16

Ketika Elli bangun dipagi hari, Alvaro menyambutnya dengan satu map tebal berisi dokumen kepemilikan. Artinya, dia telah menyelesaikan masalah Elli.

"Ini sungguh... "

Elli terpaku pada sebuah surat tulisan tangan dengan tanda tangan dan cap jari atas nama ayahnya, Ellias. Surat yang tidak panjang, surat yang hanya menyatakan bahwa dia menyerahkan seluruh asetnya pada Elli. Tidak ada kalimat perpisahan atau bentuk kasih sayang. Surat itu hanya berisi beberapa baris kalimat seolah ayahnya berbicara pada bawahannya.

"Ya, itu surat yang cukup dingin sebagai seorang ayah pada anaknya." kata Evan, tiba-tiba sudah berada dibelakangnya.

Elli memang menunggunya dirumah kaca setelah satu malam tadi dia harus bergadang karena Evan kesakitan lagi. Wajah lelahnya tidak bisa disembunyikan walaupun Ana sudah membantunya dengan make up.

"Seperti pengakuan ibumu, Ayahmu tidak memiliki satupun keluarga. Tidak ada yang kami temukan untuk saat ini." sambung Alvaro.

"Kuliahmu hanya dua hari ini, bukan?" kata Evan memastikan, dia duduk ditempat biasanya dan langsung makan.

"Ya, apa ada perintah lain untuk saya?"

"Evan akan mengantarmu, dia yang akan menjadi pengawalmu. Karena saat aku butuh, dia bisa cepat membawamu padaku. Dia juga akan menjadi tutormu."

Meski Elli bingung tentang kata butuh yang dimaksud Evan, ditapi dia tidak ingin banyak bertanya untuk saat ini. Karena dia beranggapan, dia akan menemukan jawabannya sendiri nanti.

"Kamu tidak penasaran?" tanya Alvaro saat mereka dalam perjalanan ke kampus.

"Tentang apa?"

"Tuan yang membutuhkanmu."

"Ah... Itu! Tidak terlalu."

"Kamu terlihat tidak peduli."

"Memangnya aku harus bagaimana? Tidak ada gunanya terlalu banyak tahu, itu akan jadi merepotkan."

"Ffftt! Kamu benar-benar unik. Entah kenapa aku merasa kalian sangat cocok satu sama lain." kata Alvaro, melihat sifat Evan dan Elli yang mirip dalam beberapa hal, dia merasa seperti menghadapi satu orang dalam tubuh yang sama. "Tapi kamu lebih baik, kamu menjunjung kebenaran sementara dia tidak."

"Apa kamu sedang membahas kejadian malam itu?"

"Ah... tentang malam itu? Orang itu masih hidup, dia adalah seorang kriminal. Bukan tampa alasan tuan menyiksanya."

"Kalau dia kriminal harusnya berikan dia pada polisi. Lupakan itu! Apa yang kamu lakukan hingga ibuku mau mengaku?" tiba-tiba Elli mengalihkan pembicaraan.

"Hmm? Oh... sedikit ini dan itu." Elli menoleh, melempar tatapan menuduh. "Aku belum menggunakan kekerasan, tenang saja. Dalam lingkaran bisnis pertambangan, tuanku berada beberapa level diatas mereka. Informasi penting seperti pelanggaran yang bisa menyeret mereka ke hukuman penjara sangat mudah aku dapatkan. Saat ini, karena kamu masih kuliah dan harus mengurusi tuan, aku akan bertanggung jawab dalam mengatur perusahaanmu dan dengan rinci membuat laporannya."

"Kamu mau melakukannya?"

"Tidak, aku akan menyuruh orang lain."

Elli menatapnya datar setelah mendengar jawaban sesuka hati itu. Bagaimana bisa dia mempercayai orang lain. Tapi karena dia belum memahami bisnis yang ditinggalkan ayahnya, dia memang memerlukan orang yang memahaminya.

"Kita perlu kontrak."

"Kamu benar-benar deh! Kamu belum bisa percaya padaku? Saat ini aku yang jadi pengawal dan tutormu! Tuan bahkan menyerahkan keselamatanmu padaku langsung."

"Apa itu istimewa? Maksudku kamu?"

"Apa? Wah... Nona kecil! Begini-begini aku jauh lebih tua darimu dan aku ini salah satu orang penting."

Elli tidak menunjukkan respon yang berarti selain memasang wajah tak percaya. Tentu saja dia masih sangat ragu, tapi karena Evan yang menyuruhnya, Elli terpaksa percaya. Bagaimanapun juga dengan dia Elli terikat kontrak.

"Yah, saat ini kamu cukup penting." katanya sambil lalu karena mereka telah sampai di kampus.

Elli segera dihampiri Arsen sesaat setelah dia turun. Wajah pria itu jelas sangat kaku ketika dia menatap Alvaro yang ikut turun dari mobil. Matanya memeriksa keadaan Elli dari bawah sampai atas, seolah takut Alvaro melakukan pemaksaan padanya.

"Siapa dia, Elli? Kenapa kamu bisa bersamanya?"

"Dia temanku, lebih tepatnya rekan kerja."

"Apa? Apa maksudmu dengan rekan kerja?" Arsen semakin terlihat kawatir mendengar pernyataan itu.

Alvaro yang memperhatikannya, maju dan menarik Elli kebelakang punggungnya. "Kenapa kamu terlihat sangat protektif pada Elli? Memangnya kamu siapanya?" tanya Alvaro.

Kedua orang yang sebenarnya saling tahu apa yang terjadi itu sedang beradu argumen di depan Elli yang tak tahu apa-apa. Seolah mereka tidak saling mengenal satu sama lain dan berusaha menjauhkan Elli dari pihak satu sama lain.

"Aku temannya." jawab Arsen.

"Hanya teman, tapi kamu bertindak seperti ayahnya. Aku jadi penasaran apa yang ada dalam kepalamu saat ini."

Arsen mengeraskan rahangnya, "Elli, ayo masuk. Jam kuliah hampir dimulai." kata Arsen pada Elli, sengaja mengabaikan Alvaro yang saat ini masih menatapnya.

"Aku tidak mengerti kenapa kamu sampai melakukan hal konyol ini demi menjadi anjing orang tak berguna, atau ini ada kaitannya dengan perasaan?" sela Alvaro.

Arsen yang memahami arah perkataan Alvaro, menoleh dan membalas tatapan Alvaro dengan sama tajamnya.

"Apa bedanya denganmu? Kamu juga menjadi Anjing dari orang terbuang. Aku memberimu peringatan untuk tidak melibatkan Elli. Dia tidak ada hubungannya." balas Arsen.

Elli yang menyadari arah pembicaraan mereka tak seperti apa yang ia kira, menatap keduanya bergantian. Penasaran dengan isi pikiran mereka tapi tak bisa membacanya. Elli yakin mereka telah saling mengenal sebelumnya. Karena namanya dibawa-bawa, dia akhirnya menyela.

"Hentikan, Al! Kita bicarakan hal ini nanti. Aku harus masuk kelas. Ayo Arsen!" tegas Elli.

Arsen mengikuti langkahnya, meninggalkan Alvaro yang kembali menampilkan ekspresi santai, seolah tidak ada apapun yang terjadi.

.

Setelah mata pelajaran selesai dan dosen mereka telah keluar. Elli segera mengemas bukunya dan langsung membuka pembicaraan dengan Arsen terkait masalah tadi.

"Jadi, dimana kamu mengenal Alvaro? Apa sebelumnya kamu juga sudah mengenal Senior Evan?" tanyanya tampa basa basi.

"Tidak terlalu kenal. Karena hubungan bisnis orang tuaku... Sesuatu seperti itu. Sejak bertemu orang itu kami memang tidak punya kesan yang baik. Kami pernah terlibat perselisihan... Jadi aku pikir dia dendam padaku dan ingin mengganggumu."

Elli tidak langsung mempercayainya begitu saja, tapi untuk saat ini dia akan menganggapnya begitu.

"Jadi kenapa kamu baru bilang sekarang? Apa kamu tahu aku terlibat dengannya saat ini?"

Arsen melebarkan matanya, dia menatap Elli dengan wajah penuh keterkejutan. "Mereka sungguh mengancammu? Karena itu dia bilang kamu rekan kerjanya? Apa dia memaksamu?"

"Bukan, kenapa kamu berpikir mereka akan mengancamku? Seburuk apa sih permusuhanmu dengan mereka? Aku sungguh bekerja dan digaji." kata Elli, dia merahasiakan kesepakatan itu.

"Digaji? Kamu tidak mau aku bantu tapi kamu bekerja pada mereka?"

Nah, Elli jadi serba salah. Apalagi melihat wajah Arsen yang tampak kecewa. "Yah, itu terjadi begitu saja. Aku lebih suka bekerja dari pada menerima bantuan secara cuma-cuma."

'Tapi kenapa harus mereka? Kenapa harus...'

Arsen tersentak, dia berdiri dan langsung keluar dari ruang kelas. Bukan karena ingin menunjukkan rasa marah seperti yang saat ini dikira oleh Elli, tapi karena menghindari pikirannya dibaca oleh Elli. Emosinya sedang tidak stabil, dia kesulitan menciptakan sihir penghalang.

Sementara Elli yang tadi sempat membaca pikiran sesaatnya itu, terkejut karena sejak beberapa waktu terakhir dia tidak bisa membaca pikiran Arsen.

'Sebenarnya kemampuanku ini sangat tidak masuk akal. Tapi aku tidak bisa menjelaskan pada siapapun. Apa ini yang disebut punya indra ke enam itu? Tapi aku tidak pernah percaya pada teori indra keenam. Bukankah semua itu hanya trik membaca raut wajah dan dibumbui kebohongan?'

Elli merasakan hembusan angin familiar. Angin dingin yang membekukan sampai-sampai membuatnya merinding. Dia menoleh ke arah pintu keluar. Alvaro berdiri di ambang pintu dengan ekspresi yang tak baik-baik saja. Elli segera menenteng ranselnya dan menghampirinya.

"Apa terjadi sesuatu pada Senior?" tanya Elli.

"Ya, kita harus kembali. Ayo!"

Elli segera mengikuti Alvaro. Ketika sampai di mobil, Lilia mengirim pesan padanya bahwa kelas berikutnya dibatalkan karena dosennya sakit. Pikiran aneh mulai merasukinya. Menebak-nebak apakah ini ulah Alvaro lagi yang mengaturnya. Karena sangat aneh ketika belum lama dosen itu mengonfirmasi kedatanganya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!