Ara sedang sibuk menyusun undangan di depannya. Ada 70 lembar undangan yang akan disebarkan ke teman-temannya. Ara sudah menyiapkan mentalnya belakangan ini untuk menghadapi ocehan teman-temannya. Ini sudah H-9 menuju hari H. Persiapan pernikahannya sudah berada di angka 90%, hanya undangan yang belum di sebar.
Ara mengecek jadwal dinas di ponselnya, tanpa sadar ia meneguk air ludahnya karena yang akan berdinas besok adalah Yuyun dan Radit, si duo petasan.
"Kok melamun?" tanya Endra.
Ara membuka kedua lengannya, meminta agar Endra memeluknya.
"Manja sekali anak papi" Endra menunduk lalu mencium puncak kepala anaknya.
"Curang nih, pelukan tapi mami gak diajak" ucap Anala.
"Sini, sayang" ajak Endra. Ia merentangkan tangan kanannya.
Anala benar-benar ikut masuk ke dalam dekapan suaminya sambil menggendong Ale.
"Sayang sekalii" Endra lebih dulu mencium puncak kepala istrinya, lalu mencium puncak kepala Ara dan terakhir mencium pipi cucunya.
"Selfie dulu dong sayang" pinta Anala.
Ara yang tadinya duduk lalu berdiri dan mengarahkan kamera ponselnya kepada mereka berempat. Endra merangkul pundak dua perempuan kesayangannya. Sementara Ale masih berada dalam gendongan Anala.
"Dinner yuk!" ajak Endra.
"Sekarang banget nih?" tanya Anala.
"Iya, sayangku. Siap-siap gih, baby Ale biar sama grandpa dulu" Endra lalu mengambil Ale dari gendongan istrinya. Agar dua wanita lainnya segera bersiap-siap.
Endra membawa keluarganya ke dinner di tempat makan kesukaan Ara. Sebuah restoran yang menyediakan makanan khas Atlantis. Ara memang pribadi yang menyukai makanan berkuah.
"Kalau Ara sudah menikah, jangan lupakan dinner rutin seperti ini yah nak. Sebulan sekali gak apa-apa" pinta Endra.
"Iya, papi. Lagian jarak dari satuan dengan rumah juga gak jauh. Tapi Ara pasti akan selalu mengunjungi papi dan mami. Jangan khawatir yah" Ara berusaha menenangkan papi dan maminya yang sepertinya masih tidak rela dirinya menikah secepat ini.
"Boleh gak sih menghentikan waktu aja?" Anala mengusap air matanya.
"Mami kok nangis sih?" Ara tertawa kecil, ia menggantikan tangan Anala yang sedang mengusap air matanya.
"Papi ke toilet dulu" Endra butuh tempat sepi untuk melampiaskan perasan sedihnya. Di luar dugaan, matanya tidak sengaja menangkap sosok lelaki yang ia kenal sedang terlibat percakapan serius dengan seorang perempuan.
"Segitu mudahnya kamu menerima perjodohan itu, kak."
"Aku tidak ingin mengecewakan ayah dan ibu, Al. Kamu tahu sendiri, bagi prajurit seperti kita, perintah itu adalah kewajiban. Mari kita sudahi ini. Lepaskan aku."
"Aku gak nyangka jika anniversary kita yang ke-7 dirayakan seperti ini."
"Happy anniversary, Al. Maafkan aku"
Suasana hati Endra berubah sangat cepat. Yang tadinya merasa ingin menangis karena akan kehilangan putri nya, kini berganti ingin melayangkan pukulan pada sosok pria di sana.
✨✨✨
"Papi kenapa? Ada masalah di kantor yah?" tanya Ara. Sejak tadi malam, Endra lebih banyak diam.
"Nggak ada, sayang. Papi hanya menyiapkan diri saja, hari pernikahan Ara semakin dekat. Itu tandanya papi akan berbagi kasih sayang Ara dengan yang lain"
"Papi bisa saja sih" Ara tertawa kecil.
Hari ini Ara memang diantar oleh Endra ke rumah sakit.
"Semangat bekerjanya! Nanti papi jemput lagi" Endra mencium kening anaknya.
"Papi hati-hati yah" Ara melambaikan tangannya kepada sang papi yang sudah mengendarai kembali mobilnya.
Tiba di ruangannya, ternyata sudah ada Raditya dan Yuyun, masih ada Arumi dan Wiwid juga yang sepertinya dinas malam semalam.
"Guys, attention please!" Ara bertepuk tangan dua kali.
"Paan tuh?" tanya Wiwid.
Ara meringis, tangannya mengambil sesuatu di paper bag yang ia bawa. Lalu membagikannya kepada empat orang di depannya.
"paan nih?" Yuyun terlihat serius membaca undangan yang Ara berikan.
"OEMJII, LO MAU NIKAH RA?"
"HEH, APRIL MOP UDAH LEWAT KAN?"
"JIAHH, PATAH HATI SE-CAKRAWALA NIH!"
Yang heboh tentu saja para perempuan. Sementara Raditya hanya bisa bertepuk tangan.
"Congrats, Ra!" ucap Raditya.
"Terima kasih kak Radit" Ara tersenyum.
"HUAAAHHH, ARA NIKAHNYA DENGAN OM-OM " teriak Wiwid heboh.
"Iya, biasanya kalau letnan sudah tua sih" Arumi mengangguk setuju.
"Gak semuanya kakak-kakak sayang. Kalau letnan yang satu ini masih muda dan kinclong " bela Ara pada calon suaminya.
"Dih, pake dibela" ucap Wiwid.
"Ra?" panggil Yuyun lirih.
"Iya kak?"
"Jangan bilang ini pangeran berbaju loreng ?"
"Hehe" Ara hanya cengengesan.
"HUAAAH, PATAH HATI SE-CAKRAWALA BANGET INI. MUSIBAH!!!" Yuyun bermisuh misuh.
"Kamu tahu Yun?" tanya Arumi.
"Itu lho, pak danton yang paling terkenal di satuan sebelah. Yang kapan hari mengantar istri bawahannya ke IGD ponek"
"Beneran ini?" tanya Arumi.
"Eh, beneran?" Ara juga baru tahu dengan fakta barusan.
"Iya astagaa. Lettu Altair ini bahkan sampai rela menunggu bersama bawahannya" Yuyun mengangguk yakin.
"How lucky you are, Ra!" Ucap Wiwid.
"Bentar lagi gempar ini" kata Raditya.
Bagaimana tidak? Undangan yang Ara sebar bukan kaleng-kaleng. Semuanya tahu berapa budget yang dibutuhkan untuk selembar undangan berwarna merah silver tersebut.
Dan benar saja, kurang dari satu jam, berita pernikahan Ara sudah menjadi hot news di rumah sakit. Apalagi saat membaca nama yang tertera sebagai calon suami Ara, siapa lagi jika bukan Lettu Inf Altair Nayaka A S.Tr (Han).
"Ra?" panggil dokter Rifai.
"Iya dok?"
"Boleh ngomong sebentar?"
"Bisa dok" Ara mengikuti langkah Rifai ke lorong yang memisahkan ruangannya dengan kamar operasi.
"Kamu yakin dengan hal ini?" tanya Rifai langsung, tanpa basa basi.
"Maaf sebelumnya dok. Tapi maksud dokter apa yah?"
"Bukannya kamu sudah tahu jika Lettu Altair ada hubungan dengan sepupu saya? Saya tidak menyangka jika kamu seperti ini, cukup tega dengan sesamamu" tuding dokter Rifai.
"Sebelum dokter bilang itu ke saya, apakah dokter mempertanyakan diri dokter sendiri? Dokter hanya melihat saya yang menyakiti sesamanya, tapi dokter seolah lupa jika dokter juga sedang melakukan hal yang sama"
"Apa maksudmu anak muda?"
"Bukankah dokter tahu perihal sepupu dokter yang ada hubungan dengan dokter Gion? Bukankah dokter tetap mendukung hal tersebut? Bukankah itu sama saja jika dokter juga mendukung perilaku seperti itu?" ucap Ara tenang.
"Terserah kamu, Ra. Saya hanya menyampaikan pendapat saya. Semoga pernikahan mu baik-baik saja dan bahagia diatas penderitaan orang lain" Rifai berlalu pergi.
Tanpa mereka sadari, percakapan mereka terdengar oleh orang lain.
Ara menenangkan dirinya sebelum kembali ke ruangannya untuk menyelesaikan pekerjaannya.
From : Papi
Papi sudah memesan makan siang untuk Ara, mungkin sebentar lagi tiba . Nanti papi jemput jam 2.
Senyum Ara terbit saat membaca pesan yang dikirimkan oleh Endra. Lelaki itu memang sangat pengertian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments