Ara POV
Hai pembacaku yang budiman, perkenalkan namaku Ara, lengkapnya adalah Aurora Denaya Bagaskara. Putri ketiga dari papa yang bernama Adiyaksa Cakra Bagaskara dan mama yang bernama Arawinda Adiyaksa. Selain menjadi seorang anak, aku juga adalah seorang adik dari kedua kakakku yang bernama Aryatama Danantya Bagaskara dan Arkatama Devanka Bagaskara, yah benar sekali, aku adalah putri tunggal.
Menjadi putri tunggal tidak membuat aku dibesarkan dengan cara menye-menye dan penuh kelembutan. Cara papa membesarkan kami bertiga sama rata. Bayangkan saja bagaimana seorang Pati yang tegas itu menggembleng kami buah cintanya, tentu saja seperti menggembleng para anggotanya.
Saat aku berumur 10 tahun, kak Tama sudah berumur 19 tahun, sementara kak Arka berumur 17 tahun. Sejak umur kak Tama memasuki 14 tahun, beliau sudah diberikan amanah oleh papa untuk menjagaku dan kak Arka saat papa dan mama tidak di rumah. Hingga pada suatu hari aku melakukan pelanggaran dan diberikan hukuman oleh papa. Entah apa yang terjadi denganku hari itu, tapi sejak hari itu, adik papa, yaitu papi Endra memintaku kepada papa agar tinggal bersama beliau. Papa mengiyakan saja, sebab om Endra belum lama kehilangan anak perempuannya yang menderita sakit, entah apa namanya.
Cara papi membesarkan aku tentu sangat berbeda jauh dengan papa. Aku bak hidup sebagai seorang putri raja, tidak lagi seperti prajurit. Setiap pagi papi akan mengantarkan aku ke sekolah, lalu menjemputku dan membawaku ke kantor, kadang juga mami Anala yang melakukannya saat papi sedang sibuk.
Hingga waktu terus berjalan dan papa sudah menetap di ibu kota negara, umurku saat itu masih 15 tahun, kelas 2 SMA semester 1, papa memintaku untuk ikut bersamanya. Sebab beliau sudah tidak lagi berpindah dari tempat satu ke tempat yang lainnya. Aku menolak, tentu saja. Bukan karena cara papa membesarkan aku, tapi aku yang sudah terlalu nyaman dengan papi dan mami. Namun meskipun begitu, setiap dua pekan sekali aku harus bertemu mama dan papa bagaimana pun caranya. Dan itu tentu saja hal yang mudah bagi papi.
Setelah tamat SMA, aku berkuliah di universitas swasta yang ada di Mahalaga. Universitas favorit di kota dingin ini.
Mau ku beritahu sesuatu ? Bilang iya saja. Baiklah, sini ku beritahu. Saat hari pertama pengenalan kampus, pihak panitia mendatangkan tentara muda agar kami ikut termotivasi menjaga kedaulatan negara dengan cara yang berbeda. Ada sekitar 10 orang tentara muda yang datang, yang katanya lulusan terbaik angkatan militer tahun kemarin. Mataku terpaku pada sosok lelaki yang berdiri bak patung, hanya diam dan selalu memandang lurus ke depan. Jika ditanya, jawabannya hanya 'Iya' dan 'tidak' saja. Bukan itu yang membuat jantungku berdebar sangat cepat, melainkan saat lelaki itu menolong seorang anak kecil sepulang ia dari kampus. Anak kecil itu sepertinya seorang pengamen yang hendak dikasari oleh preman. Dengan gerakan yang sangat lihai dan terlatih, pemuda itu berhasil mengalahkan 3 preman. Saat ia dan anak kecil itu bercerita, ku lihat tangannya diam-diam memasukkan sejumlah uang pada tas pengamen.
Pada saat aku pulang ke rumah, papi dan mami memandangku dengan heran karena kebanyakan melamun, sebab pikiranku terus melayang pada kejadian siang tadi. Ada yah orang setenang itu? pikirku. Aku juga type orang yang cukup tenang sebenarnya, tapi pada beberapa kesempatan, aku akan sangat bawel.
Hari terus berganti. Memasuki tahun ketiga kuliahku, aku kembali melihat lelaki itu di dalam cafe, duduk bersama dua orang gadis. Yang satunya cukup mirip dengannya, yang satunya tidak. Tapi lelaki itu cukup dekat dengan perempuan yang tidak mirip dengannya. Apa aku merasa sedih? Iya, sedikit sedih. Sebab sedihku yang banyak terjadi saat mengetahui jika kakak keduaku, kak Arka, gugur dalam tugasnya menjaga kesatuan negara ini. Tidak sampai di situ, ujian lain datang di hari yang sama namun dengan jam yang berbeda. Mbak Ashima, istri kak Arka meninggal setelah berhasil melahirkan bayi mungil berjenis kelamin perempuan.
Hadirnya bayi yang diberi nama Alesha, membuat kami sekeluarga merasa terhibur. Kak Arka dan mbak Ashima pergi, namun meninggalkan anak mereka, mungkin sebagai bukti bahwa beliau tidak benar-benar pergi, melainkan meninggalkan hasil buah cintanya dengan kami. Kesedihanku yang sedikit karena lelaki itu juga sudah terobati. Aku juga sudah lulus, bahkan sudah bekerja padahal belum wisuda.
Hingga 2 setengah bulan kemudian, aku harus melakukan sesuatu yang cukup besar untuk kelangsungan hidup baby Ale, yaitu induksi laktasi. Mbak Ayra, istri dari kak Tama tidak berhasil melakukannya, mungkin karena tubuhnya menolak. Mami dan mama juga sama, ada banyak pertimbangan hingga membuat papa dan papi melarang beliau melakukannya. Maka dengan lantang dan berani aku unjuk gigi, meminta izin papa mama dan papi mami untuk melakukan induksi laktasi, dan yess, 2 minggu kemudian hasilnya kelihatan. Makin lupa lah saya dengan kesedihan itu. Apalagi kan baru ulang tahun, udah makin legal lah umur saya mencoba hal-hal baru, yuhuu 21 tahun.
Aku bekerja dengan giat dan semangat, bertemu banyak orang dan banyak hal lain yang menyenangkan. Sejak bekerja di rumah sakit yang tepat berada di depan batalyon, aku lebih sering melihat lelaki itu lagi.
Hingga pertengahan November, aku nyaris mati karena hampir digilas oleh mobil yang dikendarai oleh lelaki itu. Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah cerita papa, juga niat papa yang ingin menjodohkan aku dengan anak temannya. Dan bodohnya aku, aku tidak mempunyai alasan sedikit pun untuk menolak permintaan papa. Karena sebelum aku induksi laktasi, aku sudah deal dengan syarat dari papa, yaitu melakukan keinginannya. Dan keinginannya ini sungguh diluar ekspektasi ku.
Kalian tentu tahu dong dengan siapa aku hendak dijodohkan? Iya, dengan bapak Altair, yang sejak tadi ku sebut Lelaki.
Apakah aku senang? Ya iyalah, dikit. Yang banyak apa? Merasa gak enak dengan beliau dan juga perempuan yang beberapa kali ku lihat dengannya, yang tentu saja tidak mirip dengannya.
Merasa gak enak tapi gak nolak, gimana sih kamu Ara? Pasti itukan yang kalian ingin katakan padaku. Aku juga gak tahu kenapa bisa begini?
Dan inilah takdir. Pertemuan tidak terduga beberapa saat yang lalu, membawa kami, ehh, aku dan dia pada pertemuan-pertemuan lainnya. Siapa sangka jika lelaki yang pernah membuat jantungku berdegup kencang adalah lelaki yang kini menjadi teman hidupku. Cie lah, teman hidup.
Baiklah, sampai di sini curhat colongan ku. Selanjutnya Ara serahkan kepada author yang banyak salah dan typo nya, hehe.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments