Desclaimer:
Saya kurang info dengan proses pengajuan masa kini. Gambaran proses pengajuan di bab ini adalah hasil dari imajinasi yang disatukan dengan beberapa referensi dari pencarian masa kini. Mohon maaf jika ada salah kata 🙏.
Jam 7 pagi, Altair menjemput Ara di kediaman Endra. Ara terlihat anggun seperti biasanya, apalagi rambutnya juga disanggul sangat rapi. Altair mengajak Ara untuk foto dulu untuk kelengkapan dokumen pengajuan. Karena sudah terlatih dalam kecepatan dan ketepatan, berkas-berkas itu sudah jadi dalam hitungan jam.
Jam 9 pagi, Ara menjalani pemeriksaan penelitian khusus. Ara akan diuji mengenai pengetahuan umumnya di bidang kenegaraan dan lainnya .
Altair mengajak Ara ke koperasi satuan untuk beristirahat dan juga mengisi perut mereka. Altair tahu jika Ara baru saja melewati proses yang menguras pikirannya.
"You okay?" tanya Altair. Sejak tadi Ara hanya diam sambil mengunyah rotinya. Seperti tidak ada gairah dalam hidupnya.
"Okay, kak" jawab Ara pendek.
"Beberapa hal telah diurus oleh ayah. Setelah ini kita akan menghadap Danyon, siapkan dirimu"
Ara mengangguk.
"Sudah hapal NRP saya?"
"Sudah, kak"
Pukul 2 siang, Altair memimpin jalan ke kantor danyon. Ia mengucapkan salam khas satuan, sebelum membuka pintu di depannya.
"Izin menghadap, komandan" ucap Altair di ambang pintu. Di sebelahnya ada Ara yang ikut memandang lurus tetua di satuan ini. Beliau bernama lengkap Letkol Gamala Wicaksono.
"Silahkan masuk" sambut danyon.
"Siap, terima kasih"
"Langsung duduk saja"
"Siap!" Altair menarik kursi untuk Ara lebih dulu, sebelum menarik kursi untuk dirinya sendiri .
"Sudah siap nikah, dik?" tanya danyon dengan suaranya yang sedikit lebih ramah.
Ara jadi bernapas lega saat mendengar pertanyaan hangat yang terlontar dari mulut beliau.
"Izin menjawab, siap komandan!" jawab Altair.
Yang dipanggil komandan itu mengangguk.
"Mbak Aurora, saya mau tanya-tanya, boleh?"
"Siap, boleh!"
"Nama lengkap calon suaminya siapa?"
"Altair Nayaka Aryasetya"
"Pangkat?"
"Letnan Satu"
"NRP?"
"11........."
"Rupanya mbak Aurora cukup bisa diandalkan, dik Altair memang pandai mencari pendamping."
"Siap!" ucap Altair.
"Kenal dimana? Dapatnya anak pangdam ini"
"Siap, kenal di jalan " jujur Altair.
"Bagaimana tuh ceritanya? Mbak Aurora yah yang jawab!"
"Siap, izin bercerita. Hari itu saya pulang kerja dan nyaris ditabrak oleh pak Altair " cerita Ara singkat.
"Lho, bisa-bisanya kamu dik" Gamala menatap Altair dengan heran.
"Izin menjelaskan komandan "
"Silahkan!"
"Siap. Hari itu dik Aurora menyebrang jalan dan mobil yang saya kendarai juga di atas kecepatan rata-rata karena seseorang membutuhkan pertolongan. Izin, mohon maaf jika ada salah!"
Letkol Gamala mengangguk mengerti.
"Tapi tidak sampai kecelakaan kan?"
"Siap, tidak, komandan"
Sebenarnya proses pernikahan di militer tidak langsung pada tahap ini. Awalnya dimulai dari satuan terkecil seperti RT/RW, naik ke koramil, korem, baru ke batalyon, Kodam, KUA dan lain-lain. Tapi untuk bagian Koramil dan lain-lainnya sudah di-skip oleh Hirawan.
✨✨✨
"Istirahat lah, papi tahu kamu lelah" ucap Endra pada putrinya.
"Iya, sayang. Ale biar sama mami dulu. Minum susunya lewat botol dulu"
"Terima kasih mi, pi" ucap Ara sebelum berjalan menuju kamarnya.
Pagi sekali Ara terbangun. Hari ini ia akan menuju Mahalaga untuk rikes. Ara diantar oleh Endra hingga di parkiran rumah sakit militer.
"Maaf membuat om Endra dan dik Ara menunggu" ucap Altair.
"Om belum lama kok" kata Endra.
"Nak, papi langsung ketemu kolega yah. Semangat!" Endra mengusap kepala anaknya.
"Terima kasih, pi"
Setelah melihat mobil Endra meninggalkan halaman parkir rumah sakit, barulah Altair mengajak Ara ke Denkesyah. Mereka masih harus menunggu untuk dipanggil.
"Lettu Altair dan mbak Aurora!" panggil seorang perawat perempuan.
"Selamat pagi, dok!" sapa Ara.
"Selamat pagi, dok!" Altair juga ikut menyapa.
"Selamat pagi, silahkan duduk" ucap dokter Wenny.
Ara cukup kagum dengan aura dokter di depannya. Terlihat ayu, namun sangat tegas.
"Sejauh mana hubungan Lettu Altair dan mbak Aurora?"
"Hngg-"
"Hanya pegangan tangan, dok" jawab Altair.
Ara menatap melihat Altair lewat sudut matanya.
"Sudah pernah menjalin hubungan sebelumnya?"
"Belum" jawab Ara.
"Sudah" jawab Altair.
"Waw, menarik." dokter Wenny mengangguk sambil membaca berkas ditangannya.
"Mbak Aurora tidak tinggal bersama orang tua?"
"Iya, dok."
"Sejak kapan?"
"Sejak usia saya 10 tahun"
"Hidup jauh dari orang tua bukannya hal bagus yah, bisa melakukan apa saja karena orang tua tidak melihat? Apa saja yang mbak Aurora lakukan selama jauh dari orang tua?"
"Hanya belajar saat sekolah dan kuliah, ikut kegiatan kampus. Dan sekarang bekerja "
"Waktu kuliah sering tidur di luar?"
"Pernah, 5 kali dalam jangka waktu 3 setengah tahun, di luar KKN"
"Apakah tidak ada yang terjadi saat itu?"
"Tidak ada, dok"
Ara tetap tenang menjawab pertanyaan-pertanyaan dokter di depannya, meskipun pertanyaan itu membuat dirinya sedikit terbawa perasaan.
"Lettu Altair bisa menunggu di depan. Saya akan melakukan pemeriksaan kepada mbak Aurora"
Ara lalu di bawa kebalik tirai untuk melakukan pemeriksaan keseluruhan. Hal tidak terduga terjadi kepadanya, yang membuat ia ingin menangis di dalam sana.
"Yakin tidak pernah berbuat macam-macam?" tanya Dokter Wenny.
"Tidak, dok. Saya menjalani induksi laktasi."
"Ada dokumen pendukung?"
Ara mengangguk. Ia memberikan beberapa lembar kertas kepada dokter Wenny.
"Kenapa harus mbak Aurora yang melakukannya?"
"Ibu dari bayinya meninggal. Sementara kakak ipar saya yang lain gagal saat melakukannya, mama saya juga tidak bisa karena suatu alasan, hingga saya memilih langkah ini"
"Maaf kalau pertanyaan saya membuat mbak Aurora terasa tidak nyaman"
"Tidak apa-apa, dok" Ara mengangguk.
Air mata Ara luruh saat dalam perjalanan menuju kodam. Hal itu lantas membuat Altair berpikir keras.
"Harus yah kak ada proses seperti ini? Saya benar-benar merasa malu"
"Maaf, dik. Ini memang salah satu rangkaian yang harus dijalani. Seandainya bisa di skip oleh ayah, pasti ayah sudah melakukannya " ucap Altair. Ia lalu memberikan tissue kepada Ara.
"Kita akan menghadap sekali lagi. Tenangkan dirimu dulu" Altair juga tak lupa memberikan air minum kepada Ara.
Pukul 4 sore, Ara baru bisa bernapas lega. Semua urusan di kodam akhirnya rampung. Surat hasil pemeriksaan kesehatan dari denkes dan surat lainnya sudah sudah digabung jadi satu. Sebenarnya urusan di Mahalaga ini tidak memakan waktu yang banyak. Ara dan Altair bertemu dengan pejabat kodam yabg kebetulan beliau adalah kasdam V/ MHR, yang masih berada di bawah pimpinan Hirawan.
"Staf pers satuan sudah saya tebus, itu artinya kita sudah menikah secara militer. Terima kasih sudah bersedia menjalani hari-hari berat ini" ucap Altair.
"Maaf jika beberapa proses ini membuat kamu merasa tidak nyaman. Selamat datang di duniaku. Beristirahat lah, besok kita ke KUA."
"Baik, kak. Hati-hati di jalan" Ara menunggu hingga mobil Altair tidak terlihat lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments