"Wah, parah nih bayi, gak mau lepas dari emaknya" Ucap Ayra. Sejak tadi ia berusaha menggoda Ale agar mau lepas dari Ara.
"Gak usah pergi saya kali yah mbak. Ara minta tolong mama saja buat telpon Tante Gea"
plak
Pundak Ara menjadi sasaran empuk kegemasan Ayra, "ngawur kamu, dik" ucap Ayra.
"Ya mau gimana, Ale gak mau pisah" pasrah Ara.
Tidak hanya Ayra yang mencoba mengambil Ale, namun Anala dan Arawinda juga sudah mencobanya.
"Mama telpon tante Gea deh" Arawinda sudah lelah membujuk cucunya.
"Halo, Win?"
Arawinda menghela napasnya. "Ini lho Gea, Ale gak mau lepas dari Ara. Sejak tadi sudah berusaha untuk mengalihkan perhatiannya, namun selalu gagal." curhat Arawinda.
"Kalau misalnya hari ini Ara gak ke rumahmu, gak apa-apa kah?" tanya Arawinda lagi.
"Jangan dong, Win. Ale nya dibawa saja, kayak sama siapa aja sih"
Arawinda menatap anaknya, meminta pendapat sang anak. Ara mengangguk saja.
"Gak ganggu kamu, kan?" tanya Arawinda.
"Heh, mana ada cucu yang ganggu neneknya " omel Gea.
Setelah sambungan telponnya mati, Arawinda membantu Ara menyiapkan perlengkapan Ale. Hanya dua set baju dan mainan karet yang selalu anak itu pegang serta beberapa popok sebagai persediaan.
Jam 10 pagi, Altair sudah menunggu di teras rumah, ditemani oleh Tama. Sebab Adiyaksa dan Endra sedang pergi berkuda.
"Maaf, tadi kak Altair harus menunggu lama" ucap Ara sesaat dirinya sudah duduk di kursi penumpang.
Altair mengangguk, sebelum menutup pintu untuk Ara, lalu berjalan mengitari mobil dan membuka pintu pengemudi.
"Kukuku kuku ku"
Si kecil Ale suka mengoceh, kadang juga memasukkan kepalan tangan kecilnya ke mulut.
"Selalu begini?" tanya Altair.
"Apanya?"
"Baby Ale."
"Tidak juga. Seingat saya, baru kali ini ia rewel begini. Kak Altair keberatan yah?" tanya Ara.
"Hust, omongannya. Saya hanya bertanya, bukan keberatan " jawab Altair.
Ara mengangguk saja.
"Kalau kak Altair keberatan, ngomong yah. Biar kita gak usah melanjutkan ini. Saya gak mungkin ninggalin Ale demi kakak" ucap Ara.
"Mana ada saya keberatan, Ara. Saya gak ada ngomong perasan."
Butuh waktu 30 menit untuk tiba di kediaman pribadi, Aryasetya. Ara disambut dengan wajah bahagia Gea. Perempuan paruh baya itu bahkan tak segan memeluk dan mencium pipi kanan dan kirinya.
"Selamat datang di rumah kami, dik. Semoga betah" sambut Gea.
"Terima kasih Tante " ucap Ara.
"Baby Ale juga, selamat datang sayang" Gea menoel pipi gembul Ale.
Altair menyusul sambil membawa tas kecil dan juga paper bag.
"Apaan tuh?" tanya Gea.
"Perlengkapan nya baby Ale, tante. Kalau yang di paper bag coklat, titipan mama buat tante" jawab Ara.
"Kok repot sih? Tapi terima kasih yah sayang"
Sikap Gea dan Arawinda tidak berbeda jauh, keduanya sama-sama hangat dan heboh. Seperti saat ini, dua perempuan itu sibuk di dapur, sementara Ale berada dalam pengawasan Altair. Ara dibuat heran, bayi itu mau lepas darinya tidak lama setelah menginjakkan kaki di rumah ini.
Oek oek oek
Tangisan itu membuat Gea heboh.
"Cuci tangan gih, dik. Sepertinya baby Ale sudah lapar"
"Gak apa-apa Tante?" tanya Ara.
"Gak apa-apa, dong. Supnya sebentar lagi matang kok ini, sisa disajikan. Kalau mau menyusui, pinjam kamar Altair saja "
"Eh" kaget Ara.
Jadi Tante Gea tahu kalau aku induksi ASI? Kok gak marah sih? Minimal batalin perjodohan ini lah? ucap Ara dalam hati.
"Santai, dik. Tante gak makan orang ini lho" canda Gea saat melihat ekspresi tegang Ara.
"Dik, baby nya nangis" Altair datang bersama Ale yang berada dalam gendongannya.
"Sana gih sayang" ucap Gea lembut.
"Terima kasih"
"Kak, pinjam kamarnya dulu yah "
Altair mengangguk mendengar ucapan ibunya. Ia membantu Ara membawa tas jinjing berukuran sedang ke dalam kamarnya.
"Kalau ada apa-apa, panggil saja" ucap Altair sebelum meninggalkan kamarnya dan menutup pintunya.
Ara lalu memberikan ASI kepada Ale. Sepertinya bayi itu memang sedang lapar, buktinya ia menghisap dengan sangat kuat. Tidak lama kemudian, Ale tidur dalam keadaan kenyang dan sepertinya lelah.
Ara lalu membaringkan tubuh kecil Ale di tengah-tengah tempat tidur, memberi dua bantal guling di sisi Ale sebagai bentuk perlindungan agar bayi itu tidak bisa bergerak bebas.
"Eh, padahal Tante baru mau ketuk pintunya" kaget Gea.
"Maaf, Tante " ringis Ara. Gea benar-benar terlihat kaget tadi.
"Baby Ale tidur yah?" tanya Gea.
"Iya, Tante"
"Aman kan yah? Di kasih bantal kan di sisinya?"
"Iya Tante "
Ara tidak mengira jika Gea akan sebegitu bawelnya perihal Ale. Ia kira Gea akan keberatan dengan Gea yang berada di sisinya.
"Ya sudah, sekarang makan dulu. Om juga sudah pulang" ajak Gea.
Pintu kamarnya dibiarkan terbuka, agar saat Ale menangis, suaranya bisa kedengaran.
Sebelum pulang, Ara diberikan paper bag oleh Gea.
"Ini adalah tanda sambutan kami. Selamat berjuang yah sayang"
"Terima kasih, Tante. Maaf merepotkan "
"Tidak merepotkan, sayang. Tante malahan senang, karena kamu bersedia datang." Gea bahkan merapikan rambut Ara yang ada di pelipis perempuan itu.
Ara tentu tak lupa pamit dengan Hirawan juga. Lelaki itu sama hangatnya dengan Adiyaksa.
"Baby Ale boleh ditinggal saja gak, dik?" tanya Hirawan.
"Gimana, om?"
"Baby Ale nya mau om bawa ke Mahalaga "
Fyuhh, Ara bernapas lega. Ia kira Hirawan tidak senang dengan kehadiran Ale. Ini sungguh diluar nalar nya.
Altair membantu Ara membawa paper bag hitam dan juga tas jinjing yang berisi perlengkapan Ale ke mobil. Lelaki itu lempeng saja, tidak banyak bicara.
"Saya memasukkan beberapa berkas ke paper bag untuk kamu pelajari. Waktu kita gak banyak. Hari Rabu depan kita bertemu di satuan." beritahu Altair.
"Maaf karena terkesan tergesa-gesa dan membuat kamu kerepotan."
Ara mengangguk. Mamanya juga memberitahu jika pernikahannya akan dilangsungkan tanggal 1 Januari, dan itu tidak lama lagi. Mereka harus ngebut untuk menyelesaikan urusan nikah kantor sebelum ke KUA.
"Kalau misalnya nanti Ale saya bawa untuk tinggal di asrama, boleh tidak?" tanya Ara hati-hati.
"Kamu bersedia tinggal di asrama saja sudah membuat saya bersyukur, dik. Saya kira kamu keberatan untuk tinggal di asrama, makanya ibu sampai menyiapkan rumah tidak jauh dari satuan"
"Segitunya?"
"Jangan merendah, dik. Ibu sebegitu sayangnya dengan kamu dan Ale. Ibu juga yang memberitahu jika kamu induksi laktasi."
"Kak Altair ada masalah dengan itu?"
"Tidak sama sekali, dik. Bagaimana pun Ale membutuhkan ASI eksklusif sebagai penunjang hidupnya."
"Terima kasih, kak" ucap Ara. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments