"Ale gak apa-apa ikut kamu?" tanya Endra pada Altair.
"Gak apa-apa, om."
"Memangnya di bolehin?" tanya Endra lagi. Ia tidak puas dengan jawaban Altair barusan.
"Bisa, Endra. Kami para prajurit juga masih memiliki hati" Adiyaksa yang menjawab. Ia sangat mengerti perihal apa yang Endra rasakan kini. Rumahnya yang ramai karena gelak tawa Ara dan tangisan melengking Ale akan menjadi hal yang Endra rindukan. Makanya lelaki itu cukup sensitif.
"Gak gitu maksudku, kak. Endra belum lupa yah, dulu kakak ninggalin anak-anak di rumah karena sibuk kegiatan" kata Endra.
"Heh, adikku Endra yang paling tampan, saat itu kakak ninggalin Ara karena karena Tama sudah berusia 10 tahun, Arka juga sudah berusia 8 tahun saat itu. Kakak gak ninggalin dia sendirian. Lagian kegiatan kakak juga masih dalam satuan, gak sampai keluar kota" ujar Adiyaksa. Endra memang pengingat yang handal. Hal yang terjadi di waktu silam saja masih ia ingat.
"Apapun itulah, terserah kakak. Altair, om hanya mau bilang, kalau ada apa-apa dengan anak om, kembalikan dia dengan cara baik-baik. Rumah ini akan selalu menanti kepulangan Ara. Pun dengan cucuku, kalau misalkan kamu dan Ara sama-sama sibuk, bawa Ale ke sini. Di sini ada om dan Tante yang akan menjaganya." kata Endra.
"Iya, om. Terima kasih " Altair mengangguk saja. Endra memang tidak se-tegas Adiyaksa dalam memimpin prajurit, namun Endra terlihat lebih mengerikan jika hal yang menyangkut Ara dan Ale.
Hari ini, Ara, Altair dan Ale harus ke Mahalaga. Sebagai pengantin baru, ia mesti mendatangi rumah mertua. Oh iya, ini adalah hari ke dua mereka resmi menjadi pasangan suami istri. Iya, mereka kan menikahnya baru kemarin. Namun Gea sudah harus ke Mahalaga untuk mengadakan prosesi ngunduh mantu untuk Ara.
Dibandingkan dengan Adiyaksa dan Arawinda, Endra dan Anala terlihat lebih berat melepaskan Ara dan Ale. Seperti saat ini, Endra dan Anala memeluk anak dan cucu mereka.
"Dik, Ara kita hanya mengunjungi mertuanya, tidak meninggalkan kalian" kata Arawinda.
"Iya, mi. Lusa udah balik lagi kok" Ara menenangkan Anala.
"Baliknya ke asrama tapi" lanjut Ara yang membuat Anala memukul bokongnya dengan penuh kegemasan.
"Hati-hati yah. Telpon papi kalau sudah tiba di sana. Altair, perhatikan anak saya"
"Iya, papi sayang"
"Iya, om"
Ara lalu duduk di kursi penumpang.
"Jangan bangun kesiangan di rumah mertua" ledek Tama.
"Kapan juga Ara pernah bangun siang kak" Ara merengut.
"Jangan diganggu terus adiknya, Tama" Arawinda mengingatkan.
"Iya, mamaku" Tama lalu menutup pintu mobil.
"Altair, hati-hati bawa mobilnya " pesan Ayra pada Altair.
"Iya, mbak. Mari semuanya!" Altair membunyikan klakson mobilnya dua kali, sebelum menginjak pedal gasnya.
"Ku ku kuku" oceh Ale.
"Mengoceh kamu nak?" Ara lalu memutar tubuh anaknya, agar menghadap ke arahnya.
Altair melirik Ara yang asik menemani Ale berbicara.
"Mau kemana kita?"
Hehe heh hehe
"Nah kan, padahal aunty ngomong ini lho, tapi Ale malah ketawa"
"Iya, mau ke rumahnya om Altair, mau ke rumahnya kakek dan nenek juga"
"Ku kuku ku ku"
"Iya sayangku "
Jika ada yang bertanya apakah mereka tidur di tempat yang sama? Jawabannya tentu tidak. Altair tidur di sofa sementara Ara tidur di kasur. Ale dimana? Ale diambil alih oleh Anala dan Endra.
Tiba di Mahalaga, Ara disambut di teras rumah oleh Gea dan Hirawan.
"Kain putihnya diinjak sayang" ucap Gea dari anak tangga paling atas.
"Siniin Ale" Altair hendak mengambil Ale.
"No, kak. Ibu juga sekalian ngunduh cucu" Gea tertawa.
"Paket komplit ini. Beruntungnya ayah" bangga Hirawan.
Tiba di anak tangga paling atas, Ara diminta menginjak talang yang terbuat dari anyaman bambu. Di atas talang itu ada berbagai macam daun, namun Ara tidak tahu apa namanya . Ia hanya melakukan apa yang diminta oleh Gea.
Saat Ara berjalan menuju pintu utama kediaman pribadi Hirawan, ia diberikan sebuah kunci oleh yang punya rumah.
"Selamat datang di kediaman, kami sayang." Gea lalu memeluk menantunya, juga tak lupa mencium pipi kiri dan kanan menantunya. Hirawan juga memeluk menantunya, lalu mengambil Ale dari gendongan Ara.
"Ini Ara doang yang disambut?" tanya Altair.
"Ya iya dong." jawab Hirawan.
Altair menghela napasnya. Ia hanya bisa pasrah menjadi asisten Ara hari ini. Ditangannya ada koper. Sementara yang punya koper sudah digiring ke ruang keluarga oleh Gea.
Jadi begini rasanya jadi suami? Monolog Altair dalam benaknya.
"Kuncinya mau disimpan dimana bu?" tanya Ara.
Gea mengikuti arah pandang menantunya yang sedang memegang kunci dengan gantungan miniatur istri prajurit.
"Terserah Ara mau disimpan di mana. Itu adalah kunci rumah yang kapan hari kita datangi. Hadiah dari ayah dan ibu."
"Bu, Arakan sud-..."
"Ibu gak nerima penolakan, sayang." Gea mengusap rambut lurus menantunya.
Hingga saat jam makan siang, Ara membantu Gea menyiapkan makanan.
"Bu, memangnya gak apa-apa yah kalau Ara bawa Ale ke asrama?" tanya Ara dengan suara pelan.
"Gak apa-apa, sayang. Di asrama banyak juga kok ibu-ibu muda yang mempunyai anak. Nanti pasti dibantu oleh kak Altair juga" jawab Gea.
Ara mengangguk saja. Jawaban Gea barusan lebih dari cukup untuk menghilangkan ke-khawatiran nya.
"Naya sudah kembali, bu?" tanya Altair. Ia tidak melihat batang hidung adiknya sejak tadi.
"Sebelum ibu berangkat ke sini subuh tadi, Naya juga langsung kembali ke kesatuannya" jawab Gea.
"Pantesan. Padahal belum ku uyel- uyel " kata Altair yang sedang berusaha mendudukkan Ale di atas stroller.
Mereka lalu makan siang, diiringi tatapan mupeng Ale yang juga ingin mengunyah.
"Umurnya berapa sih? Kasihan, mau ngunyah juga itu" gemas Gea.
"Tanggal 7 nanti baru 6 bulan,bu." jawab Ara.
"Wah, beberapa hari lagi tuh."
Setelah makan, Ara hendak membantu Gea membersihkan meja makan, tapi sebelum menyentuh piring kotor, suara Gea menggema, melarangnya untuk bersih-bersih.
"Nanti biar mbak Sum yang membersihkan. Ara istirahat gih, Ale juga sepertinya sudah lapar, udah rewel gitu"
"Terima kasih, Bu "
"Kak Al, tolong bawa nak Ara ke kamarmu" teriak Gea.
Altair muncul dari taman sebelah rumah. Ia lalu memimpin jalan menuju lantai dua, dimana kamarnya berada.
"Karena saya orang baik dan tidak setega kamu, kamu boleh pakai ranjangnya" ucap Altair.
"Hah?" tanya Ara heran. Apakah ia benar-benar setega itu terhadap suaminya hingga sang suami bahkan ngomong dengan sangat frontal
"Hah heh hah heh, sana, istirahat. Itu Ale juga sudah rewel, kelaparan." suruh Altair.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments