3

Elliana membuka matanya ketika seekor nyamuk membuatnya terbagun. Kepala yang tadi ia letakkan diatas lengannya, kini sudah tegak lurus sejajar dengan bahunya.

Kakinya melangkah menuju saklar lampu. Rumah sangat hening hingga langkah kakinya terasa menggema. Kernyitan muncul di dahinya. Elli berjalan menuju ruangan lain dirumah itu, menuju ruang tamu dan mendongak ke lantai dua. Namun tak satupun terlihat ada orang lain selain dirinya.

"Aneh sekali, kemana semua orang?"

Elli membuka pintu utama menuju teras rumah, memeriksa mobil digarasi samping. Saat itu ia tahu sepertinya semua orang sedang keluar.

"Apa semua penghuni rumah ini memusuhiku?" tanya Elli pada udara kosong. Wajah cantik itu mencoba memikirkan suasana rumah yang sejak awal tak ia perhatikan. "Yah, tampaknya memang begitu, bahkan bibi baik hati yang biasa mengantar makananku. Mereka semua menghindariku." gumamnya.

"Ayo isi perut dulu."

Elli berjalan ke arah dapur, namun tidak ada apapun diatas meja makan. Lagi-lagi keningnya mengerut, merasa sangat aneh dengan keadaan saat ini. Dia membuka kulkas, hanya ada sayur mentah dan beberapa daging segar.

"Sebaiknya aku pergi keluar kencari makan."

Elli memutuskan membeli makanan disekitar rumahnya. Namun ketika memeriksa isi dompetnya, dia baru sadar uangnya tinggal beberapa ribu setelah pulang dari rumah sakit kemarin. Karena penasaran, Elli memeriksa kartu-kartu di dompetnya. Hanya ada kartu pelajar, kartu perpustakaan dan kartu-kartu keanggotaan dari kegiatan yang sepertinya ia ikuti diluar sekolah.

"Karena sibuk belajar aku lupa memeriksa seperti apa kehidupan yang aku jalani."

"Tidak ada satupun ATM atau kartu kredit. Ini aneh sekali, apa aku selalu menggunakan uang tunai?"

Ketika suara keramaian dari arah ruang tamu tertangkap oleh telinganga. Elli keluar dari kamarnya. Karena letak kamarnya sedikit dibelakang, cukup memakan waktu untuk sampai di ruang tamu.

"Ibu, bisa aku bicara?" tanya Elli.

Semua orang yang datang adalah penghuni rumah itu yang telah kembali. Termasuk pengasuhnya dulu dan semua asisten rumah tangga.

"Ada apa Elli, kami baru saja pulang. Ibumu juga lelah." Ayah tirinya yang menjawab.

Ela, sang ibu hanya meliriknya sesaat sebelum fokus pada adik tirinya. Elliana mencoba membaca semua pikiran orang-orang yang menatapnya. Lalu terkekeh sinis dalam hati. Pikiran mereka terbuka jelas saat menatapnya, dimana ada rasa tidak enak hati dari pekerja, rasa benci dari ayahnya dan ketidak sukaan dari ibunya. Tapi dia tak akan berhenti pada tujuannya, dia tidak peduli penilaian mereka, dia hanya perlu bicara dengan ibunya.

"Maafkan saya, tapi saya sangat lapar. Saya tidak punya uang untuk membeli makanan. Saya tidak ingat apapun, saya merasa sangat bingung karena tadi semua orang tak ada dirumah."

"Sa-Saya akan masakkan sesuatu untuk Non." kata bibi pengasuh, namun segera dicegah oleh ayah tirinya.

"Kamu sudah besar, tidak usah manja Elli. Tadi kami semua keluar karena kamu mengurung diri di perpustakaanmu. Kami tidak ingin mengganggumu belajar jadi tidak mengajakmu." lalu dia mengeluarkan lima ratus ribu dari dompetnya dan meletakkannya di atas meja. "Pakai uang itu untuk seminggu ini. Besok pagi-pagi kami semua akan pergi keluar kota. Karena kamu sedang mengejar pelajaran, kamu tidak bisa ikut, kan. Jadi tetap disini."

"Keluar kota? Kemana?"

"Ini untuk mengurus bisnis keluarga. Semua asisten rumah tangga akan ikut karena kami akan lama disana. Kamu sudah besar, jadi bisa mengurus diri sendiri, kan. Ibu perlu mereka untuk mengurus rumah disana karena ada adikmu juga yang masih sangat kecil."

'Alasan yang sangat tidak masuk akal.' pikir Elli. Terutama saat dia membaca pikiran ibunya yang mengeluarkan kalimat penuh keengganan untuk menjelaskan lebih jauh dan ingin segera pergi.

"Sudahlah, karena semua lelah dan harus pergi besok, jadi semua istirahat sekarang." perintah Aril.

Elli berjalan mendekati meja. Lalu mengambil uang yang tadi Aril letakkan disana.

'Lima ratus ribu, apa yang bisa aku dapatkan dengan ini untuk seminggu kedepan?'

.

Paginya, Elli bangun kesiangan. Saat dia bangun seluruh penghuni rumah telah kosong. Elli menuju dapur, berencana memasak apapun yang ada dikulkas dan melihat caranya di internet.

Ketika membuka pintu kulkas, Elli menemukan sebuah pesan di dinding kulkas sebelah dalam. Itu adalah tulisan pengasuhnya.

'Maaf tidak bisa membantu Non Elli, Bibi merasa sangat bersalah karena tidak punya pilihan. Ada kotak perhiasan Non saat kecil di kamar rahasia milik ayah kandung Non di ruang bagian belakang perpustakaan. Pintu kecil yang kuncinya terletak di bawah rak buku nomor dua. Ayah Non berpesan agar Non membuka ruang itu saat usia dewasa, tapi karena keadaan, Bibi memberitahunya sekarang. Kami tidak akan kembali dalam waktu dekat.'

Itu adalah pesan yang tertulis di lembar kertas yang tertempel disana. Melupakan rasa laparnya, Elli segera memasuki perpustakaannya dan memeriksa ruang pribadi yang dikatakan pengasuhnya.

Ketika membuka ruangan itu, tidak ada yang bisa Elli lihat karena sangat gelap. Dia meraba-raba dinding dan menemukan saklar lampu. Ketika cahaya memenuhi ruangan, Elli dibuat takjub dengan banyaknya buku yang terlihat kuno. Elli membuka dua laci meja baca disana, kenemukan kotak yang pengasuhnya sebutkan.

"Yah, setidaknya ini cukup untuk membiayai hidupku dalam dua bulan jika aku tidak melanjutkan terapi." ujarnya.

Perhiasan itu tidak banyak. Ada satu jam tangan tua yang mungkin milik ayahnya. Satu kalung emas dan satu gelang. Yang lainnya adalah perhiasan yang diperkirakan Elli keluaran dari merk kelas atas yang jika dijual kemungkinan harganya tidak bisa diprediksi Elli jika dijual lagi. Sehingga perhiasan itu tidak masuk dalam hitungannya.

Elli mendapat kunjungan siang harinya. Dia adalah Arsenio. Pria itu juga sedang menghadapi masa-masa belajar sebelum ujian akhir sekolah. Tapi dengan senang hati menawarkan diri untuk membantu Elli belajar.

'Anak ini sungguh-sungguh datang? Aku pikir dia hanya basa basi saat itu. Meski begitu aku jadi bersyukur, dia akan berguna untuk kedepannya.' pikir Elli ketika Arsenio mulai mengeluarkan buku-buku yang perlu Elli pelajari menjelang ujian akhir.

"Aku sudah belajar sendiri sejauh ini. Aku sudah membaca semua materi pelajaran SD. Aku mulai belajar tentang materi pelajaran SMP."

"Aku membawa buku soal-soal saja. Karena membaca seluruh materi menurutku tidak perlu."

"Kenapa? Kalau aku tidak membacanya bagaimana aku bisa tahu jawaban soal-soal dibuku yang kamu bawa?"

"Hmm, hanya cari di internet. Lalu kamu cukup mengingat jawabannya."

"Aaa, kamu memintaku menghapal contekan?"

Arsenio tertawa, merasa lucu akan pemikiran Elli.

"Itu tidak mencontek, karena semua pelajaran ini tidak akan berguna menurutku saat kita masuk universitas. Kita hanya butuh ijazah. Jika kamu butuh memahami seperti dasar matematika atau fisika, kamu bisa mengkaji ulang. Kamu jenius, akan sangat mudah bagimu melakukannya. Karena itu cukup selesaikan soal-soal ini saja."

Meski ragu akan cara Arsenio, dia tetap melakukan apa yang disuruhkan padanya.

"Arsenio, kamu urutan keberapa disekolah?" tanya Elli sambil mulai mengerjakan soal pertama dibuku.

"Arsen saja, aku berada diperingkat biasa saja." jawabnya.

"Bukankah kamu lebih muda dariku?"

Arsen tersenyum tipis, memperhatikan Elli yang membaca jawaban di internet tapi juga mencoba menegurnya soal panggilan santai yang ia lakukan.

"Karena aku merasa kita seumuran. Kita akan ada dikelas yang sama. Wajahmu juga tidak terlihat lebih tua dariku."

Elli menoleh, ketika dia memperhatikan garis wajah Ersen dengan saksama, dia baru menyadari bahwa wajah pria disampingnya itu memang terlihat lebih dewasa dari umurnya.

"Yah, kamu memang terlihat tua." celetuknya sambil lalu ketika membalik halaman selanjutnya.

Arsen mencoba menahan rasa gelinya karena sifat Elli yang menurutnya tidak berubah. Selalu mengatakan apa yang ada dalam pikirannya tampa filter.

"Kenapa kamu menatapku begitu?" tanya Elli ketika merasa terganggu karena Arsen yang menatapnya terus.

"Ah, maaf! Aku hanya mencoba mengingat masa lalu. Saat pertama kali melihatmu, kamu yang dulu dan sekarang tidak jauh berbeda. Aku harap ingatanmu cepat pulih."

"Benarkah? Apa kamu penguntit atau apa? Kamu sepertinya sangat mengenalku." Elli mulai waspada meski wajahnya tetap tenang. Perlahan dia menatap wajah Arsen dan membaca pikirannya sambil mendengar jawaban dari bibirnya.

"Mana mungkin aku penguntit, ada banyak orang yang mengenalmu dengan baik karena mengagumi bakat dan prestasimu. Kamu dikenal sebagai senior yang memiliki karisma dan daya tarik yang unik diantara senior lainnya, kamu itu sangat sulit ditebak Juga sehingga anak-anak selalu membicarakan apa yang kamu lakukan."

'Aku hanya memperhatikanmu dari jauh dan dari pembicaraan orang-orang. Yang seperti itu bukan menguntit namanya' lanjut Arsen dalam hati.

"Hahaha, Kamu anak baik. Jelaskan tentang rumus fisika yang ini."

"Wah... kamu sudah sampai materi ini?" kagum Arsen.

"Aku melompati jenis pertanyaan yang sama."

"Aah, pantas saja."

Arsen menjelaskan sesuatu yang belum dikenali Elli karena malas mencari di internet. Menurutmya lebih efisien langsung menerima penjelasan dari Arsen.

.

Satu minggu berlalu menjadi satu bulan. Benar saja apa yang dikatakan pengasuhnya. Orang tuanya tidak pulang. Tidak ada kabar dan pesan yang dikirim Elli hanya dibalas seadanya.

Belajar bersama dengan Arsen juga berlanjut dengan tingkat pertemuan yang dinaikkan menjadi seminggu sekali. Sekali pertemuan, mereka akan menghabiskan waktu dari pagi hingga sore.

Seperti hari ini, Arsen pulang setelah mereka keluar bersama untuk makan malam. Sedikit banyak Arsen juga mengetahui bagaimana hubungan Elli dengan orang tuanya yang tidak baik. Mebuat Arsen semakin menaruh perhatian padanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!