfaro memperkenalkannya pada penghuni rumah.

"Mereka adalah Ana dan Jefri. Kamu bisa memanggilnya dengan santai." kata Alvaro ketika mengenalkan kakek dan nenek yang menyambutnya tadi. "Mereka adalah pekerja disini, mengurus rumah, memasak, bersih-bersih... Sejenis itu." lanjutnya dengan santai.

Tentu saja sikapnya itu mendapat pandangan aneh sekaligus menuduh dari Elli. Hal yang sangat tidak umum menerapkan kultur barat di asia meski mereka semua terlihat berdarah eropa.

"Kamu gila? Memanggil nama saja? Disini bukan Amerika!"

"Ah... Tentu saja, kenapa menyebut nama negara itu. Maksudku... Dunia kami! Ah tidak! Maksudku adalah tempat ini tidak memandang umur."

"Apa maksudnya itu? Apa aturan disini panggilan sopan hanya untuk atasan saja?"

"Benar!"

Elli menatap kedua orang dihadapannya, dimana dia merasa aneh karena sejak tadi keduanya mengucapkan satu kalimat yang sama secara berulang-ulang.

'Aku harus ke supermarket,' adalah isi pikiran si kakek dan 'Daging sapi atau ayam?' adalah pikiran si nenek.

"Salam kenal Nenek Ana dan Kakek Jefri. Saya Elliana, kalian bisa panggil Elli." sapa Elli dengan sopan.

"Ya, selamat datang Nona Elli." sahut mereka bersamaan.

"Panggil Elli saja..."

"Maaf, Nona, pelayan eklusif Tuan artinya atasan kami. Jadi izinkan kami memanggil Anda dengan Nona."

"Huh?"

Elli bingung, keduanya kini malah menunduk dan terlihat berkeringat dingin. Alvaro menatap keduanya dengan datar, seolah mereka telah melakukan kesalahan.

"Mereka didatangkan langsung dari negara lain, jadi maklumi saja. Ayo, aku harus menjelaskan apa pekerjaanmu dimalam hari, dan dimulai nanti malam." potong Alvaro.

Elli dibawa menuju sebuah ruangan yang berisi ribuan buku. Disana dia ditunjukkan bagian-bagian buku sesuai kategorinya. Dimalam hari, ternyata tugas Elli adalah mengambilkan buku yang diinginkan Evan, menganti bunga di Mejanya dan membuatkannya teh hijau.

"Minun teh hijau sebelum tidur?"

"Ya, kamu harus melakukannya sendiri. Ini adalah dapur kecil untuk membuat minuman yang diinginkan Tuan. Ada satu tempat lagi yang harus aku tunjukkan, ikuti aku." perintah Alvaro.

Dia membawa Elli menuju area samping. Mereka memasuki rumah kaca yang berisi puluhan jenis bunga. "Ini adalah tempat dimana kamu akan menemani Tuan sarapan. Tuan tidak suka sarapan dimeja makan. Jadi begitu kamu selesai menyiapkan keperluannya dipagi hari, kamu harus menunggunya disini."

"Tunggu, bagaimana dengan kuliahku? Memangnya Senior tidak kuliah?"

"Tuan jarang masuk kelas karena hampir selesai. Kuliahmu akan disesuaikan."

"Apa maksudnya disesuaikan?"

"Lebih tepatnya jadwalmu akan diatur ulang."

Tentu saja Elli bingung. Dia tidak tahu kalau Alvaro bisa mempengaruhi pikiran orang lain sehingga mengikuti keinginannya.

Belum terjawab kebingungan Elli, Alvaro membuatnya semakin bingung ketika dia buru-buru pergi dan mengatakan pada Elli untuk kembali ke kamar saja.

"Apa? Sebenarnya apa..."

Elli tidak bisa melanjutkan perkataannya karena Alvaro tak berbalik, pria itu meninggalkannya begitu saja.

Alvaro buru-buru karena mendapat panggilan dari Evan melalui alat komunikasi sihir mereka. Begitu dia berada diluar pandangan Elli, Evan segera menggunakan sihir anginnya untuk membawanya dengan cepat.

"Anda baik-baik saja, Tuan?" tanya Alvaro begitu sampai.

Evan memegang dadanya yang terasa sakit. Tangan dan kakinya bergetar, tubuhnya terasa dingin seperti es tapi dia sendiri merasakan dirinya sedang terbakar.

Alvaro mengalirkan mana tubuhnya untuk melawan mana Evan yang bergejolak didalam. Karena belum bangkit, mana Evan tidak bisa dilepaskan, hal itulah yang membuatnya kesakitan.

"Ini akan mudah jika kita memasuki kekaisaran." ujar Alvaro ketika Evan mulai tenang.

"Tidak bisa, sebelum aku bisa bangkit, aku tidak bisa membiarkan mereka tahu."

"Kami akan melindungi Anda, jika Anda meledak disini dan gagal bangkit, Anda bisa mati."

"Karena itulah aku butuh gadis itu. Sebelum aku kehilangan kesadaran, dia harus dibuat setia."

"Saya harus pergi sekarang sebelum saya kehabisan mana. Tolong kendurkan harga diri Anda, Elli bukan tipe wanita yang akan takluk karena ketampanan anda saja. Kita sudah susah payah membawanya kesini, Tuan." kata Alvaro dengan tegas.

Evan hanya menatapnya dengan datar. Seolah perkataan Alvaro tak berlaku dimatanya.

"Hah... Yang mulia!" kesal Alvaro.

"Ck, pergilah sebelum kamu mati disini."

"Anda harus melakukan apa yang saya katakan, ini untuk Anda sendiri!" tegas Alvaro lagi.

"Aku tahu... Pergilah. Wajahmu sudah sangat pucat."

Alvaro segera pergi. Dia tidak bisa menggunakan sihir lagi. Karena itu dia segera pergi menggunakan mobil. Dibantu oleh Ana, dia memasuki dunia mereka. Melewati portal yang terhubung pada pintu gerbang rahasia untuk memasuki dunia sihir .

Tempat dimana mereka memulihkan diri ketika kehabisan mana di dunia manusia tampa sihir. Mengendalikan gejala kebangkitan Evan tidaklah mudah jika mereka tidak di dunia sihir. Karena itu Alvaro harus menggunakan kemampuan ekstranya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!